MAKALAH
TOLERANSI UMAT BERAGAMA DALAM KEHIDUPAN
BERMASYARAKAT
Makalah ini disusun untuk memenuhi
tugas makta kuliah Hadis 3
Dosen Pengampu Khabiburrahman, M.Pd.
Disusun oleh :
1. Zahrotul Ulfah O. (111-14-025)
2. Rapik (111-14-351)
3. M. Faiz Fahmi Muhandis
(111-14-382)
Kelas : J
JURUSAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS
TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA
ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2016
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
Puji syukur Alhamdulillah penulis ucapkan
atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-Nya penulis masih
diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah yang berjudul “TOLERANSI UMAT
BERAGAMA DALAM KEHIDUPAN BERMASYARAKAT” ini dengan baik.
Sholawat serta salam semoga terlimpah
kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing kita semua
terbebas dari zaman yang gelap penuh kebodohan ke zaman yang terang benderang
dan penuh syafaat ini. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing dan teman-teman yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari
masih adanya
kekurangan dari
makalah ini. Tetapi mudah-mudahan makalah
ini dapat diterima, di samping itu
dapat diperoleh pengetahuan dan dapat bermanfaat bagi
pembaca.
Wassalamu’alaikum.wr.wb.
Salatiga, 1 Maret 2016
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................1
DAFTAR ISI.........................................................................................2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................3
1.2 Rumusan
Masalah...........................................................................3
1.3 Tujuan Penulisan.............................................................................3
BAB II LANDASAN TEORI...............................................................4
BAB
III PEMBAHASAN
3.1 Makna dan Istilah Toleransi............................................................5
3.2 Batasan
Toleransi............................................................................7
3.3 Bentuk-Bentuk
Toleransi................................................................9
3.4 Cara
Toleransi................................................................................10
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan.....................................................................................11
4.2 Usul dan Saran................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................12
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sila Ketuhanan yang maha
Esa mempunyai makna bahwa segala aspek penyelenggaraan hidup bernegara harus
sesuai dengan nilai-nilai yang berasal dari Tuhan. Karena sejak awal
pembentukan bangsa ini, bahwa negara
Indonesia berdasarkan atas Ketuhanan. Maksudnya adalah bahwa masyarakat
Indonesia merupakan manusia yang mempunyai iman dan kepercayaan terhadap Tuhan,
dan iman kepercayaan inilah yang menjadi dasar dalam hidup berbangsa,
bernegara, dan bermasyarakat.
Kebebasan beragama pada
hakikatnya adalah dasar bagi terciptanya kerukunan antar umat beragama. Tanpa
kebebasan beragama tidak mungkin ada kerukunan antar umat beragama. Kebebasan
beragama adalah hak setiap manusia. Hak
untuk menyembah Tuhan diberikan oleh Tuhan, dan tidak ada seorangpun yang bisa
mencabutnya.
Demikian juga sebaliknya, toleransi antar umat
beragama adalah cara agar kebebasan beragama dapat terlindungi dengan baik.
Kebebasan dan toleransi tidak dapat diabaikan.
1.2
Rumusan Masalah
A.
Jelaskan apa itu toleransi
B.
Apa saja batasan toleransi ?
C.
Bagaimana cara dalam toleransi ?
1.3
Tujuan
A.
Untuk mengetahui apa yang di maksud toleransi
B.
Untuk mengetahui apa saja batasan dalam toleransi
C.
Untuk mengetahui cara dalam toleransi
BAB II
LANDASAN
TEORI
لا
يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ
يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ
اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ. إِنَّمَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ
قَاتَلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَأَخْرَجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوا عَلَى
إِخْرَاجِكُمْ أَن تَوَلَّوْهُمْ وَمَن يَتَوَلَّهُمْ فَأُوْلَئِكَ هُمُ
الظَّالِمُون
“Allah tidak
melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang
tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu.
Sesunguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah
hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu
karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk
mengusirmu. Dan barang siapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka
itulah orang-orang yang zalim. (Q.S. Al Mumtahanah : 8-9)
Ibnu Katsir berkata
: “Allah tidak melarang kalian berbuat baik kepada non muslim yang tidak
memerangi kalian seperti berbuat baik kepada wanita dan orang yang lemah di
antara mereka. Hendaklah berbuat baik dan adil karena Allah menyukai orang yang
berbuat adil “. (Tafsir Al-Qur’an Al ‘Azhim, 7:247).
Ibnu Jarir Ath
Thabari mengatakan bahwa bentuk berbuat baik dan adil disini berlaku kepada
setiap agama. (Tafsir Ath Thabari, 14: 18)
BAB III
PEMBAHASAN
1.1 Makna dan Istilah
Toleransi
Dalam kamus Besar
Bahasa Indonesia disebutkan bahwa arti kata “toleransi” berarti sifat atau
sikap toleran.[1]
Kata toleran sendiri didefinisikan sebagai “bersifat atau bersikp menenggang
(menghrgai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan,
kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dan sebagainya) yang berbeda atau bertentangan
dengan pendirian sendiri.[2]
(Q.S Al Mumtahanah
: 8-9 )
لا
يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ
يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ
اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ. إِنَّمَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ
قَاتَلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَأَخْرَجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوا عَلَى
إِخْرَاجِكُمْ أَن تَوَلَّوْهُمْ وَمَن يَتَوَلَّهُمْ فَأُوْلَئِكَ هُمُ
الظَّالِمُون
“Allah
tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang
yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari
negerimu. Sesunguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.
Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang
yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu
(orang lain) untuk mengusirmu. Dan barang siapa menjadikan mereka sebagai
kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.
Dalam
hadis lain dikatakan :
أَحَبٌّ
الدِّيْنِ إِلىَ اللهِ الحَنِيْفِيَّةُ السَّمْحَةُ
Artinya
: “ Agama yang paling dicintai disisi Allah adalah agama yang berorientasi pada
semangat mencari kebenaran secara toleran dan lapang.”
Ibnu Katsir berkata : Allah tidak melarang kalian berbuat
baik pada non muslim yang tidak memerangi kalian seperti berbuat baik kepada
wanita dan orang yang lemah diantara mereka. Hendaklah berbuat baik dan
adil.”Ibnu Jarir ath Thabari mengatakan bahwa bentuk berbuat baik dan adil disisi
berlaku kepada setiap agama.[3]
حَدَّثَنَا عَبْدُ السَّلاَمِ بْنُ مُطَهَّرٍ قَالَ
حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ عَلِيٍّ عَنْ مَعْنِ بْنِ مُحَمَّدٍ الْغِفَارِيِّ عَنْ
سَعِيدِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الدِّينَ يُسْرٌ وَلَنْ يُشَادَّ الدِّينَ أَحَدٌ
إِلاَّ غَلَبَهُ فَسَدِّدُوا وَقَارِبُوا
وَأَبْشِرُوا وَاسْتَعِينُوا بِالْغَدْوَةِ وَالرَّوْحَةِ وَشَيْءٍ مِنْ
الدُّلْجَةِ
Artinya : Telah menceritakan kepada kami
‘Abdus Salam bin Muthahar berkata, telah menceritakan kepada kami Umar bin Ali
dari Ma’ni bin Muhammad Al Ghifari dari Sa’id bin Abu Sa’id Al Maqburi dari Abu
Hurairah bahwa Nabi SAW bersabda: “Sesungguhnya Agama (Islam) itu mudah. Tidak
seorangpun mempersulit (berlebih-lebihan) dalam agamanya kecuali akan
terkalahkan (tidak dapat melaksanakan dengan sempurna). Oleh karena itu,
berlakulah lurus, sederhana (tidak melampaui batas), dan bergembiralah (karena
memperoleh pahala) serta mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan ibadah pada
waktu pagi, petang, dan sebagian malam.’ (HR. Bukhari)
Toleransi sangat perlu diwacanakan di
masyarakat guna meminimalkan kekerasan atas nama agama yang akhir akhir ini
semakin marak terjadi, baik di luar maupun di dalam negeri. Toleransi semakin
mendesak dibumikan dalam rangka mewujudkan koeksistensi, yakni kesadaran hidup
berdampingan secara damai dan harmonis di tengah-tengah masyarakat Indonesia
yang beragam.[4]
Hakikat toleransi pada dasarnya adalah uaha kebaikn,
khususnya pada Agama yang memiliki tujuan luhur yaitu tercapainya kerukunan,
baik intern agama maupun antar agama. Mengakui eksistensi suatu agama bukanlah
berarti mengakui kebenaran ajaran agama tersebut.[5]
2.1 Batasan Toleransi
Toleransi tentu ada
batasnya. Dalam hal ibadah dan teologi tentu tidak ada ruang untuk
toleransi. Bahkan jika
kita mau jujur, seluruh agama tentu tidak memberi ruang kepada pemeluknya untuk
meyakini aqidah agama lain, atau beribadah dengan ibadah agama lain. Demikian pula Islam, bahkan bagi
kaum muslimin telah
jelas dalam Al Qur’an surat Al Kafirun ayat 6
لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
Artinya :” Untukmu agamamu, dan untukkulah agamaku.”
1. Wajib membenci ajaran kekufuran dan orang kafir
Tercantum pada surat Al
Mujadalah ayat 22
لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ
بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ
عَشِيرَتَهُمْ أُولَئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الْإِيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ
بِرُوحٍ مِنْهُ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ
خَالِدِينَ فِيهَا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ أُولَئِكَ حِزْبُ
اللَّهِ أَلَا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Artinya : Kamu
tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling
berkasih sayang dengan orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak, atau
saudara-saudara, ataupun keluarga mereka.
2. Tidak boleh menjadikan orang kafir sebagai pemimpinnya
Tercantum pada surat Al-Imran ayat 28
لَا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ إِلَّا أَنْ تَتَّقُوا مِنْهُمْ تُقَاةً وَيُحَذِّرُكُمُ اللَّهُ نَفْسَهُ وَإِلَى اللَّهِ الْمَصِيرُ
لَا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ إِلَّا أَنْ تَتَّقُوا مِنْهُمْ تُقَاةً وَيُحَذِّرُكُمُ اللَّهُ نَفْسَهُ وَإِلَى اللَّهِ الْمَصِيرُ
Artinya :
Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orangkafir menjadi wali dengan
meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya
lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri
dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap
diri (siksa Nya). Dan hanya kepada Allah kembali(mu0.
3. Tidak boleh menyerupai orang kafir
لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَشَبَّهَ
بِغَيْرِنَا لَا تَشَبَّهُوا بِالْيَهُودِ وَلَا بِالنَّصَارَى فَإِنَّ تَسْلِيمَ
الْيَهُودِ الْإِشَارَةُ بِالْأَصَابِعِ وَتَسْلِيمَ النَّصَارَى الْإِشَارَةُ
بِالْأَكُفِّ
Artinya : “Bukan termasuk
dari golongan kami siapa yang menyerupai kaum selain
kami. Janganlah kalian menyerupai Yahudi, juga nasrani,
karena sungguh mereka kaum Yahudi memberi salam dengan isyarat jari jemari, dan
kaum Nasrani memberi salam dengan isyarat telapak tangannya” (HR Tirmidzi, hasan)
4. Muslim dan kafir bukan saudara tidak saling mewarisi
وَنَادَىٰ نُوحٌ رَبَّهُ فَقَالَ
رَبِّ إِنَّ ابْنِي مِنْ أَهْلِي وَإِنَّ وَعْدَكَ الْحَقُّ وَأَنْتَ أَحْكَمُ
الْحَاكِمِينَ
قَالَ يَا نُوحُ إِنَّهُ لَيْسَ مِنْ
أَهْلِكَ ۖ إِنَّهُ عَمَلٌ غَيْرُ صَالِحٍ ۖ فَلَا تَسْأَلْنِ مَا لَيْسَ لَكَ
بِهِ عِلْمٌ ۖ إِنِّي أَعِظُكَ أَنْ تَكُونَ مِنَ الْجَاهِلِينَ
Artinya : Dan Nuh berseru
kepada Tuhannya sambil berkata ; Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku termasuk
keluargaku, dan sesungguhnya janji Engkau itulah yang benar. Dan Engkau adalah
hakim yang seadil-adilnya. Alah Berfirman : Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah
termasuk keluargamu (yang di janjikan akan diselamatkan), sesungguhnya
(perbuatan) nya perbuatan yang tidak baik. Sebab itu janganlah kamu memohon
kepadaKu sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakekat)nya. Sesungguhnya aku
memperingatkan kpadamu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak
berpengetahuan.”
3.1 Bentuk-bentuk
Toleransi
1. Islam mengajarkan
menolong siapapun, baik orang miskin maupun orang yang sakit.
فِى كُلِّ كَبِدٍ رَطْبَةٍ أَجْرٌ
Artinya : Menolong orang
sakit yang masih hidup akan mendapatkan ganjaran pahala. (HR. Bukhari no.2363
dan Muslim no. 2244)
2. Tetap menjalin hubungan kerabat pada orang tua atau
saudara non muslim
لاَ يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ
يُقَاتِلُوكُمْ فِى الدِّينِ
Artinya : Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu” (QS. Al Mumtahanah: 8)
3. Di perbolehkan memberi hadiah pada non muslim
Keterangan dari Anas bin
Malik
أَنَّ يَهُودِيَّةً أَتَتِ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِشَاةٍ مَسْمُومَةٍ، فَأَكَلَ مِنْهَا
Artinya : Bahwa ada seorang
perempuan yahudi yang datang kepada Nabi SAW
dengan membawa daging kambing yang diberi racun. Kemudian Nabi SAW memakannya.
4.1
Cara Toleransi
1.
Menjaga ketenangan dan tidak membuat gangguan ketika
orang lain sedang menjalankan ritual ibadah mereka.
2.
Tidak menciptakan tekanan dan bertindak arogan terhadap
orang lain ketika kita tengah merayakan hari besar atau acara keagamaan islam.
3.
Tidak memaksakan keyakinan agama kita kepada orang yang
berbeda agama.
4.
Bersikap toleran terhadap keyakinan dan ibadah yang
dilaksanakan oleh yang memiliki keyakinan dan agama yang berbeda.
5.
Tidak menjelek-jelekkan agama orang lain.
6.
Saling menghormati antara seama umat beragama.
7.
Saling menyayangi antar umat beragama.[6]
BAB IV
PENUTUP
4.1 keimpulan
Dari makalah di atas yang berjudul
“Toleransi Umat Beragam dalam Kehidupan Bermasyarakat” dapat diambil kesimpulan
bahwa, toleransi umat beragama itu sangat di perlukan terlebih lagi di
kehidupan bermasyrakat. Karena jika toleransi tidak di terapkan pada umat
beragama, semua golongan agama akan menjadi terpecah belah. Rasa
kekeluargaannya tidak akan terasa, dan hanya mengandalkan keegoisan mereka
sendiri. Dalam toleransi juga harus ada batasannya, kemudian bagaimana cara
toleransi dan apa saja bentuk-bentuk dari toleransi.
4.2 Usul dan Saran
Agar kerukunan hidup umat beragama
dapat terwujud dan senantiasa terpelihara, perlu memperhatikan upaya-upaya yang
mendorong terjadinya kerukunan secara mantap dalam bentuk memperkuat
dasar-dasar kerukunan internal antar umat beragama, serta antar umat beragama
dengan masyarakat.
Daftar Pustaka
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia. 1991. Kamus Besar bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Masduqi, Iman, Bersilat
Secara Toleran.(Bandung: Mizan, 2011)
Mukhtar, Ali
Yunus , Toleransi-Toleransi Islam, (Bandung: Iqra Bandung,1983)
Yahya, Materi
Hadis III PAI, Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Salatiga, 2015
[1] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 1991. Kamus Besar
bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, cet. Ke-1.
[4]Irman Masduqi, Bersilat Secara Toleran.(Bandung: Mizan, 2011) hlm
5-6
[5]Ibid.hlm 2-3
[6]Yunus Ali Mukhtar, Toleransi-Toleransi Islam, cet ke 1(Bandung: Iqra
Bandung,1983) hlm 89
No comments:
Post a Comment