Monday, August 15, 2016

MAKALAH SYARAT WAJIB WAKTU SHALAT,SYARAT SAH SHALAT, DAN CARA MENGERJAKAN SHALAT



SYARAT WAJIB WAKTU SHALAT,SYARAT SAH SHALAT, DAN CARA MENGERJAKAN SHALAT
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqh 1
Dosen Pembimbing : Imam Anas Hadi, M P.d.i






Disusun Oleh :
1.      Putri Nandani              (111-14-038)
2.      Hafidza Pranatari         (111-14-039)
3.      Izza Lhaila Lutfiyah    (111-14-041)

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
TAHUN AJARAN 2014/2015
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Puji syukur kami limpahkan kehadirat Allah SWT. Tuhan Semesta Alam karena atas izin dan kehendak Nya-lah makalah sederhana ini dapat kami selesaikan  tepat waktunya. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada sang suri tauladan kita bagi umat islam yaitu Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga dan sahabat beliau yang telah berjuang menegakkan ajaran agama islam yang di emban Sang Pembawa Risalah utusan Kerajaan Arsy.
Penulis dan pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah psikologi pendidikan. Adapun yang kami bahas dalam makalah sederhana ini mengenai syarat wajib waktu shalat,syarat sah shalat, dan cara mengerjakan shalat.
Kami menyadari akan kemampuan kami yang masih kurang menguasai materi ini. Dalam pembuatan makalah ini kami sudah berusaha semaksimal mungkin agar makalah ini menjadi pedoman pembelajaran. Tapi kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan disana-sini. Oleh karena itu kami mengaharapkan kritik dan juga saran agar kami lebih maju dimasa yang akan datang.
Kami mengharap, makalah ini dapat menjadi bahan ajaran dan referensi kita untuk menambah ilmu kita untuk mengarungi masa depan. Kami juga barharap makalah ini dapat berguna bagi orang lain yang membaca makalah ini.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Salatiga, 28 Agustus  2015
Tim Penyusun

PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Shalat adalah ibadah yang sangat penting bagi umat islam, karena merupakan rukun islam, yaitu rukun islam ke 2 setelah membaca kalimat syahadat.Islam didirikan atas lima tiang dan salah satunya adalah shalat, sehingga barang siapa melaksanakan shalat maka ia mendirikan agama islam, dan jika meninggalkannya maka ia meruntuhkan agama islam.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian shalat?
2.      Apa saja syarat wajib shalat?       
3.      Apa saja syarat sah shalat?
4.      Kapan masuk waktu shalat?
5.      Bagaimana cara mengerjakan shalat dengan baik dan benar?
C.    Tujuan
1.      Mengetahui pengertian dari shalat
2.      Mengetahui syarat-syarat wajib waktu shalat
3.      Mengetahui syarat-syarat sah shalat
4.      Mengetahui kapan masuk waktu shalat
5.      Mengetahui cara mengerjakan shalat dengan baik dan benar

PEMBAHASAN

A.    Pengertian Shalat
Shalat berasal dari kata shallaa (صَلَّى) yang berarti berdo’a, sedangkan  menurut istilah adalah ucapan-ucapan dan tindakan-tindakan yang dimulai dengan takbir serta diakhiri dengan mengucapkan salam, dengan menggunakan syarat-syarat tertentu.[1] Kebanyakan orang menyebut shalat sebagai sembahyang, namun kata sembahyang sebenarnya kurang tepat kalau dipakai untuk mengartikan kata shalat, sebab sembahyang berarti menyembah dan memuja Hyang atau Dewata. [2]
B.       Syarat Wajib Shalat
Kewajiban shalat itu dibebankan atas orang yang memenuhi syarat-syarat yaitu: Islam, baligh, berakal, dan suci. Orang kafir tetap berdosa karena tidak mengerjakan shalat. Akan tetapi, mereka tidak dituntut melakukan sebab shalat itu tidak sah dilakukan oleh orang kafir. Orang murtad, jika masuk islam kembali, wajib mengqadha shalat yang di tinggal selama masa murtadnya, sebab kewajiban shalat itu tidak gugur oleh kemurtadannya.[3]
Anak-anak , orang yang hilang akal karena gila atau sakit, dan tidak wajib melakukan shalat berdasarkan sabda Rasul:
رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثٍ عَنِ النَّاىِٔمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَعَنِ الصَّبِيِّ حَتَّى
 يَحْتَلِمَ وَعَنِ الْمَجْنُوْنِ حَتَّى يَعْقِلَ
Artinya: “Diangkat qalam dari tiga orang; orang tidur sampai terjaga, anak-anak sampai dewasa, dan orang gila sampai ia sadar kembali”. (HR. Abu Daud dan Tirmidzi).[4]

Orang yang sedang haid atau nifas tidak wajib shalat, bahkan tidak sah melakukannya sesuai dengan hadits Aisyah:
كُنَّا نَحِيْضُ عِنْدَ رَسُوْلِ  اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ نَطْهُرُ
 فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْ مِ وَلَا نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلَا ةِ
                                        Artinya: ”Kami haid, di sisi Rasul Saw, kemudian suci kembali, lalu kami disuruhnya mengqadha puasa dan tidak disuruh mengqadha shalat”.

Jika orang yang memenuhi syarat ini tidak melakukan shalat, karena tidak mengakui kewajibannya, maka dengan demikian ia telah menjadi kafir dan wajib dihukum bunuh sebagai orang murtad. Sedangkan orang yang tetap mengakui kewajibannya, tetapi tidak melakukannya karena malas atau alasan lainnya, para ulama berbeda pendapat tentang hukumannya.
Ahmad ibn Hanbal, Ishaq, dan Ibn Al-Mubarak berpendapat bahwa orang tersebut telah menjadi kafir dan wajib dibunuh. Sedangkan Malik, Abu Hanifah, dan Syafi’i, berpendapat bahwa orang tersebut masih tetap muslim, tetapi ia berdosa besar dan wajib dihukum bunuh.
Shalatlah yang membedakan antara orang muslim dengan orang kafir sehingga jika orang tersebut tidak melakukan shalat, berarti ia telah menjadi kafir. Misalnya hadits:
العَهْدُ  الَّذِيْ بَيْنَنَا وَبيْنَهُمْ الصَّلَا ةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْكَفَرَ
Artinya: “ Perkara (yang membedakan) antara kita dengan mereka ialah shalat, maka barang siapa yang meninggalkannya, ia telah kafir”. [5]
C.       Syarat Sah Shalat
1.      Beragama Islam.
2.      Sudah baligh dan berakal.
3.      Suci dari hadats (besar ataupun kecil) atau najis.
4.      Suci seluruh anggota badan, pakaian, dan tempat.
5.      Telah masuk waktu yang ditentukan untuk masing-masing shalat.
6.      Mengetahui mana yang rukun dan sunnah.[6]
7.      Menutup aurat, laki-laki auratnya antara pusar sampai lutut, sedangkan wanita auratnya seluruh anggota badan, kecuali muka dan kedua telapak tangan. Dalam prakteknya, sekalipun aurat laki-laki yang ditutup hanya antara pusar dan lutut tidak berarti kalau kita mendirikan shalat menghadap Allah swt tanpa mengenakan baju, hanya bercelana atau mengenakan kain sarung.[7]
8.      Menghadap kiblat,  seperti hadits:
اِذَا  قُمْتُ اِلَى الصَّلَاةِ  فَاَسْبِغِ الْوُضُوْءَ ثُمَّ اسْتَقْبِلِ الْقِبِلِ
 الْقِبْلَةَ وَكَبِّرْ
                                   Artinya: “Apabila engkau hendak menegakkan shalat maka sempurnakanlah wudhu dan menghadaplah ke qiblat, kemudian bertakbirlah”.[8]

D.   Waktu Shalat
سُئِلَ رَسُوْلُ اللهِ عَنْ وَقْتِ الصَّلَوَاتِ، فَقَالَ: وَقْتُ صَلاَةِ الْفَجْرِ مَا لَمْ يَطْلُعْ قَرْنُ الشَّمْسِ الْأَوَّلِ، وَوَقْتُ صَلاَةِ الظُّهْرِ إِذَا زَالَتِ الشَّمْسُ عَنْ بَطْنِ السَّمَاءِ مَا لَمْ يَحْضُرِ الْعَصْرُ، وَوَقْتُ صَلاَةِ الْعَصْرِ مَا لَمْ تَصْفَرَّ الشَّمْسُ وَيَسْقُطْ قَرْنُهَا الْأَوَّلُ، وَوَقْتُ صَلاَةِ الْمَغْرِبِ إِذَا غَابَتِ الشَّمْسُ مَا لَمْ يَسْقُطِ الشَّفَقُ، وَوَقْتُ صَلاَةِ الْعِشَاءِ إِلَى نِصْفِ الْلَيْلِ
Artinya : “Rasulullah ditanya tentang waktu shalat (yang lima). Beliaupun menjawab, “waktu shalat fajar adalah selama belum terbit sisi matahari yang awal. Waktu shalat dzuhur apabila matahari telah tergelincir dari perut (bagian tengah) langit selama belum datang waktu ashar. Waktu shalat ashar selama matahari belum menguning dan sebelum jatuh (tenggelaam) sisinya yang awal. Waktu shalat maghrib adalah bila matahari telah tenggelam selama belum jatuh syafaq. Dan waktu shalat isya’ adalah sampai tengah malam”. (HR. Muslim no. 1388)[9]

1.      Subuh :, awal waktunya setelah terbit fajar sebelum terbit sisi matahari yang awal sampai terbitnya matahari kurang lebih pukul 04.20 WIB pagi sampai dengan jam 05.45 WIB. Pada jam itu sudah wajib untuk shalat subuh.
2.      Dzuhur : awal waktunya dimulai apabila matahari telah tergelincir dari bagian tengah langit atau sejak matahari condong (gelincir) ke barat, kurang kebih pukul 11.50 WIB, dan akhir waktunya ialah di saat bayangan sesuatu benda sama betul panjangnya dengan benda itu, kurang lebih pukul 15.05 WIB. Pada jam tersebut sudah di wajibkan untuk shalat dzuhur.
3.      Ashar : awal waktunya, setelah waktu dzuhur habis, yaitu selama matahari belum menguning dan sebelum jatuh (tenggelaam) sisinya yang awal dan berakhir setelah terbenamnya matahari. Kurang lebih pukul 15.05 WIB sampai pukul 17.52 WIB.
4.      Maghrib : awal waktunya setelah terbenamnya matahari dan berakhir apabila syafaq hilang. Kurang lebih antara pukul 17.52 WIB sampai dengan pukul 19.01 WIB.
5.      Isya’ : awal waktunya, setelah hilangnya teja merah sampai terbitnya fajar, yaitu kurang lebih pukul 19.01 WIB sampai dengan pukul 04.34 WIB.[10]





E.     Tata Cara Shalat
Shalat itu meliputi beberpa perbuatan dan perkataan, sebagian rukun dan sebagian lagi adalah sunnah. Jadi, kajian tentang cara melakukan shalat ini meliputi rukun dan sunah-sunnah shalat.
1.   Niat
Niat berarti menyengaja. Niat berfungsi membedakan suatu pekerjaan dengan pekerjaan lainnya, ibadah dengan yang bukan ibadah, dan ibadah yang satu dengan yang lain.
2.   Berdiri
Berdiri itu wajib sepanjang orang yang shalat itu mampu. Apabila ia tidak mampu berdiri, maka ia dapat shalat dengan duduk, dan jika duduk pun tidak mampu, ia dapat shalat dengan berbaring. Seperti dalam riwayat al-Nasa’i :
فَاِنْ لَمْ تَسْتَتِعْ  فَمُسْتَلْقِيًا لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا الَّا وُسْعَهَا
Artinya : “Maka jika engkau tidak mampu berbaring, maka shalatlah dengan menelentang, Allah tidak membebani seseorang kecuali dengan kemampuannya”.[11]

3.   Takbir
Nabi Saw selalu memulai shalatnya dengan mengucapkan: Allahu Akbar dan beliau pun pernah memerintahkan seperti itu kepada orang yang shalatnya salah seperti tersebut dalam pembicaraan terdahulu.
إ نَّهُ لاَ تَتِمُّ صَلاَ ةٌ لأَ حَدٍ مِنَ النَّا سِ حَتَّى يَتَوَضَّأ فَيَضَعَ الْوَ ضُوْءَ
 مَوَا ضِعَهُ ثُمَّ يَقُوْلُ: اَلَّلهُ اَكْبَرُ.
                             Artinya: “ Sesungguhnya shalat seseorang tidak sempurna sebelum dia berwudhu dan melakukan wudhu sesuai ketentuannya, kemudian ia mengucapkan Allahu Akbar”.[12]

4.      Mengangkat kedua Tangan
Terkadang nabi mengangkat kedua tangannya bersamaan dengan ucapan takbir, terkadang sesudah ucapan takbir, dan terkadang sebelum ucapan takbir.
كَانَ يَرْفَعُهُمَا مَمْدُوْدَۃَ الْأَصَا بِعِ]لَايُفَرِّجُ بَيْنَهَا وَلَا يَضُمُّهَا[
                           Artinya:” Beliau mengagkat kedua tangannya dengan membuka jari-jarinya lurus keatas [tidak merenggangkannya dan tidak pula menggenggamnya]”.

Dan mengangkatnya sejajar bahu, tetapi terkadang sejajar (daun) telinga.
5.   Bersedekap di Dada
كَانَ يَضَعُ الْيُمْنٰى عَلَى ظَهْرِ كَفِّهِ الْيُسْرَى وَالرُّسْغِ
وَالسَّاعِدِ
Artinya: “ Nabi Saw meletakkan (telapak tangan) kanan diatas punggung telapak, pergelangan,dan lengan bawah kirinya.”(HR. Abu Dawud, Nasa’i, Ibnu Khuzaimah).

6.   Memandang Tempat Sujud yang Khusuk
كَانَ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا صَلّٰى طَأْطَأَ رَأْ سَهُ
 وَرَمٰى بِبَصَرِهِ نَحْوَ الْأَرْضِ
Artinya: “Saat shalat Nabi Saw biasa menundukkan kepalanya dan mengarahkan pandangannya ke bumi.”

كَانَ يَنْهٰى عَنْ رَفْعِ الْبَصَرِ إِلَى السَّمَاءِ
Artinya: “Beliau melarang seseorang shalat menengadah ke langit.”

Rasulullah melarang 3 hal dalam shalat, yaitu: sujud dengan cepat seperti ayam mematuk makanan, duduk seperti iq’a-nya anjing, dan menolehnya seperti menolehnya musang.[13]

7.        Do’a-do’a Iftitah
Do’a-do’a Iftitah yang dibaca oleh Nabi Saw bermacam-macam. Dalam do’a iftitah Nabi Saw mengucapkan pujian, sanjungan, dan kalimat keagungan untuk Allah.[14]
8.      Membaca Ta’awwudz
9.      Membaca Al-Fatihah
10.  Membaca Surah dalam Al-Qur’an Setelah Al-Fatihah
11.  Ruku’
Sekurang-kurangnya rukuk itu ialah menunduk sedemikian rupa sehingga telapak tangannya dapat diletakkan ke lutut. Inilah yang wajib dilakukan ketika ruku’. Ruku’ yang sempurna ialah dengan menunduk sampai punggungnya rata dengan leher seperti selembar papan, kedua kakinya diluruskan, kedua lutut dipegang dengan telapak tangan, dan jari-jari tangannya direnggangkan menghadap kiblat.
Tuma’ninah pada ruku’ ialah bahwa anggota tubuhnya tenang dalam keadaan ruku’ itu, sehingga gerak turunnya ke ruku’ itu benar-benar terpisah dari gerak naiknya untuk bangkit kembali.
12.  I’tidal
I’tidal ialah mengembalikan semua anggota tubuh kepada posisinya sebelum ruku’, baik dalam shalat berdiri maupun duduk. Sebagian ulama mengatakan bahwa memanjangkan i’tidal yang tidak pada tempatnya dapat membatalkan shalat, kecuali pada waktu qunut atau i’tidal dalam shalat tasbih. [15]

13.  Sujud
Yaitu, meletakkan dahi ke lantai disertai tekanan bobotnya. Sujud dengan meletakkan serbannya saja, tidak memadai. Demikian juga sujud diatas kain yang terlilit di bahu, atau diatas lengan bajunya,yang ikut bergerak dengan gerakannya. Selain dahi, wajib pula meletakkan perut kedua telapak tangan dan jari-jarinya, kedua lutut, dan perut jari-jari kedua kaki ke lantai.[16]
14.    Duduk Diantara Dua Sujud
15.    Tasyahud Awal
Duduk tasyahud awal dilakukan saat pada raka’at kedua, kalau shalat kita tiga raka’at atau empat raka’at, posisi duduknya yaitu: dengan sikap kaki kanan tegak, dan kaki kiri diduduki, sambil membaca tasyahud/tahyat awal. Pada saat bacaan tasyahud telah sampai pada illahllah,telunjuk tangan kanan sunnah diangkat tanpa digerak-gerakkan.[17]
16.    Tasyahud Akhir
Cara duduk pada tasyahud Akhir ialah sebagai berikut:
a.       Usakan pantat menempel di alas(sajadah), dan kaki kiri dimasukkan ke bawah kaki kanan.
b.      Jari-jari kaki kanan tetap menekan ke alas(sajadah)
Bacaan tasyahud akhir sama dengan tasyahud awal yang ditambah dengan shalawat atas keluarga nabi Muhammad Saw.
17.    Salam
Pada waktu membaca salam yang pertama, muka kita menengok ke kanan dan waktu membaca salam kedua, muka kita menengok ke kiri. [18]
Setelah berdo’a, Rasulullah SAW selalu mngusap wajahnya dengan kedua tangannya. Begitu pula orang yang telah selesai melaksanakan shalat, ia juga disunnahkan mengusap wajah dengan kedua tangannya. Sebab shalat secara bahasa berarti berdo’a karena di dalamnya terkandung do’a-do’a kepada Allah SWT Sang Khaliq. Sehingga orang yang mengerjakan shalat juga sedang berdo’a. Maka wajar jika setelah shalat ia juga disunnahkan mengusap muka.[19]

Di dalam mengerjakan shalat, hendaknya dilakukan dengan khusyu’, karena khusyu’ merupakan perkara yang sangat penting dan merupakan tujuan dari shalat yang kita kerjakan. Khusyu’ adalah kondisi dimana seseorang melakukan shalat dengan memenuhi segala syarat, rukun, dan sunnah shalat, serta dilakukan dengan tenang, penuh konsentrasi, meresapi dan menghayati ayat juga semua dzikir yang dibaca dalam shalat.
Dengan cara inilah shalat yang kita lakukan setiap hari akan menjadi khusyu’ serta memberikan implikasi yang positif dalam kehidupan kita. Yakni mencegah manusia dari perbuatan buruk dan kemungkaran. Melihat arti pentingnya khusyu’ dalam shalat, Syaikh Ali Ahmad al-Jurjawi berkata bahwa ketika seorang hamba telah mampu melaksanakan shalat dengan khusyu’ , berarti ia telah sampai pada tingkaat keimanan yang sempurna.namun begitu, harus diakui bahwa khusyu’  ini merupakan perkara yang sangat berat sekali. Apalagi bagi kita yang masih awam. Kalau kenyataannya seperti itu, minimal yang bisa kita lakukan adalah bagaimana khusyu’ itu bisa terwujud dalam shalat kita walaupun hanya sesaat.[20] Sebagaimana yang dikatakan oleh Imam al-Ghazali : “Maka tidak mungkin untuk mensyaratkan manusia agar menghadirkan hati (khusyu’)dalam seluruh shalatnya. Karena tidak semua orang mampu mengerjakannya, kecuali sedikit sekali orang yang mampu melaksanakannya. Karena itu, maka yang dapat disyaratkan adalah bagaimana dalam shalat itu bisa khusyu’ walaupun hanya sesaat saja”[21]
Begitulah pendapat Imam al-Ghazali tentang khusyu’, meskipun sangat berat untuk dilakukan, namun setidaknya dalam shalat kita terdapat khusyu’ meskipun sekejap.


PENUTUP
A.    Kesimpulan
                   Shalat berasal dari kata shallaa (صَلَّى) yang berarti berdo’a, sedangkan  menurut istilah adalah ucapan-ucapan dan tindakan-tindakan yang dimulai dengan takbir serta diakhiri dengan mengucapkan salam, dengan menggunakan syarat-syarat tertentu.
Kewajiban shalat itu dibebankan atas orang yang memenuhi syarat-syarat yaitu: Islam, baligh, berakal, dan suci.
                        Syarat sah shalat antara lain ; beragama Islam, sudah baligh dan berakal, suci dari hadats atau najis (anggota badan, pakaian, dan tempat), telah masuk waktu yang ditentukan untuk masing-masing shalat, mengetahui mana yang rukun dan sunnah, menutup aurat (baik laki-lakki maupun perempuan), menghadp kiblat.
                        Shalat Subuh awal waktunya setelah terbit fajar sebelum terbit sisi matahari yang awal sampai terbitnya matahari. Sedangkan Dzuhur awal waktunya dimulai apabila matahari telah tergelincir dari bagian tengah langit atau sejak matahari condong (gelincir) ke barat. Shalat Ashar ialah awal waktunya, setelah waktu dzuhur habis, yaitu selama matahari belum menguning dan sebelum jatuh (tenggelaam) sisinya yang awal dan berakhir setelah terbenamnya matahari.Shalat Maghrib awal waktunya setelah terbenamnya matahari dan berakhir apabila syafaq hilang. Shalat Isya’ awal waktunya, setelah hilangnya teja merah sampai terbitnya fajar. Tata cara melaksanakan shalat antara lain ; niat, berdiri, takbir, mengangkat kedua tangan,bersedekap di dada, memandang tempat sujud,doa iftitah, membaca ta’awwudz, membaca Al-Fatihah, membaca surah dalam Al-Qur’an,ruku’,i’tidal, sujud,duduk diantara dua sujjud, tasyahud awaal dan akhir, salam


B.     Saran
Dalam melaksanakan shalat, hendaklah memperhatikan syrat wajib shalat,syarat sah shalat, waktu masuk shalat, dan tata cara mengerjakan shalat yang baik dan benar, tidak lupa juga menghadirkan khusyu’ dalam shalat.


























DAFTAR PUSTAKA

Abdusshomad, Muhyiiddin. 2004. Fiqh Tradisionalis. Cet. Ke-1. Jember: Pustaka Bayan Malang.
Al-Albani, Muhammad Nashiruddin. 2009. Sifat Shalat Nabi Saw. Cet. Ke-2. Yogyakarta: Media Hidayah.
Al-Barasy, M. Lutfi. t.t. Tuntunan Shalat Lengkap. Surabaya: t.p..
Al-Bashal, Ali Abu. 2006. Keringanan-keringanan dalam Shalat. Cet. Ke-1. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Fachrurrozy, Moh. 1983. Kunci Ibadah. Jakarta: Pustaka Amani.
Nasution, Lahmuddin. t.t. Tuntunan Shalat Lengkap. Surabaya: Anugerah.


[1] Ali Abu Al-Bashal, Keringanan-keringanan dalam Shalat,Cet. Ke-1, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006), hlm. 1.
[2] Moh. Fachrurrozy, Kunci Ibadah, (Jakarta: Pustaka Amani,1983), hlm. 26.
[3] Lahmuddin Nasution, Fiqh 1, (t.k.: t.p., t.t.), hlm. 57.
[4] Ibid., hlm. 58.
[5] Lahmuddin Nasution, Fiqh 1,  hlm. 58.
[6] M. Lutfi Al Barasy, Tuntunan Shalat Lengkap, (Surabaya: Anugerah, t.t.), hlm. 28.
[7] Moh. Fachrurrozy, Kunci Ibadah, hlm. 29.
[8] Lahmuddin Nasution, Fiqh 1, hlm. 64.
[9] http://asysyariah.com/waktu-waktu-shalat-2/ ,pada tanggal 15 September 2015 pukul  16.15
[10]Moh. Fachrurrozy, Kunci Ibadah, hlm. 31.

[11] Lahmuddin Nasution, Fiqh 1, hlm. 60-62.
[12] Muhammad  Nashiruddin Al-Albani, Sifat  Shalat Nabi  Saw, hlm. 101.
[13]Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Sifat Shalat Nabi Saw, hlm.  hlm. 104-106.
[14] Muhammad  Nashiruddin Al-Albani, Sifat Shalat Nabi Saw, hlm. 109.
[15] Lahmuddin Nasution, Fiqh 1, hlm. 72-73.
[16]Lahmuddin Nasution, Fiqh 1, hlm. 73-74.
[17]Muyiddin Abdusshomad, Fiqh Tradisionalis,Cet.Ke-1,(Jember : Pustaka Bayan Malang, 2004),hlm. 103.
[18]M. Lutfi Al Barasy, Tuntunan Shalat Lengkap, hlm. 38-40.
[19]Muyiddin Abdusshomad, Fiqh Tradisionalis, hlm. 104-105.
[20]Ibid, hlm. 106-107.
[21]Muyiddin Abdusshomad, Fiqh Tradisionalis, hlm. 108.

No comments:

Post a Comment

MAKALAH HAKIKAT KURIKULUM DALAM PENDIDIKAN

MAKALAH HAKIKAT KURIKULUM DALAM PENDIDIKAN Disusun guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengembangan Kurikulum Dosen Pengampu : Hesti...