Monday, August 15, 2016

MAKALAH BEBERAPA PERBEDAAN PENDAPAT TENTANG PUASA OLEH EMPAT MADZHAB



MAKALAH
BEBERAPA PERBEDAAN PENDAPAT TENTANG PUASA OLEH EMPAT MADZHAB
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Perbandingan Madzhab
Dosen Pengampu: M Hanif M. Hum
  IAIN.jpg

Disusun Oleh:
Agus Rohman (111-14-160)

Program Studi Pendidikan Agama Islam
Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Institut Agama Islam Negeri
Salatiga
2015


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Puasa adalah rukun Islam yang ketiga. Karena itu setiap orang yang beriman, setiap orang islam yang mukallaf wajib melaksanakannya. Melaksanakan ibadah puasa ini selain untuk mematuhi perintah Allah adalah juga untuk menjadi tangga ke tingkat takwa, karena takwalah dasar keheningan jiwa dan keluruhan budi dan akhlak.
Akan tetapi di antara pelaksanaanya terdapat banyak sekali ulasan perbedaan antar madzhab mengengenahi hal- hal yang berkaitan dengan puasa. Di lingkungan sekitar penulis contohnya, banyak sekali perdebatan megenahi hal- hal yang bersangkutan dengan puasa tersebut. Oleh karena itu makalah ini ditulis agar pembaca mengetahui bagaimana dasar dan pendapat ulama’ madzhab mengenahi masalah tersebut.
B.     Rumusan Masalah
Pembahasan dalam makalah ini hanya fokus pada permasalahan berikut:
1. Apa pengertian puasa?
2. Bagaimana perbedaan pendapat para imam madzhab mengenai hal- hal mengenahi puasa?
C. Tujuan Penulisan
1.      Untuk memahami mengenahi ibadah puasa
2.      Untuk mengetahui perbedaan pendapat tentang hal- hal yang bersangkuan dengan puasa menurut empat madzhab.


BAB II
PEMBAHASAN
A.                Pengertian Puasa
            Puasa menurut bahasa berarti menahan atau mencegah. Sedangkan menurut syara’ adalah suatu amal-amal ibadah yang dilaksanakan dengan cara menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan puasa mulai terbit fajar sampai terbenam mtahari disertai niat kareena allah dengan syarat dan rukun tertentu[1].
Dengan demikian dapat diartikan bahwa puasa ialah suatu ibadah yang dilakukan dengan cara menahan diri dari makan, minum dan segala sesuatu yang membatalkannya sejak terbitnya matahari hingga terbenamnya matahari dengan syarat dan rukun yag telah ditentukan dengan tujuan agar kita bertaqwa, seperti yang telah dijelaskan dalam firman Allah swt dalam surat Al Baqarah ayat 183:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ كُتِبَ عَلَيۡكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ ١٨٣
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”.
B.                 Hukum Berpuasa
Para ahli fiqh telah sepakat menetapkan bahwa puasa dalam bulan ramadhan hukumnya wajib. Kewajiban puasa dibulan ramadhan ditetapkan berdasarkan Al-Qur’an. Adapun dasar Al-Qur’an adalah firman Allah sebagai berikut:
تَتَّقُونَ لَعَلَّكُمْ قَبْلِكُمْ مِنْ الَّذِيْنَ عَلَىكُتِبَ كَمَا الصِّيَامُ عَلَيْكُمُ كُتِبَ آمَنُوا الَّذِيْنَ أَيُّهَا يَا
hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa (QS 2:183).[2]
Dalam sejarah agama-agama di dunia dikatakan bahwa semua agama yang dianut umat manusia mengenal puasa dan menjadikannya sebagai salah satu bentuk ritual. Namun umumnya, pada agama-agama terdahulu puasa dilakukan sebagai tanda berkabung, kemalangan dan duka cita. Artinya yaitu mereka berpuasa pada saat menerima musibah tersebut.
C.                 Rukun puasa
1.      Niat
Niat itu bersunber dari dalam lubuk hati orang yang akan berpuasa. Sebab itu, niat yang hanya diucapkan secara lisan tidak dianggap sebagai niat.
Batas waktu dari niat puasa para ulama fiqih berbeda pendapat. Imam Malik dan Al-Laits bin Saad berpendapat bahwa niat hendaklah dilakukan pada malam hari hingga terbit fajar, baik untuk puasa fardhu ataupun puasa sunnah.
Dalam penerapannya ada banyak sekali perbedaan pendapat mengenahi niat berpuasa, khususnya dalam waktu pelaksanaannya, baik puasa wajib maupun puasa sunnah diantaranya ialah sebagai berikut;
a). Menurut pendapat Imam Syafi’I dan Imam Ahmad, waktu niat puasa fardhu adalah pada sebagian malam. Sementara itu niat puasa sunnah boleh dilakukan pada waktu malam hari atau siang hari.
b). Menurut pendapat Imam Hanafi, waktu niat untuk puasa sunnah dan puasa fardhu yang ditentukan waktunya boleh pada sebagian malam dan siang, yaitu sebelum tergelincir matahari. Sedangkan untuk puasa yang tidak ditentukan waktunya, niatnya adalah sebelum terbit fajar.
Oleh karena itu jelaslah bahwa sebaik-baiknya niat dilakukan pada waktu malam hari ini salah satu cara untuk mencegah kelupaan yang menjadi persoalan sekarang adalah apakah cukup seseorang itu berniat satu malam saja? Atau apakah niat itu wajib dilakukan setiap malam?
c). Menurut pendapat pengikut mazhab Maliki dan Ishak, niat pada satu malam saja itu daianggap sah, sehingga niat untuk malam-malam berikutnya tidak wajib, namun disunnahkan untuk dilakukan.
2.      Meninggalakan sesuatu yang membatalkan puasa mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari.[3]
D.                Perbedaan Pendapat Mengenahi Orang Mabuk Atau Pinsan
Telah dijelaskan diatas bahwa puasa Ramadhon itu wajib ain’ bagi tiap mukallaf. Dan yang dinamakan mukalaf itu adalah orang yang sudah baligh dan berakal. Maka puasa tidak diwajibkan bagi orang yang gila ketika sedang gila. Dan kalau dia berpuasa maka puasanya tidak sah. Anak kecil tidak diwajibkan untuk berbuka puasa, tetapi puasanya tetap sah, kalau dia sudah mumayyiz. Dan tidak boleh tidak , bahwa syarat sahnya puasa adalah islam dan disertai niat.
Dalam permasalahan ini para imam madzhab memiliki berbagai perbedaan yang sangat mendalam, dengan kata ada berbagai pendapat yang berbeda mengenahi masalah hukum orang yang mabuk atau pingsan saat berpuasa, yaitu diantara adalah sebagai berikut;
1). Syafi’I; menurut syafi’i bagi orang yang mabuk atau pingsan kalau perasaan orang yang mabuk atau pingsan hilang sepanjang waktu puasa, maka puasanya tidak sah. Tetapi kalau hanya sebagian waktu saja, mqkq puasanya sah. Namun bagi orang yang pingsan wajib meng-qodho’nya secara mutlak. Baik pingsanya disebabkan oleh diri sendiri atau karena dipaksa. Tetapi bagi orang yang mabuk tidak wajib meng-qodho’nya kecuali mabuknya disebabkan oleh dirinya secara khusus.
2). Maliki: orang yang mabuk dan pingsan mulai dari terbitnya fajar  sampai terbenamnya matahari , atau tidak sadar dari sebagian besar waktunya berpuasa, maka puasanya tidak sah. Tetapi kalau tidak aadar hanya setengah hari, atau lebih sedikit dan mereka sadar pada waktu niat, dan berniat, kemudian jatuh mabuk dan pingsan, maka mereka tidak diwajibkan meng-qodho’nya. Waktu niat puasa menurut  adalah dari magrib sampai fajar.
3). Hanafi: orang yang pingsan adalah seperti orang gila, dan orang gila hukumnya : kalau gilanya selama satu bulan ramadhan penuh, maka dia tidak diwajibkan meng-qodho’nya. Tetapi kalau gilanya  itu hanya setangah bulan, dan setengah bulan akhir nya ai sadar, maka dia tetap harus berpuasa,dan wajib mengganti hari-hari yang ditinggalkan pada waku gila.
4). Hambali: bagi orang yang mabuk dan pingsan wajib meng-qodho’nya, baik karena perbuatan diri sendiri atau karena dipaksa.
5). Imamiyah: hanya bagi orang yang mabuk saja yang, wajib menggantinya baik karena perbuatan sendiri atau tidak, tetapi bagi orang pingsan tidak dieajibkan meng-qodhonya sekalipun pingsanya hanya sebentar[4].
Dari berbagai pendapat tersebut, dikarenakan di Indonesia merupakan penganut madzhab Syafi’iyyah, jadi bagi orang yang mabuk atau pingsan kalau perasaan orang yang mabuk atau pingsan hilang sepanjang waktu puasa, maka puasanya tidak sah. Tetapi kalau hanya sebagian waktu saja, mqkq puasanya sah. Namun bagi orang yang pingsan wajib meng-qodho’nya secara mutlak. Baik pingsanya disebabkan oleh diri sendiri atau karena dipaksa. Tetapi bagi orang yang mabuk tidak wajib meng-qodho’nya kecuali mabuknya disebabkan oleh dirinya secara khusus.


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Puasa menurut bahasa berarti menahan atau mencegah. Sedangkan menurut syara’ adalah suatu amal-amal ibadah yang dilaksanakan dengan cara menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan puasa mulai terbit fajar sampai terbenam mtahari disertai niat kareena allah dengan syarat dan rukun tertentu.
Ada banyak sekali perbedaan pendapat para imam madzhab mengenahi puasa, diantaranya ialah perbedaan waktu niat berpuasa dan hukum puasa bagi orang yang mabuk atau pingsan. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dari makalh ini, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca.











DAFTAR PUSTAKA
Mughniyah muhammad jawad. 2004. Fiqih Lima Mazhab. Jakarta:lentera basritama.
Mz Labib.2007. Problematika Puasa, Zakat, Haji Dan Umrah. Putra Jaya: Surabaya.
Ritonga rahman zainudin.1997.Fiqih Ibadah.Gaya Media Pratama. Jakarta



[1]Labib Mz, Problematika Puasa, Zakat, Haji Dan Umrah. Putra Jaya: Surabaya, hlm 8.
[2], Zainudin Ritonga Rahman, Fiqih Ibadah.Gaya, Media Pratama: Jakarta
[3]Labib Mz.2007. Problematika Puasa, Zakat, Haji Dan Umrah. Putra Jaya: Surabaya. Hlm 12-13
[4]Muhammad jawad mughniyah, fiqih lima mazhab,Jakarta:lentera basritama,hal. 157

No comments:

Post a Comment

MAKALAH HAKIKAT KURIKULUM DALAM PENDIDIKAN

MAKALAH HAKIKAT KURIKULUM DALAM PENDIDIKAN Disusun guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengembangan Kurikulum Dosen Pengampu : Hesti...