MAKALAH
Cara Pembayaran Zakat
Disusun Guna Melengkapi Tugas Mata Kuliah Fiqh 1
Dosen Pengampu : Imam Anas Hadi. M.Pd.i
Disusun oleh:
Ana Nur Fitria S (111-14-163)
Farah Husna H. H (111-14-164)
Novi Nurjayanti (111-14-167)
PROGAM STUDI S1 PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM
(IAIN) SALATIGA
2015
BAB 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Zakat
merupakan rukun islam yang ke-empat, yang wajib ditunaikan oleh umat muslim.
Dalam Al-Qur’an perintah menunaikan zakat beberapa kali disandingkan dengan
perintah solat. Diantarannya dalam QS Al Baqarah ayat 43 yang artinya “ Dan dirikanlah
shalat, tunaikanlah zakat dan ruku´lah beserta orang-orang yang ruku´ ”.
Seorang muslim yang mampu dalam ekonomi wajib membayar sebagian
harta yang dimiliki kepada orang-orang yang berhak menerimanya baik melalui
panitia zakat maupun didistribusikan secara langsung / sendiri. Hukum zakat
adalah wajib bila mampu secara finansial dan telah mencapai batas minimal bayar
zakat atau nisab.
Rumusan masalah
Rumusan masalah
1. Apa pengertian zakat?
2. Bagaimana cara pembayaran zakat fitrah?
3. Bagaimana Cara Pembayaran Zakat Harta Milik
Anak Kecil dan Harta Milik Orang Gila?
Tujuan penulisan
1. Mengetahui pengertian zakat?
2. Mengetahui cara pembayaran zakat fitrah?
3. Mengetahui cara pembayaran
zakat
harta
milik
anak kecil
dan harta milik orang gila?
BAB II
PEMBAHASAN
Islam merupakan agama yang sempurna, semua sisi kehidupan manusia diatur
dengan detail dalam Islam, baik dalam hal ibadah, kemasyarakatan, maupun
individu, termasuk didalamnya segala sesuatu mengenai zakat. Karenanya, dalam
membayar zakat, harus mengikuti tatacara pembayaran zakat sebagai berikut:
1. Sucikan niat sebelum menunaikan zakat, yaitu niat dengan ikhlas karena
mengharap keridhaan Allah SWT.
2. Telitilah sasaran zakat, yaitu pada 8 golongan yang berhak menerima zakat
sesuai Al-Qur’an.
3. Utamakanlah orang-orang yang ada di dekat atau sekitar lingkungan kita.
4. Saat memberikan zakat, usahakan menggunakan kata-kata yang baik pada orang
yang menerimanya.
5. Tunaikan zakat pada waktunya, tidak menunda-nunda waktu zakat.
A.
Pengertian
Zakat
Secara lughoh
atau bahasa, zakat berasal dari bahasa Arab yang berarti
suci, bertambah dan berkembang, berkah, dan terpuji. Sedangkan secara istilah syara', zakat berarti suatu bentuk ibadah kepada
Allah SWT dengan mengeluarkan sebagian hartanya dan hukumnya wajib untuk
dikeluarkan sesuai aturannya dan diberikan kepada golongan-golongan tertentu
yang berhak menerimanya.
Zakat merupakan rukun ketiga dari rukun islam . Zakat adalah jumlah
harta tetentu yang wajib dikelarkan oleh orang yang beragama islam dan diberikan kepada golongan yang berhak
menerika menerimanya ( fakir miskin ) dsb.
Mustahiq Zakat yaitu orang-orang yang berhak
menerima zakat. Adapun mustahiq zakat harta ada delapan golongan sesuai dalam firman Allah
إِنَّمَا
ٱلصَّدَقَٰتُ لِلۡفُقَرَآءِ وَٱلۡمَسَٰكِينِ وَٱلۡعَٰمِلِينَ عَلَيۡهَا
وَٱلۡمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمۡ وَفِي ٱلرِّقَابِ وَٱلۡغَٰرِمِينَ وَفِي سَبِيلِ
ٱللَّهِ وَٱبۡنِ ٱلسَّبِيلِۖ فَرِيضَةٗ مِّنَ ٱللَّهِۗ وَٱللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٞ
٦٠
Artinya: Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk
orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu´allaf
yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang,
untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu
ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana
(Q.S. At-Taubah ayat 60), yakni :
a. Fakir adalah orang-orang yang tidak memiliki harta untuk
kebutuhan hidupnya sehari-hari dan tak mampu bekerja ataupun berikhtiar.
b. Miskin adalah
orang-orang yang memiliki penghasilan, namun tidak mencukupi kebutuhan hidupnya
sehari-hari atau kekurangan.
c. Amil adalah orang-orang yang bertugas untuk
mengumpulkan dan membagi-bagikan zakat kepada orang-orang yang berhak
menerimanya. Bisa juga disebut dengan panitia zakat.
d. Muallaf adalah orang yang baru masuk kedalam Agama Islam dan masih
membutuhkan bimbingan karena keimanannya masih lemah.
e. Gharim yakni orang yang memiliki hutang piutang, namun tidak mampu untuk
membayarnya.
f. Hamba Sahaya atau disebut juga budak. Yakni orang-orang yang belum
merdeka dan dimerdekakan.
g. Sabilillah adalah orang-orang yang berjuang di jalan
Allah SWT, seperti para syuhada', para ulama, ustadz ustadzah yang mengarkan
ilmu agama di pesantren ataupun di musholla dll.
h. Ibnu Sabil yakni orang-orang musafir atau yang sedang dalam perjalanan seperti
contoh, orang yang sedang bertholabul 'ilmi, melakukan dakwah dls.
B.
Cara Pembayaran Zakat Fitrah
Zakat Fitrah adalah zakat yang dikeluarkan pada
bulan Ramadhan atau bulan puasa yang dibayarkan paling lambat sebelum kaum
muslim selesai menunaikan ibadah sunah Shalat Idul Fitri. Dan apabila
pelaksanaan zakat dilakukan setelah melewati batas tersebut, maka zakat
tersebut bukan lagi masuk kedalam kategori zakat, akan tetapi berupa sedekah
biasa.
Zakat Fitrah dalam ajaran Islam merupakan zakat
yang wajib di keluarkan oleh setiap umat muslim yg sudah masuk kedalam syarat wajib
Zakat Fitrah baik pria maupun wanita. Sedangkan untuk kata Fitrah mempunyai
artian suci atau merujuk kepada keadaan manusia saat baru diciptakan atau
kembali fitrah. Hukum mengeluarkan zakat fitrah dan hukum membayar zakat fitrah
tentu saja wajib karena zakat fitrah sama saja dengan zakat yang merupakan rukun Islam ke tiga dalam
Islam.
Bagi mereka yang berada dibawah
tanggungan orang lain, maka zakatnya menjadi kewajiban penanggungnya, baik ia
seorang pembantu rumah tangga, seorang dewasa, ataupun seorang kanak-kanak,
bahkan bayi yang telah bernyawa, yang masih didalam rahim, semuanya wajib
mengeluarkan zakat fitrahnya, baik dari hartanya sendiri, ataupun oleh
penanggung yang bertanggung jawab atasnya.
Didalam hadis yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari diterangkan:
Ibnu Umar
mengatakan,"Rasulullah saw. mewajibkan zakat fitrah satu sha' dari kurma,
atau satu sha dari syair (gandum) atas hamba sahaya, orang yang merdeka,
laki-lakiperempuan, anak kecil dan dewasa dari kalangan muslimin. Dan
beliaumemerintahkan untuk ditunaikan sebelum orang-orang keluar
melaksanakan shalat ied. (HR. Bukhari
Muslim).
Dengan kata-kata shagir (anak
kecil) itu sudah tercakup didalamnya bayi yang masih berada didalam kandungan
ibunya apabila usia kandungan itu telah mencapai umur 120 hari atau empat
bulan.Sehubungan dengan itu Usman bin Afan membayar zakat fitrah bagi anak
kecil,orang dewasa dan bayi dalam kandungan sebagaimana diriwayatkan Ibnu Abu
Syaibah:
Sesungguhnya
Usman bin Afan memberikan zakat fitrah dari bayi yang dikandung. Mushannaf Ibnu
Abu Syaibah, II:432
Demikian pula diterangkan oleh Abu Qilabah:
Dari Abu
Qilabah, ia berkata, "Adalah menjadi perhatian mereka (para sahabat) untuk
mengeluarkan/memberikan zakat fitrah dari anak kecil, dewasa, bahkan yang
masih dalam kandungan. H.r.Abdurrazaq, al-Mushannaf, III:319
Kemudian
untuk waktu membayar zakat fitrah dan waktu mengeluarkan zakat fitrah sendiri
bisa dilakukan saat bulan puasa Ramadhan dan paling lambat atau batas waktunya
sebelum orang-orang melaksanakan shalat Idul Fitri atau shalat Ied.
Adapun
untuk keistimewaan, keutamaan dan manfaat membayar zakat fitrah antara lain
akan mendapatkan pahala yang begitu besar, dibukakan pintu surga,
menyempurnakan islam seseorang yg membayar zakat, mensucikan jiwa dan harta yg
km milliki
Tata
cara pembayaran zakat fitrah. Zakat Fitrah itu sendiri dapat berupa makanan
pokok seperti beras, gandum, keju dan makanan pokok lain atau berupa uang
sebesar bahan Pokok tersebut. Zakat Fitrah
yang wajib dibayar oleh 1 orang adalah 2,5kg makanan pokok.
Saat yang Tepat untuk Membayar Zakat
Fitrah. Waktu yang sangat tepat adalah mulai dari terbit fajar pada hari idul
fitri hingga dekat waktu pelaksanaan sholat ied. Waktu
yang diperbolehkan berzakat yaitu satu atau dua hari sebelum ied.
Niat
dan Doa Mengeluarkan Zakat Fitrah secara pribadi.
نوَيْتُ اَنْ اُخْرِجَ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنْ نَفْسِىْ فَرْضًا للهِ
تَعَالَى
(Nawaitu
an ukhrija zakatal fitrati ‘an nafsi fardan ‘alayya lillahi ta’ala )
artinya
:Saya berniat mengeluarkan zakat fitrah untuk diriku sendiri, wajib atasku
karena Allah ta’ala.
Doa membayar zakat fitrah bagi diri sendiri dan keluarga
:
نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ زَكَاةَ الْفِطْرِ
عَنِّىْ وَعَنْ جَمِيْعِ مَا يَلْزَمُنِىْ نَفَقَاتُهُمْ شَرْعًا فَرْضًا ِللهِ
تَعَالَى
artinya:
Saya berniat mengeluarkan zakat fitrah, bagi diriku dan keluargaku (sebutkan
namanya satu persatu; istri, anak-anak dan yang menjadi tanggungan) wajib
atasku karena Allah Ta’ala.
Sedangkan Doa Membayar Zakat Fitrah Untuk
Orang lain :
نَوَيْتُ
أَنْ أُخْرِجَ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنْ (…..) فَرْضًا ِللهِ تَعَالَى
Artinya:
Aku berniat mengeluarkan zakat fitrah bagi si bla bla ( … Namanya) karena Allah
ta’ala.
Bacaan Doa Menerima Zakat Fitrah :
ءَاجَرَكَ
اللهُ فِيْمَا اَعْطَيْتَ وَبَارَكَ فِيْمَا اَبْقَيْتَ وَجَعَلَ اللهُ لَكَ طَهُوْرًا
Artinya:
Semoga Allah Membalas apa yang engkau beri dan memberkahi harta yang engkau
sisakan dan menjadikannya harta yang bersih untukmu.
Adapun cara perhitungan zakat fitrah bisa dilakukan dg
membayar sebesar 1 (Satu) Sha’ dan 1 sha = 4 Mud dan 1 Mud = 675 Gr. Perhitungan
mengeluarkan zakat fitrah tersebut jika disamakan dengan bentuk yang lebih umum
lagi kira-kira setara dengan 3,5 Liter atau bisa juga 2,7 Kg Makanan
pokok seperti beras, tepung, kurma, gandum, aqith atau makanan pokok yg
biasanya dikonsumsi didaerah atau negara yg bersangkutan.
Contoh
jika cara
membayar
zakat fitrah di Indonesia dilakukan dengan
membayar beras sebanyak 2,7 Kg karena beras merupakan makanan pokok yang sering dikonsumsi oleh orang-orang Indonesia. Zakat Fitrah pun bisa dibayarkan dalam bentuk
uang yang
disetarakan dengan besaran harga beras dan dikalikan dengan jumlah
beras yang wajib
dibayarkan.
Hukum mengeluarkan zakat itu wajib bagi setiap muslim
sebagai salah satu rukun Islam.
C. Cara Pembayaran Zakat Harta Milik Anak Kecil dan Harta Milik Orang Gila
Diwajibkan atas wali dari anak kecil dan orang
gila yang memiliki harta, untuk mengeluarkan zakat dari harta tersebut, apabila
telah mencapai nishabnya.
Diterima dari Amar bin Syu’aib dari bapaknya
kemudian dari kakeknya, yang diterimanya dari Abdullah bin Amr, bahwasanya
Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang menjadi wali dari seorang
anak yatim yang mempunyai harta, hendaklah diusahakan (dikembangkan) untuk anak
itu, dan jangan sampai dibiarkan hingga habis untuk membayar zakat”.
Isnad hadits ini lemah dan menurut al-Hafidz,
pada Syafi’i ada sebuah hadits mursal sebagai saksinya. Hal ini dikuatkan oleh Syafi’i dengan keumuman hadits-hadits yang
sah mengenai diwajibkannya zakat secara mutlak.
Aisyah ra mengeluarkan zakat harta anak-anak yatim yang dalam
asuhannya. Imam Tirmidzi berkata, “Para ahli (ulama) berbeda pendapat dalam
masalah ini. Bukan satu atau dua orang shahabat Nabi SAW yang berpendapat bahwa
harta anak yatim itu wajib zakat, diantara mereka Umar, Ali, Aisyah dan Ibnu
Umar”.
Demikian juga pendirian Malik, Syafi’i,
Ahmad dan Ishak. Tetapi ada pihak lain yang mengatakan tidak wajib zakat pada
harta anak yatim. Ini adalah pendapat Sufyan dan Ibnul Mubarak.
Para Imam Mujtahid telah ijma’ bahwa zakat
dengan syarat-syarat yang telah diketahui, adalah fardu hukumnya bagi orang
Islam. Syarat-syarat tertentu adalah :
1.
Merdeka
2.
Dewasa
( baligh )
3.
Berakal
sehat
Akan tetapi,
mereka berbeda pendapat dalam hal masalah wajib zakat pada harta milik anak
kecil dan harta milik orang gila.
HANAFI: tidak
wajib zakat atas harta anak kecil dan harta orang gila hingga diwajibkan 1/10
atas hasil pertanian milik anak kecil dan orang gila.
Telah di riwiyatkan dari Abdullah bin Mas’ud, Sufyan Ats-Tsauri, dan Auza’i
bahwa mereka berkata, “zakat tersebut itu wajib tetapi baru dikeluarkan
sesudah anak kecil itu menjadi dewasa
dan orang gila itu menjadi sembuh”.
Abdullah bin Mas’ud r.a berkata lagi, “ aku menghitung zakat yang
wajib pada harta anak zatim. Apabila ia dewasa, aku memberitahukannya jika ia
bersedia zakatnya di keluarkan, namun
jika ia tidak bersedia, zakat itu tidak dikeluarkan”.
Imam Abu Hanifah berkata, “tidaklah wajib
zakat pada harta milik anak kecil dan harta milik orang gila yang berupa emas,
perak dan binatang. Akan tetapi
mereka wajib
zakat berupa biji-bijian dan buah-buahan
sebagaimana juga wajib zakat fitrah”.
Berkata Sibranah, “sesungguhnya zakat pada
harta milik anak kecil hanya wajib pada harta yang telihat saja dan tidak wajib
pada yang berupa emas dan perak”.
Telah berkata al-Hasan, Sa’it Ibnul Musayyab,
Abdullah bin Zubair, An-Nakha’i, serta lainnya, “Tidaknya wajib zakat pada
seluruh harta milik anak kecil dan harta orang gila”.
Ulama Hanafiyyah berhujjah dengan dalil-dalil
dari Al-Kitab ( Al-Qur’an Al-Karim ), As-Sunah (Al-Hadits AsySyarif) dan
Ar-Ra’yu ( logika ).
Adapun nash Al-Qur’an ialah
firman Allah SWT :
خُذۡ
مِنۡ أَمۡوَٰلِهِمۡ صَدَقَةٗ تُطَهِّرُهُمۡ وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ
عَلَيۡهِمۡۖ إِنَّ صَلَوٰتَكَ سَكَنٞ لَّهُمۡۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ)
١٠٣ (
Artinya: ambillah zakat dari sebagian harta
mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah
untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi
mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Qs.At-Taubah (9):103).
Yang dimaksud dengan membersikkan disini
tentulah membersihkan dosa, sedangkan anak-anak dan orang gila tidak mempunyai
dosa. Selain itu juga membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta yang
berlebih-lebihan kepada harta benda. Sedangkan
maksud zakat menyucikan itu adalah menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati
mereka dan mengembangkan harta benda mereka.
Adapun dalil As-Sunnah, yaitu :
Muhammad bin Hasan berkata dalam Al-Atsaar, aku
hanifah telah menceritakan kepada kami, dari Laits
bin Abi Sulaim dari Mujahid dari Ibnu Mas’ud,
ia berkata, “tidaklah ada zakat pada harta nak yatim”.
Adapun dalam hal Ar-Ra’yu ( logika ) terdapat beberapa argument:
1.
Zakat
merupakan ibadah, tentulah tidak wajib
terhadap anak anak sebagaimana halnya sholat dan puasa.
2.
Para ulama telah bersepakat bahwa zakat itu
membutuhkan niat pada saat menunaikannya, tidaklah ada niat pada anak anak sehingga
tidak di wajibkan ibadah.
3.
Demikian pula para ulama telah bersepakat
mengenai syarat sempurna kepemilikan tentang zakat, sedangkan milik anak anak
tidak sempurna, dengan bukti bahwa tidak syah tabarru darinya. Jadi dalam hal
ini anak anak disamakan seperti mukatab.
Kebanyakan ulama yang berpendapat tentang
wajib zakat pada harta anak anak berhujjah dengan dalil As-Sunnah dan Qiyas.
Adapun hadis yang di jadikan hujjah oleh
mereka ialah hadis riwayat At-Tirmudzi dari Amir bin Syu’aib dari ayahnya darai
neneknya dari bahawa Rosullah berkhotbah di depan umum beliau bersabda: “ketahuilah
barang siapa yang menjadi wali anak yatim yang memiliki harta, hendaklah ia
putrkan ( Perniagakan ) hartanya, dan membiarkannya hingga di makan oleh zakat”.
Adapun qiyas, mereka berkata, “ telah wajib
Usyr ( 10% ) pada biji bijian milik anak anak, maka tentulah wajib 2,5% (
Rubbu Usyr ) pada emas dan perak milik
mereka, dengan alasan bahwa pada masing masing harta tersebut ada kewajiban
berkaitan dengan harta. Dengan demikian
wajiblah bagi anak anak untuk mengeluarkannya jika sudah pasti dan
tidak perlu menangguhkannya sampai ia dewasa. Zakat itu serupa dengan mahar
(mas kawin), nafkah, harga (nilai) barang yang dirusakkan
dll. Tidak ada seorangpun mengatakan bahwa kewajiban itu ditangguhkan
sampai si anak dewasa. Jika demikian halnya, tentulah zakatpun demikian pula”.
Kebayakan
ulamapun mengatakan bahwa zakat adalah hak bagi hamba allah SWT. Berdasarkan
Nash, Al-Qur’an dan adanya Ijma’.
إِنَّمَا ٱلصَّدَقَٰتُ
لِلۡفُقَرَآءِ وَٱلۡمَسَٰكِينِ وَٱلۡعَٰمِلِينَ عَلَيۡهَا وَٱلۡمُؤَلَّفَةِ
قُلُوبُهُمۡ وَفِي ٱلرِّقَابِ وَٱلۡغَٰرِمِينَ وَفِي سَبِيلِ ٱللَّهِ وَٱبۡنِ
ٱلسَّبِيلِۖ فَرِيضَةٗ مِّنَ ٱللَّهِۗ وَٱللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٞ
٦٠
Artinya: Sesungguhnya zakat-zakat itu,
hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat,
para mu´allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang
yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam
perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (Q. S At-Taubah (9) 60).
Adapun
ijma’ karena si muzakki ( wajib zakat ) jika telah bertabarru’ kepada orang
orang fakir dengan seluruh hartanya dan tidak meniatkan untuk zakat. Hal demikian itu telah melepaskannya dari kewajiban zakat dengan
ijma’ ( sepakat para ulma ). Apabila zakat itu adalah ibadah semata tentulah
tidak sah tanpa niat
Adapun pendapat lain terdapat dua pendapat ulama yang masyhur :
Pertama tidak wajib zakat pada harta
keduanya, baik secara mutlak maupun pada sebagian harta mereka.[1]
Ini adalah pendapat yang dipilih oleh hanafiah, dan pendapat yang
diriwayatkan beberapa ulama salaf.
Menurut mereka karena zakat adalah mahdhah atau murni seperti
sholat. Zakat ( seperti ibahad lainnya) memerlukan niat, sedangakan anak kecil
atau gila tidak dapat meniatinya.
Alasan lainnya, karena anak kecil dan orang gila tidak diberi
taklif (kewajiban melaksankan syariat). Jadi, zakat
tidak wajib atas mereka.
Ini adalah pendapat juhur. Ini juga pendapat umar, ali, Abdullah
bin umar, aisyah dan jabir bin abdillah.[3]
Tidak diketahui ada sahabat lain yang menyelisihi mereka, kecuali satu riwayat yang lemah
dari ibnu abbas yang tidak dijadiak sebagai hujjah.
Pendapat ini dikuatkan oleh :
·
Keumuman
nash yang mewajibkan harta pada oarng kaya secara mutlak, dan tidak
mengecualikan anak anak dan orang gila.
·
Riwayat yang di nukil dari umar bin
al-Khatbthab ia berkata “ pergunakannlah sebagai modal perniagaan dari harta harta
anak anak yatim. Jangan sampai harta itu habis dimakan sedekah ( zakat )” [4]
·
Tujuan zakat adalah menutupi kekurangan kaum
fakir dari harta orang kaya, sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT dan
membersihkan harta. Harta anak anak
dan orang gila dapat digunakan untuk menunaikan nafkah
dan membayar denda tidak tekecuali untuk zakat.
·
Zakat
adalah “hak adami” (hak manusia), maka disamakan dalam hal kewajiban menunaikannya bahgi mukalaf dan non-mukalaf.
Inilah pendapat yang rajah.
Oleh karena itu, wali (yang mengurus keduanya) berkewajiban mengeluarkan zakat
dari harta keduanya. Karena ini adalah harta yang wajib.
Contoh zakat mal yang harus
dibayarkan oleh wali dari anak kecil maupun orang gila:
Nishab emas sebanyak 20 dinar. Dinar yang dimaksud adalah dinar Islam. 1
dinar = 4,25 gr emas, jadi 20 dinar =85 gr emas murni.
Dalil nishab
ini adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Tidak
ada kewajiban atas kamu sesuatupun – yaitu dalam emas – sampai memiliki 20
dinar. Jika telah memiliki 20 dinar dan telah berlalu satu haul, maka terdapat
padanya zakat ½ dinar. Selebihnya dihitung sesuai dengan hal itu, dan tidak ada
zakat pada harta, kecuali setelah satu haul.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi)
Dari nishab
tersebut, diambil 2,5% atau 1/40. Dan jika lebih dari nishab dan belum sampai
pada ukuran kelipatannya, maka diambil dan diikutkan dengan nishab awal.
Demikian menurut pendapat yang paling kuat.
Contoh:
jika sebelum gila, seseorang memiliki 87 gr emas yang disimpan. Maka, jika telah sampai haulnya, wajib bagi wali orang gila tersebut untuk mengeluarkan zakatnya, yaitu 1/40 x 87gr = 2,175 gr atau uang seharga tersebut.
jika sebelum gila, seseorang memiliki 87 gr emas yang disimpan. Maka, jika telah sampai haulnya, wajib bagi wali orang gila tersebut untuk mengeluarkan zakatnya, yaitu 1/40 x 87gr = 2,175 gr atau uang seharga tersebut.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Zakat merupakan salah satu bentuk kewajiban menjalankan perintah agama
Islam sekaligus wujud kepedulian terhadap lingkungan sekitar. Zakat dapat
berupa makanan pokok (zakat fitrah) maupun zakat harta benda (zakat maal).
Kedua jenis zakat tersebut bila telah tiba nisabnya maka wajib dikeluarkan
kepada orang-orang yang berhak menerima zakat. Orang yang berhak menerima zakat
adalah fakir, miskin, amil, sabilillah, ibnu sabil, garim, riqab, dan mualaf.
Mengeluarkan zakat merupakan rangkaian ibadah di dunia dan berhubungan
dengan jiwa sosial seorang muslim. Untuk memperoleh kesempurnaan dan keutamaan
dalam berzakat, maka hendaknya kita memperhatikan adab mengeluarkan zakat. Adab
mengeluarkan zakat merupakan panduan menjalankan ibadah zakat yang benar dan
ikhlas sehingga amal ibadah kita diterima oleh Allah.
Saran
a.
Sebaiknya kita
menunaikan ibadah zakat untuk menyempurnakan rukun Islam kita.
b.
Kita harus membayar
zakat agar kita dapat menolong orang yang lemah dan menderita.
c.
Kita harus membayar
zakat di waktu dan orang yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Zuhayly, Wahbah, Zakat Kajian
Berbagai Mazhab, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1997.
Hasan, M. Ali, Zakat dan Infak: Salah Satu Mengatasi Problem Sosial di
Indonesia, Jakarta, Kencana, 2008.
Kamal, Abu Malik, Shahih Fiqih Sunnah cet
3, Jakarta: Pustaka at-Tazkia, 2007.
Nasution, Lahmuddin, Fiqh 1, Surabaya:
IAIN Sunan Kalijaga, 1995.
Rasjid, Sulaiman, Fiqh Islam cet. 43,
Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2009.
Syalthut, Mahmud, Fiqih Tujuh Madzhab,
Bandung: CV Pustaka Setia,2000.
Zuhri, Syaifudin, Zakat di Era Reformasi (Tata Kelola Baru),
Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, 2012.
Daftar Pertanyaan dan Tambahan
Ø
Pertanyaan
1. Atika (111-14-269)
Soal: Apa hikmah zakat untuk diri sendiri dan orang lain
?
Jawaban: menurut buku Shahih Fiqih Sunnah, berikut hikmah
zakat:
a. Mengeluarkan zakat merupakan salah sat sifat kaum mukminin yang berhak
mendapatkan rahmat Allah.
b. Allah akan mengembangkan dan menyuburkan harta zakat bagi orang yang
mengeluarkannya.
c. Allah akan menaungi orang yang mengeluarkan zakat dari panasnya hari
kiamat.
d. Zakat membersihkan harta, serta
membuka pintu-pintu rizki bagi pelakunya.
e. Zakat adalah sebab turunnya kebaikan, dan menolak membayar zakat adalah
sebab terhalangnya berbagai kebaikan.
f. Zakat menghapuskan dosa dan kesalahan.
g. Zakat membersihkan akhlak orang yang mengeluarkannya dan melapangkan
dadanya.
h. Zakat akan menjaga dan melindungi
harta dari tangan orang-orang jahat.
i.
Zakat dapat membantu orang-orang fakir dan
orang-orang yang membutuhkan.
2. Ita (111-14-032)
Soal: Bagaimana pendapat anda tentang zakat fitrah anak
kecil yang lahir sebelum idul fitri, padahal syarat-syarat zakat itu harus
dewasa?
Jawaban: yang dimaksud dewasa disini adalah orang yang
harus membayarkan zakat, bukan orang yang dizakati. Karena anak kecil belum
mampu untuk mengeluarkan zakat dan masih menjadi tanggung jawab orang tua atau
wali mereka.
3. Cahyati (111-14-150)
Soal: berapakah nishab harta anak kecil dan orang gila?
Jawaban: pada dasarnya takaran atau hitungan zakat anak kecil
dan orang gial itu sama saja seperti orang dewasa dan tidak gila pada umumnya,
sesuai dengan hitungan yang telah ditentukan dalam ajaran Islam. Tidak ada
takaran khusus bagi mereka. Misalnya saja untuk zakat fitrah, jika cara membayar zakat fitrah di Indonesia dilakukan dengan
membayar beras sebanyak 2,7 kg, maka untuk anak kecil
dan orang gila juga sebanyak 2,7 kg.
4. Riskiana (111-14-319)
Soal: gugurkah kewajiban zakat fitrah setelah melewati
waktunya bukankah kalau melewati idul fitri terhitung sebagai zakat biasa?
Jawaban: dalam buku Shahih Fiqih Sunnah, para ulama
sepakat bahwa zakat fitrah tidak gugur walaupun sudah melewati waktunya, karena
ia merupakan kewajiban yang tetap dalam tanggungannya untuk orang yang berhak
menerimanya. Ia terhitung sebagai hutang yang tidak gugur kecuali ia
melunasinya. Alasan lainnya, karena ini adalah hak hamba. Adapun hak Allah
adalah tidak boleh ditunda dari waktu yang ditetapkan. Ia tidak gugur kecuali
dengan permohonan ampun dan penyesalan. Tidak ada zakat itu diqadha’ ataupun
didouble, jadi zakat itu harus tetap dibayarkan setelah idul fitri. Hanya saja
apabila kita lupa membayar zakat fitrah dikarenakan malas ataupun tidak ada
udhur maka hukumnya berdosa, jika ada udhur
maka hukumnya makruh.
5. Kholid (111-14-064) kelas H
Soal: bolehkah apabila menyampaikan zakat tanpa melalui
amil zakat melainkan langsung kepada fii sabilillah?
Jawaban: diperbolehkan membayarkan zakat langsung kepada
fii sabilillah, karena tidak ada aturan dimana zakat harus dibayarkan melalui
amil zakat. Keberadaan ‘amil bukanlah suatu keharusan menurut syari’at. Oleh karena itu
tidak boleh ada pihak yang mengharamkan orang yang ingin membayar zakat secara
langsung kepada mustahik dengan alasan supaya ‘amil zakat tetap eksis (ada),
apalagi dengan menyatakan bahwa Al-Quran atau hadits melarangnya padahal tidak
ditemui satupun dalil dari Al-Quran atau hadits yang melarang pembayaran zakat
secara langsung (tanpa melalui ‘amil) tersebut. Pembayaran zakat lewat ‘amil yang
berlaku pada zaman Rasulullah saw, Abu Bakar dan Umar adalah suatu kebiasaan
saja pada masa itu, bukan menunjukkan hukum wajib. Hal tersebut berlaku karena
memang situasi dan kondisi pada masa itu yang membuatnya cocok dan perlu untuk
diterapkan,
Ø Menambahi
1. Rif’an (111-14-353)
2. Mahzum (111-14-148)
3. Iin (111-14-010)
4. Darwinto
[1]
Al-Mughni(II/622), Badai’
ash-Shannai’(II/4-5),al-Mujmu’(V/329),al-Muhalla(V/205) dan Fiqh az-Zakah
(I/125)
[2]
Al-Muhalla ( V 201 ), al-Mujmu’ ( V/329, Mijmu’ al-Fatawa XXXV/17, al-Mausu’ah
( XXIII/232), dan Syarh al-Mumti’( VI/26)
[3]
Mushannaf Abdurrazzaq (6986-6992), Mushannaf Ibnu Abi Syaibah (III/149) sunan
al-baihaqi (IV/107), al-Muhalla (V/208) dan al-Amwal tulisan Abu ‘Ubaid
(hal.448).
[4]
Dhaif, diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (641 ), al-Muwaththa (secara langsung ), ad-Aruquthni ( II/ 111)
dan Abdurrazzaq (6989 ) dengan sanat dhaif. Lihat al-Irwa’ (788 )
No comments:
Post a Comment