Monday, August 15, 2016

MAKALAH ETIKA DAN BUDAYA JAWA KEHARMONISAN



MAKALAH
ETIKA DAN BUDAYA JAWA
KEHARMONISAN
Dosen Pengampu : Drs. Wido Murwadi, M.Pd
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Etika Dan Budaya Jawa


 
Disusun oleh :
Aida Dwi Rahmawati       (111-13-042)
Anisa Amalia Ulfa             (111-13-068)
Wahyu Ratna Ningtyas     (111-13-269)
Aprilia Erawati                  (111-14-008)

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2015
Daftar Isi

Halaman Judul...........................................................................................................i
Lembar Daftar Isi ....................................................................................................ii
Kata Pengantar........................................................................................................iii

BAB I        PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang ...............................................................................1
B.     Rumusan Masalah ..........................................................................2
C.     Tujuan..............................................................................................2
BAB II       PEMBAHASAN
A.    Pengertian Keharmonisan...............................................................3
B.     Berperan dalam sebuah keharmonisan............................................4
C.     Menemukan sebuah keharmonisan.................................................5
D.    Menempatkan keharmonisan..........................................................6
E.     Aplikasi keharmonisan pendidikan muslim keluarga, sekolah, dan masyarakat ......................................................................................6
F.      Menciptakan rasa keharmonisan yang baik....................................7
BAB III     PENUTUP
A.    Kesimpulan.....................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................9


KATA PENGANTAR

Dengan Rahmat, Taufiq dan Hidayah Allah SWT., pemakalah dapat menyelesaikan penulisan makalah yang berjudul: Keharmonisan.
Shalawat serta salam tercurah kepada Nabi Muhammad SAW. yang telah membawa umat manusia dari zaman jahiliyah dan zaman tidak berakhlak kepada zaman yang berilmu pengetahuan dan berakhlak mulia seperti yang kita rasakan pada saat sekarang ini.
Dalam makalah ini kami mencoba untuk memaparkan mengenai pengertian keharmonisan. Selain itu, kami juga akan memaparkan tentang berperan dalam sebuah keharmonisan, menemukan sebuah keharmonisan, menempatkan keharmonisan, dan mengaplikasikannya dalam kehidupan. Dan pada bagian akhirnya pemakalah akan mencoba menyimpulkannya.
Akhir kata, pemakalah menyadari penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.
Terima kasih.

Salatiga, 8 Oktober 2015

PEMAKALAH

 

PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Mengapa keluargamu tidak harmonis? Demikian pertanyaan seorang teman pada kawannya, terkai dengan keluarga kawannya yang terlihat sering bertengkar dan tidak mesra. Kedekatan dan kemersaan yang ditunjukkan oleh sebuah keluarga menunjukkan nilai harmonis tersebut. Alat musik yang menunjukkan suara merdu dan nyaman jika didengarkan, musik tersebut suaranya disebut harmoni. Keserasian, keselarasan, kehangatan, keterpaduan, dan kerukunan menunjukkan harmoni ini.[1]
Setiap individu ingin hidup harmonis dalam artian harmonis-kreatif yang progresif dan dinamis. Progrevitas dan dinamika hidup merupakan tuntutan kehidupan itu sendiri seperti halnya harmoni. Kehidupan tanpa keharmonisan kurang memiliki makna, tetapi keharmonisan tanpa dinamika akan menghilangkan nilai kehidupan.
Masyarakat Jawa adalah masyarakat yang menjunjung tinggi unggah-ungguh atau tatakrama. Tatakrama yang detail dalam segala perilaku. Ada sebutan mikul, dhuwur, mendem, jero (mengangkat tinggi dan mengubur dalam-dalam) digunakan untuk memberikan pesan agar orang berkenan menghormati orang tua dan pimpinan, ojo ngono ora ilok (jangan begitu tidak baik), tidak baik dinyatakan dengan ora ilok, menunjukkan bahwa ada pesan sakral, dan masih ada pesan sesanti yang dipakai oleh orang Jawa.





B.     Rumusan Masalah
1.         Apa yang dimaksud dengan keharmonisan?
2.         Siapa saja yang berperan dalam sebuah keharmonisan?
3.         Dimana saja kita bisa menemukan sebuah keharmonisan?
4.         Kapan saja kita bisa menempatkan sebuah keharmonisan?
5.         Mengapa keharmonisan perlu untuk diaplikasikan dalam kehidupan?
6.         Bagaimana cara menciptakan keharmonisan yang baik?
C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian dari keharmonisan.
2.      Untuk mengetahui siapa saja yang berperan dalam sebuah keharmonisan.
3.      Untuk mengetahui dimana kita bisa menemukan sebuah keharmonisan.
4.      Untuk mengetahui kapan menempatkan sebuah keharmonisan.
5.      Untuk mengetahui arti keharmonisan dalam aplikasi kehidupan.
6.      Untuk mengetahui cara menciptakan keharmonisan yang baik.











BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Keharmonisan
Pemaknaan kata seperti ini seperti ini sesuai dengan kata harmoni ini yang berasal dari bahasa Inggris harmonius yang berarti rukun, seiaskata; harmonius relationship yang berarti hubungan yang rukun; harmonize yang berarti perpadanan, seimbang, cocok, berpadu; harmony berarti keselarasan, keserasian, kecocokan,  kesesuaian, kerukunan (to be in harmony with the universe , berkeselarasan dengan alam semesta)[2].
Harmoni dalam konteks hakikat merujuk pada adanya keserasian, kehangatan, keterpaduan, dan kerukunan yang mendalam dengan sepenuh jiwa melibatkan apek fisik dan psikis sekaligus. Boleh jadi seorang terlihat atau memperlihatkan adanya harmonitas lahir terhadap seseorang, tetapi dalam batinnya ada pertentangan dan pertikaian diantara mereka. Hal ini bukan hakikat harmoni. Harmoni sebenarnya merujuk pada keselarasan lahir-batin yang ada pada diri individu dan sosial.
Tentang harmoni, orang sering teringat akan musik Gending atau musik jawa juga  sispapun adalah mengisyaratkan adanya nilai harmoni di dalamnya. Keserasian antara gambang, suling, gendang, gong, dan lainnya yang terpadu dalam satu alunan lagu dan syair yang enak dan nyaman didengar, juga menunjukkan sisi harmoni didalamnya, atau paling tidak insan seni yang memainkan tidak sedang harmonis dalam hatinya. Musik tersebut bisa dicipta sebagai simbol prote pada lingkungannya. Musik orang yang sedang marah. Kemarahan seseorang menunjukan dalam dirinya sedang diharmoni.
Kehidupan ideal bagi siapapun adalah kemampuan menciptakan sebuah budaya dan tradisi hidup yang harmonis secara fisik-psikis dalam bermasyarakat dan berbangsa dengan dinamika hidup yang tinggi untuk menggapai keluhuran peradaban dan kemanusiaan. Cita-cita demikian menjadi dambaan setiap individu dan komunitas sosial, di antaranya adalah masyarakat Jawa yang memiliki filosofi rukun agawe santoso, kerukunan dan keharmonisan akan membuat kehidupan dalam kesantosaan atau kebahagiaan, meskipun antara idealitas-normatif dengan realitas-historis belum tentu sejalan di lingkungan masyarakat Jawa.
B.     Berperan dalam sebuah keharmonisan
Harmonitas sosial merupakan harapan semua orang termasuk orang Jsawa. Dalam pepatah Jawa sering disebut “Rukun agawe santosa”, bahwa kerukunan antar sesama akan membawa kesejahteraan hidup. Pertengkaran hanya akan mendatangkan kesengsaraan hidup manusia. Sejarah telah berbicara banyak tentang kehancuran hidup individu sampai dengan kehancuran negara adidaya karena ada disharmoni dan pertikaian internal. Kekalahan seringkali disebabkan oleh diri sendiri.
Harmonitas sosial dicapai jika tidak terjadi konflik-konflik sosial. Bukan berarti dengan adanya perbedaan dan keragaman dimasyarakat itu lalu disebut sebagai konflik, karena keragaman dan keberadaan  merupakan bagian dari syarat terwujudnya keharmonisan sosial. Tanpa pluralitas atau kemajemukan tidak bisa ditemukan istilah harmonis, rukun, selaras, serasi, bersatu, dan semacamnya. Keberbedaan dan keragaman tersebut akan membentuk keharmonisan jika dikelola dengan baik dan tidak menjadikan di antaranya bertabrakan atau berbenturan dengan yang lain.
Pemaknaan terhadap harmonitas sosial bisa dipahami dari kata harmonis yang searti dengan kata serasi, selaras, rukun, dan semacamnya. Menjaga keharmonisan sosial berarti menjaga agar kehidupan sosial selalu ada dalam keserasian, keselarasan, dan kerukunan. Berlawanan dengan hal tersebut adalah disharmoni yang merupakan kondisi dimana keserasian, keselarasa, dan kerukunan, tidak terwujud dalam lingkungan sosial, yang ada adalah pertikaian, perseteruan, kekerasan,dan penghancuran.
Penerapan istilah harmoni dalam konteks sosial harus jelas dan profesional. Harmoni yang sebenarnya ialah, jika semua interaksi sosial berjalan secara wajar dan tanpa adanya tekanan-tekanan atau pemaksaan-pemaksaan yang menyumbat jalannya kebebasan. Jadi, harmonitas sosial mensyaratkan adanya jaminan kebebasan bagi setiap anggota sosial, untuk menyalurkan aspirasinya secara terbuka, dan tidak dengan cara pemaksaan maupun dengan cara menyumbat suara rakyat melalui katup-katup pengaman. Juga bukan dengan suara sepihak yang berupa ancaman-ancaman. Sehingga masyarakat itu sungguh-sungguh berkembang dan menjadi harmonis karena ada keadilan, kemerdekaan, pemerataan, dan hak-hak asasi manusia yang dihormati dengan baik oleh semua komponen masyarakat.[3]
C.    Menemukan sebuah Keharmonisan
Keharmonisan sosial menjadi harapan setiap individu semua agama mengajarkan agar pemeluknya hidup damai dan harmonis, baik secara internal maupun eksternal. Dalam Islam, kerukunan dan keharmonisan sosial ditemukan di antaranya dalam konsep ukhuwwah, persaudaraan. Jika diklasifikasikan secara Islam seperti :
1.      Ukhuwwah islamiyah yaitu kerukunan dan hidup harmonis dengan sesma Muslim
2.      Ukhuwwah wathaniyah yaitu kerukunan dan keharmonisan hidup dengan sesama bangsa berujud sikap nasionalisme, yang menjaga kerukunan disamping kebinekaan warga bangsa.
3.      Ukhuwwah basyariyah kerukunan sesama manusia dimanapun individu berada, berujud sikap internasionalisme yang berdimensi global, menghilangkan sekat-sekat fanatisme, dan mengembangkan pluralisme didunia internasional untuk kemanusiaan dan peradaban.
4.      Ukhuwah alamiyah yaitu persaudaraan dan keharmonisan hidup dengan sesama penduduk alam semesta, makhluk Tuhan, yaitu dengan menjalin kerja sama dan cinta dengan seama penduduk alam raya, dengan hewan, tumbuhan, tanah, air, udara,, dan semacamnya.
D.    Menempatkan keharmonisan
Paseduluran atau persaudaraan menjadi tema penting dalam budaya Jawa. Kesetiaan dalam persahabatan menjadi tolok ukur dalam martabat seseorang. Persaudaraan dan persahabatan bagi orang Jawa dipegang kuat-kuat. Orang yang telah memutuskan untuk pindah ke suatu lingkungan yang baru dan berencana untuk menetap untuk seterusnya, tetap ia becita-cita untuk mampu berkomunikasi dengan desa asalnya, tempat dimana darah kelahirannya tumpah dan ari-ari (tali pusarnya) ditanam.
E.    Mengaplikasikan keharmonisan pendidikan muslim dalam keluarga, sekolah, dan masyakarat.
1.      Keluarga
Keluarga yang secara edukatif disebut sebagai keluarga yang harmonis memiliki indikator:
a)      Tradisi komunikasi vertikal (beribadah kepada Tuhan)
b)      Tradisi komunikasi horisontal yang sehat dengan sesama anggota keluarga, tetangga, dan lingkungan sosial.
c)      Tradisi silaturahmi kepada orang tua, sahabat, dan guru. Dan sebagainya.
2.      Sekolah
Sekolah yang harmonis adalah sekolah yang kondusif untuk proses pendidikan anak. Sekolah tersebut memiliki indikator:
a)      Guru yang memiliki kompetensi akademik, pedagogik, berkepribadian, dan kompetensi sosial yang utama.
b)      Perlengkapan penunjang, seperti gedung sekolah, perpustakaan, kantor, ruang ibadah, dan sebagainya.
3.      Masyarakat
Masyarakat yang harmonis dan ideal secara edukatif memiliki indikator didalamnya, antara lain:
a)      Tersedianya fasilitas penunjang, seperti kantor, gedung pertemuan, gedung kesenian, dan lain-lain.
b)      Pemimpin yang bijak, demokratis, dan berwibawa.
c)      Tradisi masyarakat dan lingkungan hidup yang terjaga dengan baik.
F.     Menciptakan rasa keharmonisan yang baik
Sebab, untuk menciptakan keharmonisan, masyarakat Jawa mewajibkan diri untuk menjalin hubungan yang baik dengan tetangga dekat dengan memperhatikan berbagai kebutuhan mereka, dan sebanyak mungkin membagi segala sesuatunya dengan mereka, sering dinyatakan sebagai berikut, “Wonten sekedhik dipundum sekedhik, wonten kathah enggeh dipundum kathah, bila ada (rezeki) sedikit, akan dibagi sedikit, tetapi bila ada banyak, juga akan dibagi banyak pula.”[4]
Mencapai tujuan kebahagiaan dan keharmonisan sosial, orang Jawa lebih suka memecahkan problem kehidupan melalui sikap mawas diri, introspeksi diri dan tepo seliro, sadar posisi terlebih dahulu, sebelum mengambil tindakan yang menimbulkan konsekuensi terhadap orang lain.[5]
Untuk mewujudkan harmonitas sosial, kepentingan pribadi atau satu kelompok dikurangi sedikit untuk memberikan ruang bagi kepentingan orang dan kelompok lain. Kesadaran untuk memberikan ruang bagi yang lain ini akan menciptakan rasa solidaritas untuk harmonitas. Perasaan demikian itu harus timbul dari masyarakat itu sendiri secara sadar tanpa dipaksakan. Tidak ada lagi intimidasi dengan menuduh orang yang berbeda pendapat dan aspirasi sebagai subversif, menganggu stabilitas nasional, menganggu pembangunan, dan sebagainya. Kalau itu dipaksakan, akibatnya yang terjadi sebenarnya adalah harmonitas semu.[6]





BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Harmoni dalam konteks hakikat merujuk pada adanya keserasian, kehangatan, keterpaduan, dan kerukunan yang mendalam dengan sepenuh jiwa melibatkan apek fisik dan psikis sekaligus.
Harmonitas sosial dicapai jika tidak terjadi konflik-konflik sosial. Bukan berarti dengan adanya perbedaan dan keragaman dimasyarakat itu lalu disebut sebagai konflik, karena keragaman dan keberadaan  merupakan bagian dari syarat terwujudnya keharmonisan sosial. Tanpa pluralitas atau kemajemukan tidak bisa ditemukan istilah harmonis, rukun, selaras, serasi, bersatu, dan semacamnya. Keberbedaan dan keragaman tersebut akan membentuk keharmonisan jika dikelola dengan baik dan tidak menjadikan di antaranya bertabrakan atau berbenturan dengan yang lain.
Keharmonisan sosial menjadi harapan setiap individu semua agama mengajarkan agar pemeluknya hidup damai dan harmonis, baik secara internal maupun eksternal.
Paseduluran atau persaudaraan menjadi tema penting dalam budaya Jawa. Kesetiaan dalam persahabatan menjadi tolok ukur dalam martabat seseorang.
Untuk menciptakan keharmonisan, masyarakat Jawa mewajibkan diri untuk menjalin hubungan yang baik dengan tetangga dekat dengan memperhatikan berbagai kebutuhan mereka, dan sebanyak mungkin membagi segala sesuatunya dengan mereka, sering dinyatakan sebagai berikut, “Wonten sekedhik dipundum sekedhik, wonten kathah enggeh dipundum kathah, bila ada (rezeki) sedikit, akan dibagi sedikit, tetapi bila ada banyak, juga akan dibagi banyak pula.”

DAFTAR PUSTAKA
Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka. 1994.
Lubis, Muchtar, “Harmonitas Sosial yang Bagaimana?” dalam Majalah Pesantren No.4/Vol. V/ 1988.
Masruri, Bukhori, “Konflik Boleh, tapi yang Sopan” dalam Majalah Pesantren No. 4/Vol. V/1998.
Roqib, Moh, Harmoni dalam Budaya Jawa. Purwokerto: STAIN Purwokerto Press. 2007.
Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, dalam Kamus Beasar Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1988.


[1] Menurut Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, dalam Kamus Beasar Bahasa Indonesia (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988), h 299.  Harmoni diartikan dengan keselarasan, sedang harmonis berarti selaras, serasi.
[2] John M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia (Jakarta:Gramedia, 1996), hlm.290.
[3] Muchtar Lubis, “Harmonitas Sosial yang Bagaimana?” dalam Majalah Pesantren No.4/Vol. V/ 1988, h 35.
[4] Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa, Jakarta: Balai Pustaka, 1994, h 441.
[5] Roqib, Harmoni dalam Budaya Jawa, Purwokerto:STAIN Purwokerto Press, 2007, h 62.
[6] Bukhori Masruri, “Konflik Boleh, tapi yang Sopan” dalam Majalah Pesantren No. 4/Vol. V/1998, h 43.

No comments:

Post a Comment

MAKALAH HAKIKAT KURIKULUM DALAM PENDIDIKAN

MAKALAH HAKIKAT KURIKULUM DALAM PENDIDIKAN Disusun guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengembangan Kurikulum Dosen Pengampu : Hesti...