Monday, August 15, 2016

MAKALAH MUSTAHIQ ZAKAT



 “MUSTAHIQ ZAKAT”
Diajukan Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqh 1
Dosen Pengampu : Imam Anas Hadi, M.Pd.I.

Description: Description: Description: Description: Description: G:\fuad\Logo_IAIN_Salatiga.jpg
                                                          

                                                           Disusun oleh :
Darwinto Ariyanto     ( 111-14-174)
Ayatul Uliya               (111-14-175)
Imam Syahroni           (111-14-178)



FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
INSTUTUT AGAMA ISLAM NEGERI ( IAIN ) SALATIGA

TAHUN AKADEMIK
2015/2016
BAB I
PENDAHULUAN

Salah satu dari lima rukun Islam adalah zakat, sama dengan puasa, sembahyang dan naik hajji. Oleh karena itu setiap orang Islam wajib melaksanakan zakat itu sesuai dengan hukum dan ketentuan-ketentuan yang berlaku. Tidak boleh dilakukan semau kita atau menurut pendapat kita saja.
Tidak seorangpun diperbolehkan membuat peraturan-peraturan yang bertalian dengan zakat kalau peraturan itu bertentangan dengan peraturan yang telah ditetapkan Allah dan Rasul dalam al-Qur’an dan Hadits Nabi. Salah satu segi persoalan adalah masalah “ashnaf yang delapan” , yaitu orang-orang yang berhak menerima zakat.
Zakat diberikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya, tidak boleh diberikan kepada siapa pun selain kepada yang sudah ditetapkan Tuhan dalam al-Qur’an, karena jika zakat diberikan kepada selain yang ditetapkan Tuhan maka dianggap belum shah dan orang yang wajib zakat masih berutang kepada Tuhan.[1]


BAB II
PEMBAHASAN

1.      Pengertian Zakat
Secara bahasa, zakat berarti tumbuh, berkembang, dan berkah. Orang yang mengeluarkan zakat, hartanya tidak akan habis melainkan akan tumbuh berkembang serta menjadi lebih berkah. Zakat juga dapat diartikan membersihkan atau mensucikan. Orang yang berzakat berarti mensucikan harta benda dan diri pribadi. Seikutperti firman Allah Swt sebagai berikut:[2]

خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَ تُزَكِّيْهِمْ بِهَا وَ صَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلوتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ، وَ اللهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ .

Artinya : “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS. At-Taubah : 103)

Secara terminologi syariah (istilah syara’), zakat berarti kewajiban atas harta atau kewajiban atas harta tertentu untuk kelompok tertentu dalam waktu tertentu. Atau sejumlah harta tertentu yang diwajibkan oleh Allah swt. Untuk diberikan kepada para mustahik (orang yang berhak menerima zakat) yang disebutkan dalamAL-Qur’an.[3]
Menurut Undang-undang RI No. 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, yang dimaksud zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau barang  yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerima.[4]

2.      Hukum Zakat
Zakat adalah salah satu rukun islam, oleh karena itu, hukum zakat adalah
wajib (fardhu) atas setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu, zakat termasuk dalam kategori ibadah (seperti shalat, haji, dan puasa) yang telah diatur berdasarkan AL-Qur’an dan as-sunnah.[5]

3.      Jenis-jenis Zakat
 Zakat ada dua macam yaitu :
a)      Zakat Nafs (jiwa)
  Disebut juga Zakat Fitrah yaitu zakat yang harus dikeluarkan oleh setiap muslim yang hidup di akhir bulan Ramadhan, baik anak-anak atau dewasa, laki-laki atau perempuan, budak atau merdeka, apabila ada kelebihan bahan makanan sebanyak satu sa’. Seperti sabda Nabi Muhammad Saw :

فَرَضَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَدَقَةَ الفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ عَلَى النَّاسِ صَاعًا مِنْ قَمْحٍ أَوْ صَاعًا مِنْ سَعِيْرٍ عَلَى كُلِّ ذَكَرٍ وَ أُنْثٰى حُرِّ وَ عَبْدٍ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ .

Artinya: “Rasulullah SAW menfardlukan zakat fitrah setelah puasa Ramadlan kepada orang Islam berupa  satu Shâ’ gandum atau satu Shâ’ kurama atau satu Shâ’ gandum atas setiap laki-laki ataupun perempuan, merdeka maupun hamba sahaya dari orang-orang Islam.

Sedangkan waktu mengeluarkan zakat menurut jumhur ulama’ adalah :
1)      Waktu wajib membayar zakat fitrah yaitu ditandai dengan tenggelamnya matahari di akhir bulan Ramadhan.
2)      Boleh mendahulukan pembayaran zakat fitrah di awal.
Zakat Fitrah yang diberikan kepada fakir miskin bertujuan memberi kegembiraan kepada fakir miskin melalui pemberian makanan agar mereka bisa ikut merayakan hari raya Idul Fitri dengan penuh kemenangan dan kebahagiaan.[6]
b)      Zakat Mal ( Harta )
Menurut Undang-undang RI No. 38 Tahun 1999 tentang Pengolaan Zakat pada penjelasan Pasal 11 ayat (1) dijelaskan bahwa zakat mal adalah bagian harta yang disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.
Zakat harta hanya di keluarkan jika jumlah harta kekayaan sampai pada nilai tertentubatas minimal ( nisab ) dan telah dimiliki dalam tempo cukup setahun (haul).
a.       Harta yang wajib dizakati harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
·         Milik sendiri
·         Cukup nisab
·         Sesuai kadar zakat
·         Mencapai satu tahun (al-Haul)
b.      Harta yang wajib dizakati
Harta yang wajib dizakati antara lain : Emas, perak, harta perniagaan, profesi/gaji, hasil tanaman/pertanian, binatang ternak (sapi, kerbau, kambing), harta temuan (rikaz), saham/tabungan, benda produktif (kontrakan).

Adapun orang-orang yang berhak menerima zakat (mustahiq) adalah mereka yang telah ditetapkan Allah dalam AL-Qur’an. Mereka adalah delapan golongan seperti tercantum dalam surat At-Taubah (9) : (60).[7]

إنّما الصّدقات للفقراء و المساكين و العاملين عليها و المؤلّفة قلوبهم و في الرّقاب و الغارمين و في سبيل الله و ابن السّبيل، فريضة من الله، و الله عليم حكيم.

Artinya : “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”.
( Q.S.at-Taubah 9 : 60 ).

Ayat-ayat diatas menjelaskan bahwa penyaluran zakat itu hanya diserahkan kepada delapan golongan. Berikut adalah penjelasan satu persatu dari delapan golongan tersebut:
1.      Fakir, yaitu orang yang tidak mempunyai harta, pekerjaan dan usaha atau orang ynag memiliki harta, pekerjaan, dan usaha, tetapi hasilnya sangat kecil, sehingga tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada prinsipnya orang fakir adalah orang yang hidup materialnya sangat kurang. Orang fakir itu, baik ia menyatakan maupun tidak dinyatakan kepayahannya hidupnya, diketahui oleh umum.[8] Berkenaan dengan masalah fakir ini perlu diperhatikan:
a.       Orang yang jauh dari hartanya, atau mempunyai piutang tetapi belum jatuh temponya, tetap berhak atas zakat sebagai orang fakir.
b.       Orang yang cakap berusaha, tetapi tidak dapat melakukanya karena sibuk dengan kegiatan menuntut dan mengajarkan al-Qur’an atau ilmu-ilmu lain yang tergolong fardhu kifayah, boleh menerima zakat sebagai fakir, tetapi mereka yang dapat belajar sambil berusaha, atau yang tidak cukup cerdas untuk dapat menguasai ilmu-ilmu yang dipelajarinya, atau yang tinggal di madrasah tanpa belajar, tidak berhak menerima zakat.
c.       Orang yang tidak berusaha karena menyibukan diri dengan melakukan ibadah-ibadah sunnah (nawafil), tidak dibenarkan menerima zakat sebagai orang fakir, sebab berusaha dan hidup mandiri lebih baik daripada melakukan ibadah sunnah, tetapi tergantung atau selalu mengharapkan batuan orang lain.
d.      Orang yang keutuhanya dicukupi oleh kerabat atau suaminya tidak berhak atas zakat sebagai fakir.[9]
2.      Miskin, yaitu orang yang mempunyai harta , usaha, dan pekerjaan, tetapi hasilnya masih belum mencukupi keperluan hidupnya, namun tidak kekurangan seperti orang fakir, Oleh karena itu, orang miskin jarang menampakan kekurangan hidupnya dari segi material, sehingga kadang-kadang tidak diketahui orang bahwa ia itu miskin.[10]
3.      Amilin, yaitu orang-orang yang bertugas untuk mengumpulkan zakat dari orang-orang yang berzakat, dan membaginya kepada orang-orang yang berhak. Amilin atau panitia zakat itu berhak mendapat bagian dari zakat itu, sebagai imbalan jaga tugas mereka.
4.      Mualaf, yaitu orang yang dibujuk hatinya karena imannya masih lemah. Imam Malik, Syafi’i, dan Ahmad, berpendapat bahwa muallaf itu ada 4 golongan:
a.       Orang-orang ynag baru masuk islam dan imannya masih lemah. Mereka diberi zakat, sebagai bantuan untuk meningkatkan imannya.
b.      Orang Islam yang berpengaruh yang diharapkan akan mempengaruhi kaumnya yang masih kafir untuk masuk islam.
c.       Orang Islam yang berpengaruh terhadap orang kafir, yang dengan pengaruhnya kaum muslimin dapat terpelihara dari kejahatan orang-orang kafir.
d.      Orang-orang yang dapat mencegah tindakan orang-orang yang tidak mau membayar zakat (anti zakat).[11]
5.      Fi al-Riqab, yaitu hamba sahaya yang dijanjikan merdeka. Maksud al-Riqab di sini adalah para budak yang mukatab, yang dijanjikan akan merdeka bila membayar sejumlah harta kepada tuannya. Budak yang telah mengikat perjanjian kitabah secara sah dengan tuan-tuannya, tetapi tidak mampu membayarnya, dapat diberikan bagian dari zakat untuk membantu mereka memerdekakan dirinya.[12]
6.      Gharim, yaitu orang-orang yang berhutang karena kegiatannya dalam urusan kepentingan umum. Menurut Iman Syafi’i, golongan Al-Gharim ada 3 macam:
a.       Orang yang berhutang untuk mengurangi biaya mendamaikan antara orang-orang yang berselih.
b.      Orang yang berutang untuk kepentingan dirinya karena perbuatan yang bukan maksiat, dapat bagian zakat bila ia tidak mampu lagi membayar.[13]
c.       Orang yang berhutang karena menjamin hutang orang lain.[14]
7.      Fi Sabilillah, yaitu orang-orang yang berjuang di jalan Allah. Sabilillah ini meliputi kepentingan agama Islam dan umatnya. Orang yang berperang membela dan menegakkan kalimat Allah, mendapat bagian zakat bila tidak digaji, atau tentara sukarela walaupun ia orang kaya, diberikan zakat itu untuk sekadar biaya perang.
8.      Ibnu sabil, yaitu orang yang, atau akan, melakukan perjalan (musafir). Orang musafir dapat diberi dari zakat, dengan syarat:
a.       Perjalan itu tidak ditujukan untuk maksiat. Para ulama sepakat bahwa orang yang melakukan perjalanan untuk ketaatan berhak mendapat zakat. Menurut pendapat yang sahih, orang yang melakukan perjalanan untuk tujuan yang mubah pun dapat diberikan bagian zakat, sebagaimana ia berhak mendapat rukhsah seperti berbuka puasa dan mengqashar shalat.
b.      Ia kehabisan bekal, tidak mempunyai, atau kekurangan biaya untuk perjalannya sekalipun ia memiliki harta di tempat lain.[15]

Menurut Undang-undang RI No. 38 Tahun 1999 tentang pengolahan zakat pasal 16 dijelaskan bahwa :
1.      Hasil pengumpulan zakat didayagunakan untuk Mustahiq sesuai dengan ketentuan agama.
2.      Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat berdasarkan skala prioritas kebutuhan Mustahiq dan dapat dimanfaatkan untuk usaha yang produktif.
3.      Persyaratan dan prosedur pendayagunaan hasil pengumpulan zakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan keputusan menteri.
4.      Hikmah Zakat:
a.       Sebagai ungkapan rasa syukur atas nikmat yang Allah swt. berikan.
b.      Sebagai alat pembersih harta dan penjagaan dari ketamakan orang jahat.
c.       Menghindari kesenjangan sosial antara yang kaya dengan yang miskin.
d.      Untuk mengembangkan potensi umat.
e.       Sebagai dukungan moral kepada orang yang baru masuk islam.

4.      Orang Yang Tidak Berhak Meneriama Zakat
1.      Orang kaya harta benda atau uang
2.      Budak, selain budak mukatab
3.      Bani hasyim
4.      Bani mutalib
5.      Orang kafir
6.      Orang kuat berusaha yang usahanya itu selalu dapat mencukupkan belanjanya
7.      Nabi Muhammad SAW[16]



 BAB III
 PENUTUP

A.    Kesimpulan
Mustahiq Zakat adalah orang yang berhak menerima zakat. Ada 8 asnaf (golongan):
1.      Fakir
2.      Miskin
3.      ‘Amil (petugas zakat)
4.      Muallaf
5.      Riqab
6.      Ghorim
7.      Fisabilillah
8.      Ibnu sabil
Zakat dapat diberikan oleh muzakki atau orang yang memberikan zakat kepada mustahiq secara langsung atau bisa pula melalui badan amil zakat yang dikelola oleh pemerintah.

B.     Saran
Sebagai seorang muslim haruslah kita mengetahui tentang bab zakat. Siapa saja yang tergolong sebagai mustahiq zakat dan berapa takaran serta bagaimana pembagiannya.







         DAFTAR PUSTAKA

A.    Hasan. (2006). Terjemahan Bulughul Marom. Bandung: Diponegoro.
Lahmuddin Nasution. (1995). Fiqih 1. Jakarta: Ogos.
Majlis Dikdasmen. (2008). Al-Islam dan Kemuhammadiyahan. Jakarta:
Materi Pusata.
Siradjuddin ‘Abbas. (1982). 40 Masalah Agama Jilid III. Jakarta: Pustaka
Tarbiyah.       
Slamet Abidin & Moh. Suyono. (1998). Fiqih Ibadah. Bandung: Cv.
Pustaka Setia.
 
















PERTANYAAN

Termin Pertama:
1.      Sri Kususami (111-14-162)
Pertanyaan: Apakah masing-masing mustahiq zakat menerima zakat sama takarannya? Kalau sama berapa kalau tidak sama berapa jumlahnya?
Jawaban:  
Tidak sama. Ketentuan dari pembagian harta zakat ynag ditetapkan untuk 8 asnaf. Masing-masing mendapat 1/8 bagian dari total harta zakat. Namun karena syariat zakat itu punya esensi utama memberi harta kepada fakir miskin, maka hak yang diberikan kepada fakir miskin memang istimewa. Kalau harta itu masih belum mencukupi hak-hak fakir miski, maka asnaf yang lain harus dikalahkan demi kepentingan fakir miskin.
Hal ini berdasarkan dari sabda Nabi SAW kepada Muadz bin jabal ketika diutus kepada bangsa Yaman:
Harta zakat itu diambil dari orang kaya mereka dan kembalikan kepada orang fakir di antara mereka.
Maka bial asnaf tertentu tidak terdapat, hak mereka dikembalikan kepada pihak fakir da miskin. Sehingga akhirnya fakir dan miskin akan mendapatkan porsi paling besar. Sedangkan asnaf lainnya bial memang ada, haknyatetap 1/8 dan tidak boleh melebihi jatahnya itu.
Sehingga hasisl akhirnaya, meski beberapa asnaf yang lain tidak terdapat, bukan berarti yang ada  itu dibagi rata sama besar sesama asnaf yang ada.

2.      Farah Khusna H.H (111-14-164)
Pertanyaan : Apakah perbedaan antara budak dengan budak mukhatab?
Jawaban:  
Budak adalah orang yang tidak merdeka. Dia menjadi milik tuannya sebagaimana seseorang memiliki sebuah barang.
Budak mukhatab adalah budak merdeka setelah menebus dirinya pada tuannya. Budak mukhatab tidak merdeka kecuali setelah membayar semua harta, maksudnya harta yang teah disepakali didalam akad kitabah dengan mengecualikan kadar yang dipotong oleh pihak sang majikan. Contoh akad kitabah “ kamu memberikan dua dinar kepadaku (majikan) setiap cicilan memberikan satu dirham. Kemudian setelah kamu melunasinya, maka kamu merdeka”.

Termin Kedua:
1.        Novi Nurjayanti (111-14-167)
Pertanyaan: Kenapa Bani Hasyim dan Bani Mutalib tidak berhak menerima zakat?
Jawaban:
Adapun Bani Hasyim dan Bani Mutalib, mereka adalah keluarga Nabi SAW. Nabi dan keluarganya tidak halal menerima zakat. Dalam sebuah hadis disebutkan: Dari Abdullah bin Haris r.a diceritakannya sebuah hadis samapai ia berkata, “Sesungguhnya sedekah (zakat) ini hanyalah daki manusia dan sesungguhnya zakat itu tidak halal bagi Muhammad dan tidak pula bagi keluarganya Muhammad.”
Yang dimaksud dengan daki manusia, adalah daki dari harta manusia. Sebelum zakat itu dikeluarkan, berarti harta manusia itu masih kotor. Tidak dihalalkan bagi Nabi SAW. Dan keluarganya.

2.        Aminatun (111-14-057)
Pertanyaan: Apabila ada orang yang kaya raya tetapi disalah satu keluarganya itu ada sabilillah. Apakah sabilillah tersebut wajib menerima zakat atau tidak?
Jawaban:
 Wajib. Bahwa pada waktu sekarang wajib memberikan zakat bagian sabil pada sabilillah yang telah ada, sekalipun mereka itu kaya raya. Contohnya adalah Hizbullah (tentara) yang termasuk dalam sabilillah. Adapun aturan pemberian barang zakat tersebut adalah sebagai berikut:
a.       Sabilillah atau Hizbullah tadi harus diberi bilamana mereka itu akan berangkat perang atau tinggal di markas pertahanan.
b.      Para warga sabilillah tersebut yang memang wajib diberi nafkah oleh mereka harus diberi bagian dari barang zakat samapai kadar secukupnnya.
c.       Apabila warga sabilillah tersebut sudah pulang dari peperangan atau markas pertahanan, kemudian barang zakat yang telah diterima tadi ada kelebihan, sedangkan pemakaiannya cukup sederhana, maka kelebihan itu wajib dikembalikan.
d.      Orang yang wajib zakat boleh menyerahkan barang zakat tersebut pada para nazir sabilillah, untuk menerimakan pada mereka.

3.        Ifa (111-14-   )
Pertanyaan: Syarat sabilillah dan  ibnu sabil?
Jawaban :
Syarat sabilillah:
1.       Berjihad di jalan Allah (baik itu menuntut ilmu, memerangi orang kafir, mencari nafkah untuk keluarga dan membela negara).
Syarat Ibnu Sabil:
1.      Muslim dan bukan Ahlul Bait
2.      Di tangannya tidak ada harta lain
3.      Bukan perjalanan maksiat
4.      Tidak ada pihak yang bersedia meminjamkannya




Termin Ketiga:
1.        M. Mazum (111-14-   )
Pertanyaan: Bagaimana jika orang yang menerima zakat lebih banyak daripada yang memberi zakat?
Jawaban:
Jika terdapat kenyataan bahwa penerima zakat lebih banyak dibandingkan dengan pemberi zakat, maka pengurus zakat harus bisa memilah-milah siapa saja dari delapan golongan zakat itu yang paling dan benar-benar membutuhkan bagian zakat tersebut. Karna dalam pembagian zakat, yang paling diutamakan adalah fakir miskin. Karena fakir miskin itu adalah orang yang paling diistimewakan dan paling diutamakan untuk menerima zakat dibandingkan dengan mustahiq zakat yang lainnya.  


[1]Siradjuddin ‘Abbas, 40 Masalah Agama, Jakarta : Pustaka Tarbiyah,  1982, hlm. 114.
[2]A. Hasan, Terjemahan Bulughul Marom, Bandung: Diponegoro, 2006, hlm. 115.
[3]Ibid.,  Hlm. 116
[4]Majlis Dikdasmen, Al-Islam dan Kemuhammadiyahan, Jakarta: Media Pustaka, 2008, hlm. 225.
[5]Ibid., Hlm. 116-117
[6]Ibid., Hlm. 117
[7]Ibid., Hlm. 117-178
[8]Slamet Abidin dan Moh. Suyono, Fiqih Ibadah, Bandung : CV. Pustaka Setia, 1998, hlm. 226.
[9]Lahmuddin Nasution, Fiqih 1, Jakarta: Ogos, 1995, hlm. 175-176.
[10]Ibid., Hlm. 226
[11] Ibid., Hlm. 227
[12]Lahmuddin Nasution, Fiqih 1, Jakarta: Ogos, 1995, hlm. 178.
[13]Slamet Abidin dan Moh. Suyono, Fiqih Ibadah, Bandung : CV. Pustaka Setia, 1998, hlm. 227.
[14]Lahmuddin Nasution, Fiqih 1, Jakarta: Ogos, 1995, hlm. 178.
[15]Ibid., Hlm. 179-180
[16]Slamet Abidin dan Moh. Suyono, Fiqih Ibadah, Bandung : CV. Pustaka Setia, 1998, hlm. 229.

No comments:

Post a Comment

MAKALAH HAKIKAT KURIKULUM DALAM PENDIDIKAN

MAKALAH HAKIKAT KURIKULUM DALAM PENDIDIKAN Disusun guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengembangan Kurikulum Dosen Pengampu : Hesti...