MAKALAH
Asesmen dan Diagnosis Anak Berkebutuhan Khusus
Disusun
Untuk Memenuhi Tugas Pendidikan Anak
Berkebutuhan Khusus
Dosen
Pengampu: Dr. Lilik Sriyanti, M.Si.
Disusun Oleh:
Novita
Alhikmah 23040190102
Kelas PGMI C
PRODI
PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS
TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat serta hidayah-Nya kepada penyusun sehingga dapat menyususun
sebuah makalah dengan judul “ Asesmen dan Diagnosis Anak Berkebutuhan Khusus”.
Penyusunan
makalah ini didorong
atas keinginan penyusun untuk memberikan sesuatu hal yang memberikan manfaat
bagi setiap orang yang membaca. Penyusun juga mendapatkan ilmu baru atas apa
yang telah dituangkan dalam makalah
tersebut. Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr, Lilik Sriyanti, M.Si. selaku pembimbing materi dan dosen pendidikan anak berkebutuhan
khusus yang telah
membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Harapan
kami bahwa makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca untuk menambah
wawasan dan pengetahuan baru dari makalah ini mengenai Asesmen dan Diagnosis Anak
Berkebutuhan Khusus. Saran dan kritik yang membangun untuk penyusun
sangat di harapkan karena untuk menjadikan penyusun dapat memperbaiki makalah
selanjutnya.
Salatiga, 23 September 2021
DAFTAR ISI
Contents
BAB I
BAB II
A. Pengertian Asesmen dan Diagnosis
Anak Berkebutuhan Khusus.
B. Metode dan Teknik Asesmen Anak Berkebutuhan
Khusus.
C. Tujuan Asesmen Anak Berkebutuhan
Khusus.
BAB III
BAB I
PENDAHULUAN
Asesmen pembelajaran sebagai
komponen proses belajar mengajar berfungsi untuk mengetahui kekuatan,
kelemahan, dan permasalahan peserta didik khususnya ABK (Anak Berkebutuhan
Khusus). Sasaran identifikasi dan asesmen akan dapat dicapai dengan baik jika
pengelolaannya dilakukan secara sistematis baik pada tahap persiapan,
pelaksannan, dan analisis hasilnya. Oleh karena itu, keterampilan melakukan
identifikasi dan asesmen perlu dikuasai terutama oleh para calon guru atau
orang-orang yang konsen mengenai mengelola pembelajaran bagi Anak Berkebutuhan
Khusus, agar dapat menerapkan proses belajar mengajar secara profesional[1]
Ada
beberapa istilah lain yang berkaitan dengan asesmen, yaitu pengujian (testing) dan diagnosis. Kedua istilah
ini memang berhubungan erat dengan istilah asesmen tetapi bukan sinonim. Testing adalah pemberian seperangkat
pertanyaan kepada peserta testing dalam
kondisi terstruktur. Respons yang diperoleh dari tes sedapat mungkin berupa
data kuantitatif berupa angka, daftar keterampilan yang telah dikuasai, dan
sebagainya. Testing hanya merupakan
salah satu strategi dalam asesmen Pendidikan untuk mengumpulkan informasi
tentang ABK (Anak Berkebutuhan Khusus). Diagnosis adalah proses penyembuhan
yang cocok. Misalnya jenis penyakit atau kelainan dinyatakan dalam satu label
dan label tersebut sudah menunjukkan penyembuhan.[2]
Asesmen dapat dipandang
sebagai upaya yang sistematis untuk mengetahui kemampuan, kesulitan, dan
kebutuhan ABK pada bidang tertentu. Data hasil asesmen dapat dijadikan bahan
dalam penyusunan program pembelajaran secara individual. Sehubungan dengan itu,
asesmen harus menjadi kompetensi bagi seluruh guru khususnya dalam menangani
ABK.[3]
Sehingga dalam makalah ini akan dibahas mengenai ”Asesmen dan Diagnosis Anak Berkebutuhan
Khusus.’’
1. Bagaimana definisi asesmen dan diagnosis anak
berkebutuhan khusus?
2. Bagaimana metode dan teknik asesmen untuk anak
berkebutuhan khusus?
3. Bagaimana tujuan asesmen anak berkebutuhan khusus?
1. Mengetahui definisi asesmen dan diagnosis anak
berkebutuhan khusus.
2. Mengetahui metode dan teknik asesmen anak berkebutuhan
khusus.
3. Mengetahui tujuan asesmen anak berkebutuhan khusus.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Asesmen
dan Diagnosis Anak Berkebutuhan Khusus.
Istilah asesmen berasal dari
Bahasa Inggris, yaitu assement yang berarti penilaian suatu keadaan.
Penilaian yang dimaksud adalah dalam hal ini berbeda dengan evaluasi. Jika
evaluasi dilaksanakan setelah anak itu belajar dan bertujuan untuk menilai
keberhasilan anak dalam mengikuti pelajaran, asesmen tidak demikian. Menurut
Lerner (1998), dalam asesmen penilaian dilakukan pada saat anak belum diberikan
pelajaran atau setelah deteksi ditemukan bahwa ia diperkirakan anak
berkebutuhan khusus. Asesmen bukan pula
tes, melainkan tes merupakan bagian dari asesmen.
Uraian tersebut menjelaskan
bahwa asesmen merupakan usaha untuk menghimpun informasi yang relevan guna
memahami atau menentukan keadaan individu. Dalam bidang Pendidikan, asesmen
merupakan berbagai proses yang rumit untuk lebih melengkapi hasil dari tes yang
diberikan kepada siswa. Istilah asesmen memiliki makna yang berbeda dan jauh
lebih luas dibandingkan dengan istilah diagnostic, tes, dan evaluasi.
Hays PA (2007)
mendefinisikan asesmen sebagai proses
pengumpulan informasi tentang kondisi seorang anak yang akan digunakan untuk
membuat pertimbangan dan keputusan yang
berhubungan dengan anak tersebut. Tujuan utama dari asesmen adalah untuk
memperoleh informasi yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam
merencanakan program pembelajaran bagi
anak yang bersangkutan.
Pendapat Lerner (1998)
asesmen adalah proses penilaian, pengukuran,
dan atau screening terhadap
anak untuk mendapatkan informasi mengenai
aspek-aspek perkembangan dan perilaku anak berdasarkan kriteria tertentu
sehingga dapat dilakukan diagnosis dan intervensi secara tepat sesuai
kebutuhannya. Dalam uraian ini, kegiatan asesmen merupakan tindak lanjut dari
kegiatan identifikasi. Kegiatan asesmen dilakukan untuk mendapatkan informasi
yang lebih rinci, mendalam, terukur, tentang aspek tertentu dari anak
berkebutuhan khusus. Menurut Hays P (2007), aspek yang menentukan asesmen
diantaranya dapat mencakup : (a) kecerdasan; (b)kepribadian; (c) persepsi; (d)kematangan;
(e) emosi; (f) Bahasa; (g) motoric; (h) prestasi akademik non-akademik; (i)
aspek lain sesuai keperluan.
Karena sifatnya lebih rinci,
mendalam, dan terukur, alat yang digunakan dalam asesmen lebih terstandar
dibandingkan dengan alat yang digunakan dalam identifikasi. Kegiatan asesmen
biasanya dilakukan oleh tenaga professional, yaitu mereka yang memiliki
kualifikasi , kompetensi, dan kewenangan khusus untuk pelaksanaan asesmen,
diantaranya psikolog, ortopedagog, dokter, terapis, dan ahli lain. Untuk
memahaami konsep asesmen dengan benar, tulisan ini akan dimulai dengan
membandingkan pengertian asesmen dengan pengertian diagnostic, tes dan
evaluasi.[4]
Sedangkan diagnosis dari anak berkebutuhan khusus
memang sangat subjektif sifatnya. Tidak ada tes jaringan atau darah untuk
mendeteksi apakah anak mengalami autisme (masalah perkembangan pada anak yang
ditandai dengan masalah pada interaksi sosial timbal balik, komunikasi, dan
pola tingkah laku repetitif dan minat yang sempit), gangguan bipolar (gangguan
jiwa yang ditandai perubahan suasana hati, pikiran, energi, dan perilaku yang
dramatis), ADHD (gangguan yang ditandai dengan kesulitan memusatkan perhatian,
kesulitan menahan, atau kesulitan mengendalikan keinginan, dan mengendalikan
gerakan), dll.
Ketika diagnosis seperti ADHD dicap pada suatu folder,
menurut Dr. Shannon, orang tua dan para professional akan berhenti mencari
solusi lain. Dan ketakutan terbesar para orang tua adalah guru anak akan melihatnya sebagai penderita
ADHD, bukan sebagai anak. Ia percaya
bahwa ada banyak cara untuk membantu anak ini.
ADHD adalah salah satu kelainan yang paling sering
terjadi pada anak, yang dapat berlanjut sampai remaja hingga dewasa. Gejala
yang ditimbulkan meliputi kesulitan
untuk tetap focus dan memberikan perhatian, kesulitan mengontrol prilaku
sehari-hari dan hiperaktif.
Masing-masing anak tentu memiliki tingkat kepribadian,
tempramen dan tingkat energi yang berbeda-beda. Pada sebagian anak mudah
mengalami masalah perhatian yang teralihkan, selalu bertindak impulsive dan
sulit konsentrasi. Terkadang hal-hal seperti diatas dapat terjadi pada anak
yang normal dan kita seringkali keliru menegakkan doagnosa.[5]
B.
Metode
dan Teknik Asesmen Anak Berkebutuhan Khusus.
B.Seperti telah diuraikan
di atas bahwa metode atau cara yang dapat digunakan dalam melaksanakan asesmen
antara lain:
B.1.
Observasi, pengamatan yang dilakukan terhadap cara belajar siswa, tingkah laku
yang muncul pada saat siswa belajar, dan sebagainya
B.2.
Tes atau evaluasi hasil belajar, diperoleh dengan cara memberikan tes pada
setiap bidang pengajaran.
B.3.
Wawancara, dilakukan terhadap orang tua, atau keluarga, dan siswa.
Sedangkan
teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data yang diharapkan melalui metode di
atas adalah:
a.
Ceklis, yaitu memberikan tanda pada bagian-bagian yang telah ditentukan pada
pedoman sesuai dengan kemampuan anak.
b. Skala
nilai, yaitu bentuk penilaian yang mengarah pada kemampuan atau prestasi
belajar siswa.
Adapun bentuk laporan hasil pelaksanaan asesmen dapat
berupa:
a. Grafik, yaitu untuk menggambarkan posisi setiap
siswa dalam tiap-tiap bidang pengajaran
b. Data kualitatif, yaitu deskripsi singkat tentang
kemampuan siswa dalam belajar untuk setiap bidang studi
c. Data kuantitatif, yaitu data berupa angka. Supaya
tidak menyesatkan, data kuantitatif ini hendaknya selalu diiringi dengan data
kualitatif.
Ada beberapa persyaratan dalam menentukan metode
asesmen, yaitu :
a. Autentik, perilaku nyata dalam setting nyata
b. Konvergen, sumber informasi yang beragam
c. Kolaborasi, dilakukan bersama, terutama sekali
dengan pengasuh
d. Equity, mampu mengakomodasi kebutuhan khusus anak
e. Sensivitas, dapat memasukan materi yang cukup untuk
perencanaan keputusan
f. Kongruen, ada kesamaan prosedur yang diterapkan,
baik dalam pengembangan maupun evaluasinya.
Terdapat beberapa hal yang perlu dipertimbangkan
didalam melakukan asesmen sebagaimana Mary, A.Falvey, (1986) mengemukakan
tentang kapan, dimana, dan bagaimana asesmen itu dilakukan.Untuk menentukan
program pembelajaran yang relevan dan fungsional bagi anak, asesmen seyogyanya
dilakukan secara terus menerus (kontinyu). Dengan cara ini asesmen dapat
memfasilitasi belajar anak dan keterampilan yang diperoleh dari hasil belajar
akan menjadi fungsional. Melihat bagaimana perilaku anak, asesmen hendaknya
dilakukan dalam situasi alamiah (seperti di rumah, di dalam kelas, di kantin,
di asrama, dsb. di mana anak tinggal). Proses asesmen pada situasi alamiah ini
penting untuk melihat perilaku nyata anak dalam berbagai ragam
situasi/lingkungan.
Metode
dan teknik harus menjadi pertimbangan di dalam melakukan asesmen. Beberapa
teknik dapat digunakan dalam melakukan asesmen, di antaranya: observasi,
wawancara, tes, dan inventori. Namun demikian, observasi dan wawancara yang
mendalam banyak membantu menggali kemampuan, masalah, dan kebutuhan anak.
Observasi sangat berguna untuk melihat kemampuan dan keterampilan anak dalam
situasi/lingkungan yang alamiah. Perilaku itu muncul tanpa ada intervensi dan
manipulasi dari guru. Melalui lembar observasi guru hanya menandai atau
menceklis setiap perilaku yang muncul (mis.: tidak pernah, kadang-kadang,
sering, atau sering sekali), sehingga akan tampak perilaku yang menjadi masalah
pada anak tersebut. Data yang dikumpulkan dari kegiatan observasi mungkin
berkaitan erat dengan manusia, material, atau benda, dan berbagai situasi yang
berhubungan dengan anak. Berdasarkan hasil observasi, guru dapat mengembangkan
program pengembangngan perilaku yang bersifat negatif ke arah perilaku yang
bersifat positif.[6]
C. Tujuan Asesmen Anak Berkebutuhan Khusus.
Ada beberapa tujuan yang ingin dicapai terkait dengan
dilaksanakan asesmen di sekolah, khususnya bagi anak-anak berkebutuhan khusus.
Terkait dengan waktunya Slavia dkk (2010) menjelaskan adanya lima tujuan
dilaksanakannya asesmen bagi anak berkebutuhan khusus,yaitu:
1. Menyaring
kemampuan anak, yaitu untuk mengetahui kemampuan anak pada setiap aspek,
misalnya bagaimana kemampuan bahasa, kognitif, kemampuan gerak,atau penyesuaian
dirinya,
2. Pengklasifikasian,
penempatan, dan penentuan program,
3.
Penentuan arah dan tujuan pendidikan, ini terkait dengan perbedaan klasifikasi
berat ringannya kelainan yang disandang seorang anak, yang berdampak pada
perbedaan tujuan pendidikannnya,
4.
Pengembangan program pendidikan yang diindividualkan yang sering dikenal
sebagai individualized educational
program,yaitu suatu program pendidikan yang dirancang khusus secara individu
untuk anak-anak berkebutuhan khusus,
5.
Penentuan strategi, lingkungan belajar, dan evalusi pembelajaran.
Selain kelima tujuan diatas, Taylor (2000)
mengemukakan adanya dua tujuan dalam pelaksanaan asesmen, yaitu:
1. Untuk mengidentifikasi dan terkadang pemberian
label untuk kepentingan administratif masalah belajar yang dialami anak-anak
berkebutuhan khusus,
2. Untuk
memperoleh informasi tambahan yang dapat membantu dalam merumuskan tujuan
pembelajaran, dan strategi pemberian remedial bagi anak-anak yang diduga
berkebutuhan khusus. [7]
Berdasarkan dua tujuan tersebut, selanjutnya Taylor
(2000) merinci tujuan asesmen menjadi tujuh hal berikut.
1.
Identifikasi Awal (Screening)
Screening ditujukan untuk mengidentifikasi atau
menemukenali anak yang memiliki masalah akademik dan memerlukan Iayanan
pendidikan khusus.Agar tercapai tujuan ini, prosedur asesmen harus dilakukan
dengan efesien, efektif dan memiliki kesahihan yang tinggi dalam
mengidentifikasi anak-anak yang paling banyak membutuhkan bantuan.
Seorang anak yang akan diasesmen diawali dengan
identifikasi. Asesmen tersebut dapat dilakukan dengan prosedur informal
(seperti observasi, wawancara, analisis pekerjaan, dan sebagainya) maupun
prosedur formal (seperti tes prestasi belajar). Asesmen dapat juga digunakan
untuk siswa yang diduga mengalami masalah yang beresiko tinggi. Pada tahap ini
asesmen dilakukan untuk mengidentifikasi anak-anakyang membutuhkan evaluasi
tambahan. Asesmen juga ditujukan untuk mengidentifikasi anak-anak yang
membutuhkan program remedial dengan segera.
2. Menentukan dan Menilai
Strategi dan Program Pembelajaran
Asesmen dilakukan untuk menentukan strategi dan
program pembelajaran yang sesuai. Oleh karena itu informasi asesmen dapat
digunakan dalam 4 cara:
a. Sebelum seorang anak menerima layanan pendidikan
khusus,ia akan dibantu guru pendidikan umum dalam menentukan program
pembelajaran yang tepat bagi anak
b. Prosedur asesmen dapat menentukan keefektifan
strategi dan program pembelajaran.
c. Asesmen dapat memberikan informasi kebutuhan
rujukan formal.
d. Informasi rujukan dapat diwujudkan dalam program
pendidikan yang diindividualkan pada anak-anak yang
membutuhkan layanan pendidikan khusus.
3. Menentukan Tingkat Kemampuan dan Kebutuhan
Pendidikan.
Anak-anak
yang menerima layanan pendidikan khusus harus diidentifikasi kebutuhannya.
Caranya adalah dengan mengevaluasi tingkat kemampuan setiap anak, yang terdiri
dari pengukuran pra akademik, akademik, dan keterampilan sosial. Data
pengukuran tingkat kemampuan tersebut dikumpulkan oleh ahli yang terkait. Fakta
pengukuran tersebut digunakan untuk:
a. Mengidentifikasi kemampuan umum dibagian mana anak
membutuhkan bantuan.
b. Mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan anak.
c. Menentukan strategi pembelajaran dan pendekatan
remedial yang efektif pada anak.[8]
4. Keputusan Kelayakan
Layanan Pendidikan.
Data asesmen
digunakan untuk menentukan kelayakan layanan pendidikan khusus karena layanan
tersebut melibatkan pelabelan atau klasifikasi anak. Tujuan utama pelabelan dan
pengklasifikasian dalam pendidikan khusus adalah (1) untuk mengidentifikasi
anak-anak yang mengalami masalah yang cukup berarti. (2) untuk menunjukkan
hubungan antara permasalahan pendidikan dan (3) untuk memberikan informasi yang
melibatkan komunikasi profesional dalam keilmuan.
Untuk menerima layanan
pendidikan khusus, seorang anak hams memenuhi persyaratan yang diperlukan.
Kemampuan akademik, potensi intelektual, sensori dan kemampuan lainnya
dianalisis untuk menentukan kelayakan memperoleh pendidikan khusus. Jika data
yang terkumpul menunjukkan bahwa kemampuan anak rata-rata, maka ia tidak berhak
memperoleh layanan lendidikan khusus.
5. Keputusan Penempatan Program.
Informasi
asesmen harus digunakan sebagai pertimbangan untuk membuat keputusan penempatan
pendidikan yang paling sesuai bagianak-anak berkebutuhank husus.
6.
Mengembangkan Program Pendidikan individual
Jika seorang
anak memperoleh layanan pendidikan khusus formal, ia harus memiliki program
pendidikan individual (PPI). PPI ini berfungsi sebagai kontrak untuk
mengidentifikasi tujuan dan waktu pemberian layanan. Adapun komponen PPI terdiri
dari beberapa informasi berikut.
a. Pernyataan yang memuat tingkat capaian pendidikan
anak, yang meliputi:
1) Bagaimana kondisi berkebutuhan khusus anak
mempengaruhi kemajuan pendidikannya secara umum.
2) Bagaimana kondisi berkebutuhan khusus mempengaruhi
partisipasi dalam kegiatan yang sesuai dengan teman sebayanya.
b. Pernyataan tentang tujuan jangka panjang dan tujuan jangka
pendek,yang berkaitan dengan:
1) Kebutuhan anak.
2) Kebutuhan anak-anak lain yang menyebabkan gangguan
pada anak.
c. Pernyataan tentang pendidikan khusus
dan layanan terkait yang relevant yang meliputi
modifikasi program dan dukungan yang dibutuhkan anak.
1) Kemajuan dalam pendidikan umum dan keterlibatan
dalam kegiatan non akademik dan ekstrakurikuler.
2) Bagaimana menghadapi tujuan jangka panjang.
d. Penjelasan tentang perluasan jika ada
anak yang tidak berpartisipasi dengan anak-anak yang
tidak mengalami kelainan di kelas
pendidikan umum.
e. Pernyataan tentang modifikasi yang
dilakukan jika perlu atau perluasan program asesmen
atau jika tim PPI menentukan anak-anak tidak harus
berpartisipasi, yaitu:
1) Mengapa asesmen tidak sesuai.
2) Bagaimana anak-anak akan diasesmen.
f. Waktu pelaksanaan
layanan, frekuensi, lokasi, dan lamanya pemberian layanan.
Pernyataan tentang kebutuhan layanan transisi
anak-anak dalam kurikulum (misalnya pelatihan vokasional, dan sebagainya).
7. Memonitor dan Melaporkan Kemajuan (Evaluasi)
Monitor dan laporan kemajuan program layanan anak
berkebutuhan khusus ditujukan untuk melihat pengaruhnya terhadap pembelajaran.
Berbagai prosedur digunakan untuk mendokumentasikan tingkat dan jenis prestasi
tujuan yang telah ditetapkan. Informasi yang telah diperoleh digunakan untuk
membuat modifikasi program (jika dianggap penting). Asesmen pada tahap ini
bertujuan untuk:
a. Penentuan kriteria tujuan. Tujuan dan sasaran
dinyatakan dalam istilah standar baik dari segi waktu maupun keakuratannya.
b. Penentuan prosedur evaluasi yang sesuai. Tergantung pada jumlah
faktor. Dalam prakteknya, prosedur formal lebih banyak digunakan untuk menilai
tujuan jangka panjang, sedangkan prosedur informal digunakan untuk menilai
tujuan jangka pendek.
c. Penentuan jadwal evaluasi tujuan. Ditentukan pada saat PPI dikembangkan.
Idealnya evaluasi dilakukan dalam proses yang berkelanjutan, berdasarkan
prestasi anak dikelas.
Dari uraian tujuan di atas, setidaknya ada beberapa
hal penting yang perlu digarisbawahi dalam asesmen, yaitu (1) asesmen dilakukan
untuk penyeleksian anak-anak yang berkebutuhan khusus. (2) asesmen bertujuan
pula untuk penempatan siswa, sesuai dengan kemampuannya, (3) untuk merencanakan
program dan strategi pembelajaran, dan (4) untuk mengevaluasi dan memantau
perkembangan belajar siswa.
Secara khusus, sesungguhnya tujuan asesmen dapat
berorientasi pada keterampilan-keterampilan yang dimiliki oleh seorang anak,
baik dalam segi kemampuan akademik ataupun nonakademik. Keterampilan akademik
terkait dengan kemampuan anak dalam bidang-bidang skolastik atau mata pelajaran
yang membutuhkan pemikiran dan penalaran, seperti bahasa dan matematika. Disini
akan dapat diketahui dan ditentukan dalam hal apa anak mengalami permasalahan,
serta bagaimana langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk menjawab
permasalahan tersebut. Sedang keterampilan nonakademik menyangkut kemampuan
atau kesanggupan anak dalam bidang-bidang yang tidak berorientasi pada
pemikiran dan penalaran, misalnya kesenian, olahraga, vokasional, atau
kemampuan motoric.[9]
BAB III
PENUTUP
Asesmen merupakan usaha untuk menghimpun informasi yang
relevan guna memahami atau menentukan keadaan individu. Dalam bidang
Pendidikan, asesmen merupakan berbagai proses yang rumit untuk lebih melengkapi
hasil dari tes yang diberikan kepada siswa. Istilah asesmen memiliki makna yang
berbeda dan jauh lebih luas dibandingkan dengan istilah diagnostic, tes, dan
evaluasi.
Diagnosis
dari anak berkebutuhan khusus memang sangat subjektif sifatnya. Tidak ada tes
jaringan atau darah untuk mendeteksi apakah anak mengalami autisme (masalah
perkembangan pada anak yang ditandai dengan masalah pada interaksi sosial
timbal balik, komunikasi, dan pola tingkah laku repetitif dan minat yang
sempit), gangguan bipolar (gangguan jiwa yang ditandai perubahan suasana hati,
pikiran, energi, dan perilaku yang dramatis), ADHD (gangguan yang ditandai
dengan kesulitan memusatkan perhatian, kesulitan menahan, atau kesulitan
mengendalikan keinginan, dan mengendalikan gerakan), dll.
Metode atau cara yang
dapat digunakan dalam melaksanakan asesmen antara lain:
1. Observasi, pengamatan
yang dilakukan terhadap cara belajar siswa, tingkah laku yang muncul pada saat
siswa belajar, dan sebagainya
2. Tes atau evaluasi hasil
belajar, diperoleh dengan cara memberikan tes pada setiap bidang pengajaran.
3. Wawancara, dilakukan
terhadap orang tua, atau keluarga, dan siswa.
Ada
beberapa tujuan yang ingin dicapai terkait dengan dilaksanakan asesmen di
sekolah, khususnya bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Terkait dengan waktunya
Slavia dkk (2010) menjelaskan adanya lima tujuan dilaksanakannya asesmen bagi
anak berkebutuhan khusus,yaitu:
1. Menyaring
kemampuan anak, yaitu untuk mengetahui kemampuan anak pada setiap aspek,
misalnya bagaimana kemampuan bahasa, kognitif, kemampuan gerak,atau penyesuaian
dirinya,
2. Pengklasifikasian, penempatan, dan penentuan
program,
3. Penentuan arah dan tujuan pendidikan, ini terkait
dengan perbedaan klasifikasi berat ringannya kelainan yang disandang seorang
anak, yang berdampak pada perbedaan tujuan pendidikannnya,
4. Pengembangan program pendidikan yang
diindividualkan yang sering dikenal sebagai individualized educational
program,yaitu suatu program pendidikan yang dirancang khusus secara individu
untuk anak-anak berkebutuhan khusus,
5. Penentuan strategi, lingkungan belajar, dan evalusi
pembelajaran.
Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini
terdapat banyak kesalahan dan jauh dari kesempurnaan dikarenakan kurang luasnya
cakupan materi, pemahaman, pengetahuan, dan referensi yang didapatkan. Penulis
menyarankan agar pembaca dapat mencari sumber referensi lain dari buku, e-book, jurnal, ataupun sumber lainnya
yang relevan agar memperluas pemahaman mengenai materi “ Asesmen dan Diagnosis
Anak Berkebutuhan Khusus.”
Daftar Pustaka
Aziz Fikri,
Diagnosa Anak Berkebutuhan Khusus,
https:www.academia.edu/22832165/Diagnosa_anak_berkebutuhan_khusus diakses pada
tanggal 23 September 2021, pukul 11.24
Marlina.
2015 Asesmen Anak Berkebutuhan Khusus
(Pendekatan Psikoedukasional).Padang: UNP Press Padang
Samsi,
Ibnu. 2019. Identifikasi dan Asesmen
Proses Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus. Bogor: IPB Press
Yuwono,
Imam. 2015 Identifikasi dan Asesmen Anak
Berkebutuhan Khusus Setting Pendidikan Inklusif. Banjarmasin: Pustaka Banua
[1] Ibnu Samsi dan Haryanto, Identifikasi dan Asesmen Proses
Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus. (Bogor:IPB Press,2019).hlm.iv.
[2] Ibid,hlm.10
[3] Imam Yuwono, Identifikasi
dan Asesmen Anak Berkebutuhan Khusus Setting Pendidikan Inklusif, (Banjarmasin:Pustaka
Banua,2015),hlm20
[4] Ibnu Samsi dan Haryanto, Identifikasi dan Asesmen Proses
Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus. (Bogor:IPB Press,2019).hlm.11
[5] Aziz Fikri, Diagnosa Anak
Berkebutuhan Khusus, https:www.academia.edu/22832165/Diagnosa_anak_berkebutuhan_khusus
diakses pada tanggal 23 September 2021, pukul 11.24
[6] Imam Yuwono, Identifikasi dan Asesmen Anak Berkebutuhan
Khusus Setting Pendidikan Inklusif, (Banjarmasin:Pustaka Banua,2015),hlm54
[7] Marlina, Asesmen Anak Berkebutuhan Khusus (Pendekatan
Psikoedukasional) (Padang:UNP Press Padang,2015),hlm 45
[8] Ibid,hlm47
[9] Ibid,hlm.49
No comments:
Post a Comment