“MUSTAHIQ ZAKAT”
Diajukan
Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqh 1
Dosen
Pengampu : Imam Anas Hadi, M.Pd.I.
Disusun oleh :
Darwinto
Ariyanto ( 111-14-174)
Ayatul
Uliya (111-14-175)
Imam
Syahroni (111-14-178)
FAKULTAS
TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
JURUSAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
INSTUTUT
AGAMA ISLAM NEGERI ( IAIN ) SALATIGA
TAHUN
AKADEMIK
2015/2016
BAB
I
PENDAHULUAN
Salah satu dari
lima rukun Islam adalah zakat, sama dengan puasa, sembahyang dan naik hajji. Oleh
karena itu setiap orang Islam wajib melaksanakan zakat itu sesuai dengan hukum
dan ketentuan-ketentuan yang berlaku. Tidak boleh dilakukan semau kita atau
menurut pendapat kita saja.
Tidak seorangpun
diperbolehkan membuat peraturan-peraturan yang bertalian dengan zakat kalau
peraturan itu bertentangan dengan peraturan yang telah ditetapkan Allah dan
Rasul dalam al-Qur’an dan Hadits Nabi. Salah satu segi persoalan adalah masalah
“ashnaf yang delapan” , yaitu orang-orang yang berhak menerima zakat.
Zakat diberikan
kepada orang-orang yang berhak menerimanya, tidak boleh diberikan kepada siapa
pun selain kepada yang sudah ditetapkan Tuhan dalam al-Qur’an, karena jika
zakat diberikan kepada selain yang ditetapkan Tuhan maka dianggap belum shah
dan orang yang wajib zakat masih berutang kepada Tuhan.[1]
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Zakat
Secara bahasa,
zakat berarti tumbuh, berkembang, dan berkah. Orang yang mengeluarkan zakat,
hartanya tidak akan habis melainkan akan tumbuh berkembang serta menjadi lebih
berkah. Zakat juga dapat diartikan membersihkan atau mensucikan. Orang yang
berzakat berarti mensucikan harta benda dan diri pribadi. Seikutperti firman
Allah Swt sebagai berikut:[2]
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَ
تُزَكِّيْهِمْ بِهَا وَ صَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلوتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ، وَ اللهُ
سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ .
Artinya : “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu
kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah
Maha mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS. At-Taubah : 103)
Secara
terminologi syariah (istilah syara’), zakat berarti kewajiban atas harta atau
kewajiban atas harta tertentu untuk kelompok tertentu dalam waktu tertentu.
Atau sejumlah harta tertentu yang diwajibkan oleh Allah swt. Untuk diberikan
kepada para mustahik (orang yang berhak menerima zakat) yang disebutkan
dalamAL-Qur’an.[3]
Menurut
Undang-undang RI No. 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, yang dimaksud
zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau barang yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan
ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerima.[4]
2.
Hukum Zakat
Zakat adalah
salah satu rukun islam, oleh karena itu, hukum zakat adalah
wajib (fardhu) atas setiap muslim
yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu, zakat termasuk dalam kategori
ibadah (seperti shalat, haji, dan puasa) yang telah diatur berdasarkan AL-Qur’an
dan as-sunnah.[5]
3.
Jenis-jenis Zakat
Zakat ada dua macam yaitu :
a)
Zakat
Nafs (jiwa)
Disebut
juga Zakat Fitrah yaitu zakat yang harus dikeluarkan oleh setiap muslim yang
hidup di akhir bulan Ramadhan, baik anak-anak atau dewasa, laki-laki atau
perempuan, budak atau merdeka, apabila ada kelebihan bahan makanan sebanyak
satu sa’. Seperti sabda Nabi Muhammad Saw :
فَرَضَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
صَدَقَةَ الفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ عَلَى النَّاسِ صَاعًا مِنْ قَمْحٍ أَوْ صَاعًا
مِنْ سَعِيْرٍ عَلَى كُلِّ ذَكَرٍ وَ أُنْثٰى حُرِّ وَ عَبْدٍ مِنَ
الْمُسْلِمِيْنَ .
Artinya: “Rasulullah SAW menfardlukan zakat
fitrah setelah puasa Ramadlan kepada orang Islam berupa satu Shâ’ gandum
atau satu Shâ’ kurama atau satu Shâ’ gandum atas setiap laki-laki ataupun
perempuan, merdeka maupun hamba sahaya dari orang-orang Islam.
Sedangkan waktu mengeluarkan zakat
menurut jumhur ulama’ adalah :
1)
Waktu
wajib membayar zakat fitrah yaitu ditandai dengan tenggelamnya matahari di
akhir bulan Ramadhan.
2)
Boleh
mendahulukan pembayaran zakat fitrah di awal.
Zakat Fitrah
yang diberikan kepada fakir miskin bertujuan memberi kegembiraan kepada fakir
miskin melalui pemberian makanan agar mereka bisa ikut merayakan hari raya Idul
Fitri dengan penuh kemenangan dan kebahagiaan.[6]
b)
Zakat
Mal ( Harta )
Menurut
Undang-undang RI No. 38 Tahun 1999 tentang Pengolaan Zakat pada penjelasan
Pasal 11 ayat (1) dijelaskan bahwa zakat mal adalah bagian harta yang
disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki oleh orang muslim
sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.
Zakat harta
hanya di keluarkan jika jumlah harta kekayaan sampai pada nilai tertentubatas
minimal ( nisab ) dan telah dimiliki dalam tempo cukup setahun (haul).
a.
Harta
yang wajib dizakati harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
·
Milik
sendiri
·
Cukup
nisab
·
Sesuai
kadar zakat
·
Mencapai
satu tahun (al-Haul)
b.
Harta
yang wajib dizakati
Harta
yang wajib dizakati antara lain : Emas, perak, harta perniagaan, profesi/gaji,
hasil tanaman/pertanian, binatang ternak (sapi, kerbau, kambing), harta temuan
(rikaz), saham/tabungan, benda produktif (kontrakan).
Adapun
orang-orang yang berhak menerima zakat (mustahiq) adalah mereka yang telah
ditetapkan Allah dalam AL-Qur’an. Mereka adalah delapan golongan seperti
tercantum dalam surat At-Taubah (9) : (60).[7]
إنّما الصّدقات للفقراء و المساكين و العاملين عليها و
المؤلّفة قلوبهم و في الرّقاب و الغارمين و في سبيل الله و ابن السّبيل، فريضة من
الله، و الله عليم حكيم.
Artinya : “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang
fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk
hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan
Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan
yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”.
( Q.S.at-Taubah 9 : 60 ).
Ayat-ayat diatas menjelaskan bahwa penyaluran zakat itu hanya
diserahkan kepada delapan golongan. Berikut adalah penjelasan satu persatu dari
delapan golongan tersebut:
1. Fakir, yaitu orang yang tidak mempunyai harta, pekerjaan dan usaha atau orang
ynag memiliki harta, pekerjaan, dan usaha, tetapi hasilnya sangat kecil,
sehingga tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada prinsipnya orang
fakir adalah orang yang hidup materialnya sangat kurang. Orang fakir itu, baik
ia menyatakan maupun tidak dinyatakan kepayahannya hidupnya, diketahui oleh
umum.[8] Berkenaan
dengan masalah fakir ini perlu diperhatikan:
a. Orang yang jauh
dari hartanya, atau mempunyai piutang tetapi belum jatuh temponya, tetap berhak
atas zakat sebagai orang fakir.
b. Orang yang cakap berusaha, tetapi tidak dapat
melakukanya karena sibuk dengan kegiatan menuntut dan mengajarkan al-Qur’an atau
ilmu-ilmu lain yang tergolong fardhu kifayah, boleh menerima zakat sebagai
fakir, tetapi mereka yang dapat belajar sambil berusaha, atau yang tidak cukup
cerdas untuk dapat menguasai ilmu-ilmu yang dipelajarinya, atau yang tinggal di
madrasah tanpa belajar, tidak berhak menerima zakat.
c. Orang yang tidak
berusaha karena menyibukan diri dengan melakukan ibadah-ibadah sunnah (nawafil), tidak dibenarkan menerima
zakat sebagai orang fakir, sebab berusaha dan hidup mandiri lebih baik daripada
melakukan ibadah sunnah, tetapi tergantung atau selalu mengharapkan batuan
orang lain.
d. Orang yang
keutuhanya dicukupi oleh kerabat atau suaminya tidak berhak atas zakat sebagai
fakir.[9]
2. Miskin, yaitu orang yang mempunyai harta , usaha, dan pekerjaan, tetapi hasilnya
masih belum mencukupi keperluan hidupnya, namun tidak kekurangan seperti orang
fakir, Oleh karena itu, orang miskin jarang menampakan kekurangan hidupnya dari
segi material, sehingga kadang-kadang tidak diketahui orang bahwa ia itu
miskin.[10]
3. Amilin, yaitu orang-orang yang bertugas untuk mengumpulkan zakat dari orang-orang
yang berzakat, dan membaginya kepada orang-orang yang berhak. Amilin atau
panitia zakat itu berhak mendapat bagian dari zakat itu, sebagai imbalan jaga
tugas mereka.
4. Mualaf, yaitu orang yang dibujuk hatinya karena imannya masih lemah. Imam Malik,
Syafi’i, dan Ahmad, berpendapat bahwa muallaf itu ada 4 golongan:
a. Orang-orang ynag
baru masuk islam dan imannya masih lemah. Mereka diberi zakat, sebagai bantuan
untuk meningkatkan imannya.
b. Orang Islam yang
berpengaruh yang diharapkan akan mempengaruhi kaumnya yang masih kafir untuk
masuk islam.
c. Orang Islam yang
berpengaruh terhadap orang kafir, yang dengan pengaruhnya kaum muslimin dapat
terpelihara dari kejahatan orang-orang kafir.
d. Orang-orang yang
dapat mencegah tindakan orang-orang yang tidak mau membayar zakat (anti zakat).[11]
5. Fi al-Riqab, yaitu hamba sahaya yang dijanjikan merdeka. Maksud al-Riqab di sini
adalah para budak yang mukatab, yang dijanjikan akan merdeka bila membayar
sejumlah harta kepada tuannya. Budak yang telah mengikat perjanjian kitabah
secara sah dengan tuan-tuannya, tetapi tidak mampu membayarnya, dapat diberikan
bagian dari zakat untuk membantu mereka memerdekakan dirinya.[12]
6. Gharim, yaitu orang-orang yang berhutang karena kegiatannya dalam urusan
kepentingan umum. Menurut Iman Syafi’i, golongan Al-Gharim ada 3 macam:
a. Orang yang
berhutang untuk mengurangi biaya mendamaikan antara orang-orang yang berselih.
b. Orang yang
berutang untuk kepentingan dirinya karena perbuatan yang bukan maksiat, dapat
bagian zakat bila ia tidak mampu lagi membayar.[13]
c. Orang yang
berhutang karena menjamin hutang orang lain.[14]
7. Fi Sabilillah, yaitu orang-orang yang berjuang di jalan Allah.
Sabilillah ini meliputi kepentingan agama Islam dan umatnya. Orang yang
berperang membela dan menegakkan kalimat Allah, mendapat bagian zakat bila
tidak digaji, atau tentara sukarela walaupun ia orang kaya, diberikan zakat itu
untuk sekadar biaya perang.
8. Ibnu sabil, yaitu orang yang, atau akan, melakukan perjalan (musafir). Orang musafir
dapat diberi dari zakat, dengan syarat:
a. Perjalan itu
tidak ditujukan untuk maksiat. Para ulama sepakat bahwa orang yang melakukan
perjalanan untuk ketaatan berhak mendapat zakat. Menurut pendapat yang sahih,
orang yang melakukan perjalanan untuk tujuan yang mubah pun dapat diberikan
bagian zakat, sebagaimana ia berhak mendapat rukhsah seperti berbuka puasa dan
mengqashar shalat.
b. Ia kehabisan
bekal, tidak mempunyai, atau kekurangan biaya untuk perjalannya sekalipun ia
memiliki harta di tempat lain.[15]
Menurut
Undang-undang RI No. 38 Tahun 1999 tentang pengolahan zakat pasal 16 dijelaskan
bahwa :
1. Hasil
pengumpulan zakat didayagunakan untuk Mustahiq sesuai dengan ketentuan agama.
2. Pendayagunaan
hasil pengumpulan zakat berdasarkan skala prioritas kebutuhan Mustahiq dan
dapat dimanfaatkan untuk usaha yang produktif.
3. Persyaratan dan
prosedur pendayagunaan hasil pengumpulan zakat sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) diatur dengan keputusan menteri.
4. Hikmah Zakat:
a. Sebagai ungkapan
rasa syukur atas nikmat yang Allah swt. berikan.
b. Sebagai alat
pembersih harta dan penjagaan dari ketamakan orang jahat.
c. Menghindari
kesenjangan sosial antara yang kaya dengan yang miskin.
d. Untuk
mengembangkan potensi umat.
e. Sebagai dukungan
moral kepada orang yang baru masuk islam.
4. Orang Yang Tidak Berhak Meneriama Zakat
1. Orang kaya harta benda
atau uang
2. Budak, selain budak mukatab
3. Bani hasyim
4. Bani mutalib
5. Orang kafir
6. Orang kuat berusaha
yang usahanya itu selalu dapat mencukupkan belanjanya
7. Nabi Muhammad SAW[16]
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mustahiq
Zakat adalah orang yang berhak menerima zakat. Ada 8 asnaf (golongan):
1. Fakir
2. Miskin
3. ‘Amil (petugas zakat)
4. Muallaf
5. Riqab
6. Ghorim
7. Fisabilillah
8. Ibnu sabil
Zakat dapat
diberikan oleh muzakki atau orang yang memberikan zakat kepada mustahiq secara
langsung atau bisa pula melalui badan amil zakat yang dikelola oleh pemerintah.
B. Saran
Sebagai seorang muslim haruslah kita mengetahui tentang bab zakat. Siapa
saja yang tergolong sebagai mustahiq zakat dan berapa takaran serta bagaimana
pembagiannya.
DAFTAR PUSTAKA
A. Hasan. (2006). Terjemahan Bulughul Marom. Bandung:
Diponegoro.
Lahmuddin Nasution. (1995). Fiqih 1.
Jakarta: Ogos.
Majlis Dikdasmen. (2008). Al-Islam
dan Kemuhammadiyahan. Jakarta:
Materi Pusata.
Siradjuddin ‘Abbas. (1982). 40
Masalah Agama Jilid III. Jakarta: Pustaka
Tarbiyah.
Slamet Abidin & Moh. Suyono. (1998). Fiqih Ibadah. Bandung: Cv.
Pustaka Setia.
PERTANYAAN
Termin Pertama:
1. Sri Kususami (111-14-162)
Pertanyaan: Apakah masing-masing
mustahiq zakat menerima zakat sama takarannya? Kalau sama berapa kalau tidak
sama berapa jumlahnya?
Jawaban:
Tidak sama. Ketentuan
dari pembagian harta zakat ynag ditetapkan untuk 8 asnaf. Masing-masing
mendapat 1/8 bagian dari total harta zakat. Namun karena syariat zakat itu
punya esensi utama memberi harta kepada fakir miskin, maka hak yang diberikan
kepada fakir miskin memang istimewa. Kalau harta itu masih belum mencukupi
hak-hak fakir miski, maka asnaf yang lain harus dikalahkan demi kepentingan
fakir miskin.
Hal ini berdasarkan
dari sabda Nabi SAW kepada Muadz bin jabal ketika diutus kepada bangsa Yaman:
Harta zakat itu diambil dari orang kaya mereka dan kembalikan kepada orang
fakir di antara mereka.
Maka bial asnaf
tertentu tidak terdapat, hak mereka dikembalikan kepada pihak fakir da miskin.
Sehingga akhirnya fakir dan miskin akan mendapatkan porsi paling besar. Sedangkan
asnaf lainnya bial memang ada, haknyatetap 1/8 dan tidak boleh melebihi
jatahnya itu.
Sehingga hasisl
akhirnaya, meski beberapa asnaf yang lain tidak terdapat, bukan berarti yang
ada itu dibagi rata sama besar sesama
asnaf yang ada.
2. Farah Khusna H.H
(111-14-164)
Pertanyaan : Apakah perbedaan
antara budak dengan budak mukhatab?
Jawaban:
Budak adalah orang yang tidak
merdeka. Dia menjadi milik tuannya sebagaimana seseorang memiliki sebuah
barang.
Budak mukhatab adalah budak merdeka
setelah menebus dirinya pada tuannya. Budak mukhatab tidak merdeka kecuali
setelah membayar semua harta, maksudnya harta yang teah disepakali didalam akad
kitabah dengan mengecualikan kadar yang dipotong oleh pihak sang majikan.
Contoh akad kitabah “ kamu memberikan dua
dinar kepadaku (majikan) setiap cicilan memberikan satu dirham. Kemudian
setelah kamu melunasinya, maka kamu merdeka”.
Termin Kedua:
1.
Novi Nurjayanti (111-14-167)
Pertanyaan: Kenapa Bani Hasyim
dan Bani Mutalib tidak berhak menerima zakat?
Jawaban:
Adapun Bani Hasyim dan
Bani Mutalib, mereka adalah keluarga Nabi SAW. Nabi dan keluarganya tidak halal
menerima zakat. Dalam sebuah hadis disebutkan: Dari Abdullah bin Haris r.a diceritakannya sebuah hadis samapai ia
berkata, “Sesungguhnya sedekah (zakat) ini hanyalah daki manusia dan
sesungguhnya zakat itu tidak halal bagi Muhammad dan tidak pula bagi
keluarganya Muhammad.”
Yang dimaksud dengan daki manusia, adalah daki dari harta
manusia. Sebelum zakat itu dikeluarkan, berarti harta manusia itu masih kotor.
Tidak dihalalkan bagi Nabi SAW. Dan keluarganya.
2.
Aminatun (111-14-057)
Pertanyaan: Apabila ada orang
yang kaya raya tetapi disalah satu keluarganya itu ada sabilillah. Apakah
sabilillah tersebut wajib menerima zakat atau tidak?
Jawaban:
Wajib. Bahwa pada waktu sekarang wajib memberikan zakat bagian sabil pada
sabilillah yang telah ada, sekalipun mereka itu kaya raya. Contohnya adalah
Hizbullah (tentara) yang termasuk dalam sabilillah. Adapun aturan pemberian
barang zakat tersebut adalah sebagai berikut:
a. Sabilillah atau
Hizbullah tadi harus diberi bilamana mereka itu akan berangkat perang atau
tinggal di markas pertahanan.
b. Para warga sabilillah
tersebut yang memang wajib diberi nafkah oleh mereka harus diberi bagian dari
barang zakat samapai kadar secukupnnya.
c. Apabila warga
sabilillah tersebut sudah pulang dari peperangan atau markas pertahanan,
kemudian barang zakat yang telah diterima tadi ada kelebihan, sedangkan
pemakaiannya cukup sederhana, maka kelebihan itu wajib dikembalikan.
d. Orang yang wajib zakat
boleh menyerahkan barang zakat tersebut pada para nazir sabilillah, untuk
menerimakan pada mereka.
3.
Ifa (111-14- )
Pertanyaan: Syarat sabilillah dan
ibnu sabil?
Jawaban :
Syarat sabilillah:
1. Berjihad di jalan Allah (baik itu menuntut
ilmu, memerangi orang kafir, mencari nafkah untuk keluarga dan membela negara).
Syarat Ibnu Sabil:
1. Muslim dan bukan Ahlul
Bait
2. Di tangannya tidak ada
harta lain
3. Bukan perjalanan
maksiat
4. Tidak ada pihak yang
bersedia meminjamkannya
Termin Ketiga:
1.
M. Mazum (111-14- )
Pertanyaan: Bagaimana jika orang
yang menerima zakat lebih banyak daripada yang memberi zakat?
Jawaban:
Jika terdapat
kenyataan bahwa penerima zakat lebih banyak dibandingkan dengan pemberi zakat,
maka pengurus zakat harus bisa memilah-milah siapa saja dari delapan golongan
zakat itu yang paling dan benar-benar membutuhkan bagian zakat tersebut. Karna
dalam pembagian zakat, yang paling diutamakan adalah fakir miskin. Karena fakir
miskin itu adalah orang yang paling diistimewakan dan paling diutamakan untuk
menerima zakat dibandingkan dengan mustahiq zakat yang lainnya.
[1]Siradjuddin ‘Abbas, 40 Masalah Agama, Jakarta : Pustaka
Tarbiyah, 1982, hlm. 114.
[2]A. Hasan, Terjemahan Bulughul Marom, Bandung:
Diponegoro, 2006, hlm. 115.
[4]Majlis Dikdasmen, Al-Islam dan Kemuhammadiyahan, Jakarta:
Media Pustaka, 2008, hlm. 225.
[5]Ibid., Hlm. 116-117
[6]Ibid., Hlm. 117
[7]Ibid., Hlm. 117-178
[8]Slamet Abidin dan Moh.
Suyono, Fiqih Ibadah, Bandung : CV.
Pustaka Setia, 1998, hlm. 226.
[9]Lahmuddin Nasution, Fiqih 1, Jakarta: Ogos, 1995, hlm.
175-176.
[11] Ibid., Hlm. 227
[12]Lahmuddin Nasution, Fiqih 1, Jakarta: Ogos, 1995, hlm. 178.
[13]Slamet Abidin dan Moh. Suyono,
Fiqih Ibadah, Bandung : CV. Pustaka
Setia, 1998, hlm. 227.
[14]Lahmuddin Nasution, Fiqih 1, Jakarta: Ogos, 1995, hlm. 178.
[15]Ibid., Hlm. 179-180
[16]Slamet Abidin dan Moh.
Suyono, Fiqih Ibadah, Bandung : CV.
Pustaka Setia, 1998, hlm. 229.
No comments:
Post a Comment