MAKALAH
BEBERAPA PERBEDAAN PENDAPAT TENTANG PUASA
OLEH EMPAT MADZHAB
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Perbandingan Madzhab
Dosen Pengampu: M Hanif M. Hum
Disusun Oleh:
Agus Rohman (111-14-160)
Program
Studi Pendidikan Agama Islam
Fakultas
Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Institut
Agama Islam Negeri
Salatiga
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Puasa adalah rukun Islam yang ketiga. Karena itu setiap orang yang
beriman, setiap orang islam yang mukallaf wajib melaksanakannya. Melaksanakan
ibadah puasa ini selain untuk mematuhi perintah Allah adalah juga untuk menjadi
tangga ke tingkat takwa, karena takwalah dasar keheningan jiwa dan keluruhan
budi dan akhlak.
Akan tetapi di antara pelaksanaanya terdapat banyak sekali ulasan
perbedaan antar madzhab mengengenahi hal- hal yang berkaitan dengan puasa. Di
lingkungan sekitar penulis contohnya, banyak sekali perdebatan megenahi hal-
hal yang bersangkutan dengan puasa tersebut. Oleh karena itu makalah ini
ditulis agar pembaca mengetahui bagaimana dasar dan pendapat ulama’ madzhab
mengenahi masalah tersebut.
B.
Rumusan
Masalah
Pembahasan dalam makalah ini hanya fokus pada permasalahan berikut:
1. Apa pengertian puasa?
2. Bagaimana perbedaan pendapat para imam madzhab mengenai hal- hal
mengenahi puasa?
C. Tujuan Penulisan
1.
Untuk
memahami mengenahi ibadah puasa
2.
Untuk
mengetahui perbedaan pendapat tentang hal- hal yang bersangkuan dengan puasa
menurut empat madzhab.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Puasa
Puasa menurut
bahasa berarti menahan atau mencegah. Sedangkan menurut syara’ adalah suatu
amal-amal ibadah yang dilaksanakan dengan cara menahan diri dari segala sesuatu
yang membatalkan puasa mulai terbit fajar sampai terbenam mtahari disertai niat
kareena allah dengan syarat dan rukun tertentu[1].
Dengan demikian dapat diartikan bahwa puasa ialah suatu ibadah yang
dilakukan dengan cara menahan diri dari makan, minum dan segala sesuatu yang
membatalkannya sejak terbitnya matahari hingga terbenamnya matahari dengan
syarat dan rukun yag telah ditentukan dengan tujuan agar kita bertaqwa, seperti
yang telah dijelaskan dalam firman Allah swt dalam surat Al Baqarah ayat 183:
يَٰٓأَيُّهَا
ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ كُتِبَ عَلَيۡكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ
مِن قَبۡلِكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ ١٨٣
“Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”.
B.
Hukum
Berpuasa
Para ahli fiqh telah sepakat menetapkan bahwa puasa dalam bulan
ramadhan hukumnya wajib. Kewajiban puasa dibulan ramadhan ditetapkan
berdasarkan Al-Qur’an. Adapun dasar Al-Qur’an adalah firman Allah sebagai
berikut:
تَتَّقُونَ لَعَلَّكُمْ قَبْلِكُمْ مِنْ الَّذِيْنَ
عَلَىكُتِبَ كَمَا الصِّيَامُ عَلَيْكُمُ كُتِبَ آمَنُوا الَّذِيْنَ أَيُّهَا يَا
“hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa (QS 2:183).[2]
Dalam sejarah agama-agama di dunia dikatakan bahwa semua agama yang
dianut umat manusia mengenal puasa dan menjadikannya sebagai salah satu bentuk
ritual. Namun umumnya, pada agama-agama terdahulu puasa dilakukan sebagai tanda
berkabung, kemalangan dan duka cita. Artinya yaitu mereka berpuasa pada saat
menerima musibah tersebut.
C.
Rukun
puasa
1.
Niat
Niat itu bersunber dari dalam lubuk hati orang yang akan berpuasa.
Sebab itu, niat yang hanya diucapkan secara lisan tidak dianggap sebagai niat.
Batas waktu dari niat puasa para ulama fiqih berbeda pendapat. Imam
Malik dan Al-Laits bin Saad berpendapat bahwa niat hendaklah dilakukan pada
malam hari hingga terbit fajar, baik untuk puasa fardhu ataupun puasa sunnah.
Dalam penerapannya ada banyak sekali perbedaan pendapat mengenahi
niat berpuasa, khususnya dalam waktu pelaksanaannya, baik puasa wajib maupun
puasa sunnah diantaranya ialah sebagai berikut;
a). Menurut pendapat Imam Syafi’I dan Imam Ahmad, waktu niat puasa
fardhu adalah pada sebagian malam. Sementara itu niat puasa sunnah boleh
dilakukan pada waktu malam hari atau siang hari.
b). Menurut pendapat Imam Hanafi, waktu niat untuk puasa sunnah dan
puasa fardhu yang ditentukan waktunya boleh pada sebagian malam dan siang,
yaitu sebelum tergelincir matahari. Sedangkan untuk puasa yang tidak ditentukan
waktunya, niatnya adalah sebelum terbit fajar.
Oleh karena itu jelaslah bahwa sebaik-baiknya niat dilakukan pada
waktu malam hari ini salah satu cara untuk mencegah kelupaan yang menjadi
persoalan sekarang adalah apakah cukup seseorang itu berniat satu malam saja?
Atau apakah niat itu wajib dilakukan setiap malam?
c). Menurut pendapat pengikut mazhab Maliki dan Ishak, niat pada
satu malam saja itu daianggap sah, sehingga niat untuk malam-malam berikutnya
tidak wajib, namun disunnahkan untuk dilakukan.
2.
Meninggalakan
sesuatu yang membatalkan puasa mulai dari terbit fajar hingga terbenam
matahari.[3]
D.
Perbedaan
Pendapat Mengenahi Orang Mabuk Atau Pinsan
Telah dijelaskan diatas bahwa puasa Ramadhon itu wajib ain’ bagi
tiap mukallaf. Dan yang dinamakan mukalaf itu adalah orang yang sudah baligh
dan berakal. Maka puasa tidak diwajibkan bagi orang yang gila ketika sedang
gila. Dan kalau dia berpuasa maka puasanya tidak sah. Anak kecil tidak
diwajibkan untuk berbuka puasa, tetapi puasanya tetap sah, kalau dia sudah
mumayyiz. Dan tidak boleh tidak , bahwa syarat sahnya puasa adalah islam dan disertai
niat.
Dalam permasalahan ini para imam madzhab memiliki berbagai
perbedaan yang sangat mendalam, dengan kata ada berbagai pendapat yang berbeda
mengenahi masalah hukum orang yang mabuk atau pingsan saat berpuasa, yaitu
diantara adalah sebagai berikut;
1). Syafi’I; menurut syafi’i bagi orang yang mabuk atau pingsan
kalau perasaan orang yang mabuk atau pingsan hilang sepanjang waktu puasa, maka
puasanya tidak sah. Tetapi kalau hanya sebagian waktu saja, mqkq puasanya sah.
Namun bagi orang yang pingsan wajib meng-qodho’nya secara mutlak. Baik
pingsanya disebabkan oleh diri sendiri atau karena dipaksa. Tetapi bagi orang
yang mabuk tidak wajib meng-qodho’nya kecuali mabuknya disebabkan oleh dirinya
secara khusus.
2). Maliki: orang yang mabuk dan pingsan mulai dari terbitnya
fajar sampai terbenamnya matahari , atau
tidak sadar dari sebagian besar waktunya berpuasa, maka puasanya tidak sah.
Tetapi kalau tidak aadar hanya setengah hari, atau lebih sedikit dan mereka sadar
pada waktu niat, dan berniat, kemudian jatuh mabuk dan pingsan, maka mereka
tidak diwajibkan meng-qodho’nya. Waktu niat puasa menurut adalah dari magrib sampai fajar.
3). Hanafi: orang yang pingsan adalah seperti orang gila, dan orang
gila hukumnya : kalau gilanya selama satu bulan ramadhan penuh, maka dia tidak
diwajibkan meng-qodho’nya. Tetapi kalau gilanya
itu hanya setangah bulan, dan setengah bulan akhir nya ai sadar, maka
dia tetap harus berpuasa,dan wajib mengganti hari-hari yang ditinggalkan pada
waku gila.
4). Hambali: bagi orang yang mabuk dan pingsan wajib
meng-qodho’nya, baik karena perbuatan diri sendiri atau karena dipaksa.
5). Imamiyah: hanya bagi orang yang mabuk saja yang, wajib
menggantinya baik karena perbuatan sendiri atau tidak, tetapi bagi orang
pingsan tidak dieajibkan meng-qodhonya sekalipun pingsanya hanya sebentar[4].
Dari berbagai pendapat tersebut, dikarenakan di Indonesia merupakan
penganut madzhab Syafi’iyyah, jadi bagi orang yang mabuk atau pingsan kalau
perasaan orang yang mabuk atau pingsan hilang sepanjang waktu puasa, maka
puasanya tidak sah. Tetapi kalau hanya sebagian waktu saja, mqkq puasanya sah.
Namun bagi orang yang pingsan wajib meng-qodho’nya secara mutlak. Baik
pingsanya disebabkan oleh diri sendiri atau karena dipaksa. Tetapi bagi orang
yang mabuk tidak wajib meng-qodho’nya kecuali mabuknya disebabkan oleh dirinya
secara khusus.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Puasa menurut bahasa berarti menahan atau mencegah. Sedangkan
menurut syara’ adalah suatu amal-amal ibadah yang dilaksanakan dengan cara
menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan puasa mulai terbit fajar
sampai terbenam mtahari disertai niat kareena allah dengan syarat dan rukun
tertentu.
Ada banyak sekali perbedaan pendapat para imam madzhab mengenahi
puasa, diantaranya ialah perbedaan waktu niat berpuasa dan hukum puasa bagi
orang yang mabuk atau pingsan. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dari
makalh ini, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Mughniyah muhammad jawad. 2004. Fiqih Lima Mazhab. Jakarta:lentera
basritama.
Mz Labib.2007. Problematika Puasa, Zakat, Haji Dan Umrah.
Putra Jaya: Surabaya.
Ritonga rahman zainudin.1997.Fiqih Ibadah.Gaya Media Pratama.
Jakarta
[1]Labib Mz, Problematika
Puasa, Zakat, Haji Dan Umrah. Putra Jaya: Surabaya, hlm 8.
[2], Zainudin
Ritonga Rahman, Fiqih Ibadah.Gaya, Media Pratama: Jakarta
[3]Labib Mz.2007. Problematika
Puasa, Zakat, Haji Dan Umrah. Putra
Jaya: Surabaya. Hlm 12-13
[4]Muhammad jawad
mughniyah, fiqih lima mazhab,Jakarta:lentera basritama,hal. 157
No comments:
Post a Comment