MAKALAH
HAKIKAT KURIKULUM DALAM PENDIDIKAN
Disusun guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengembangan Kurikulum Dosen
Pengampu : Hesti Ariestina,
S.Pd.I., M.Pd
Disusun Oleh :
Azka Awfa Ajda NIM23040190127 Arlinda
Amalia Ismawati NIM23040190138
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN GURU MADRASAH
IBTIDAIYAH FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
IAIN
SALATIGA 2022
KATA
PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa
yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya
kepada penulis sehingga dapat menyusun sebuah makalah dengan judul
“HAKIKAT KURIKULUM dalam PENDIDIKAN”.
Penyusunan makalah ini didorong atas
keinginan penulis untuk memberikan manfaat bagi setiap orang yang membaca. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Hesti Ariestina, S.Pd.I., M.Pd selaku dosen pengampu mata kuliah
Pengembangan Kurikulum. Harapan kami bahwa makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca serta
berguna untuk menambah wawasan dan pengetahuan baru mengenai Hakikat Kurikulum dalam
Pendidikan. Saran dan kritik yang membangun untuk penulis sangat diharapkan karena untuk menjadikan
penulis dapat memperbaiki makalah selanjutnya.
Ambarawa, 9 Maret 2022
Penulis
DAFTAR ISI
A. Hakikat Kurikulum
dalam Pendidikan................................................................ 6
D. Komponen dan
kedudukan Kurikulum dalam Pendidikan................................. 12
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Saat ini kita ketahui bahwasannya setiap
suatu kegiatan itu memerlukan sebuah perencanaan yang matang dan juga organisasi yang dilaksanakan harus secara
sistematis serta terstruktur agar dapat
mencapai suatu tujuan yang akan kita harapkan itu sesuai dengan yang kita
inginkan. Selain itu pula ada
pendidikan, yang diperlukan suatu progam yang terencana serta dapat
mengantarkan suatu proses
pembelajaran /pendidikan itu sampai pada tujuan yang akan kita harapkan. Dalam suatu proses, serta pelaksanaan, sampai
dengan penilaian didalam pendidikan itu harus lebih dikenal dengan istilah “Kurikulum Pendidikan” dalam dunia pendidikan.
Suatu kurikulum sangatlah berarti di
dunia pendidikan, karena kurikulum itu merupakan operasionalisasi tujuan yang dicita-citakan, bahkan sebuah tujuan tidak akan tercapai tanpa melibatkan
kurikulum pendidikan. Menurut analisa kami suatu kurikulum itu merupakan salah satu hal- hal yang penting serta menjadi
komponen pokok dalam pendidikan, dan kurikulum
sendiri juga merupakan suatu
sistem yang mempunyai komponen-komponen
tertentu.
Menurut Dinn Wahyudin dalam bukunya yang
berjudul Manajemen Kurikulum, pengertian kurikulum
dimaknakan sebagai alat pengembangan berpikir
reflektif bagi generasi
muda agar bisa mengatasi persoalan sosial yang
dihadapi sehingga kurikulum dirancang untuk penyiapan masa depan yang lebih baik.
Didalam
sebuah upaya untuk mewujudkan suatu cita-cita untuk penyelenggaraan pendidikan, sangat perlu dirumuskan suatu
kurikulum karena kurikulum itu sangatlah penting dalam membentuk manusia-manusia yang siap pakai, berkepribadian yang integral dan menjunjung tinggi suatu nilai-nilai kemanusiaan, saat penyelenggaraannya perlu suatu pengawasan berupa pengontrolan terhadap
pengaruh-pengaruh negatif yang dapat mengguncang kekokohannya.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud Hakikat Kurikulum dalam Pendidikan?
2.
Apa saja fungsi Kurikulum
dalam Pendidikan?
3.
Bagaimana peran Kurikulum dalam Pendidikan?
4.
Bagaimana komponen dan kedudukan Kurikulum dalam Pendidikan?
C. Tujuan
1.
Untuk mengetahui apa yang dimaksud Hakikat Kurikulum dalam Pendidikan.
2.
Untuk mengetahui apa saja fungsi Kurikulum dalam Pendidikan.
3.
Untuk mengetahui bagaimana peran Kurikulum
dalam Pendidikan.
4.
Untuk mengetahui bagaimana komponen
dan kedudukan Kurikulum dalam Pendidikan.
BAB II PEMBAHASAN
A. Hakikat Kurikulum dalam Pendidikan
1.
Hakikat Kurikulum
Menurut Sarinah pada mulanya suatu istilah kurikulum
itu digunakan bukan didalam bidang/
dunia pendidikan, akan tetapi dalam bidang dunia olahraga. Curriculum dalam
bahasa Yunani berasal
dari kata Curir, yang memiliki arti “Pelari”, dan Curere,
artinya “Tempat berpacu”.
Dari makna istilah yang digunakan
ini maka Curriculum adalah
suatu jarak yang harus ditempuh
oleh pelari sehingga
sampai pada garis finish yang ditetapkan. Dengan mengambil makna dari batasan
kurikulum tersebut, maka kemudian istilah
kurikulum itu digunakan dalam dunia pendidikan. Secara sederhana pada awalnya suatu kurikulum itu diartikan “Sejumlah mata pelajaran yang harus
dipelajari/ diselesaikan oleh setiap siswa atau anak didik untuk memperoleh
ijazah”. 1 menjadi tekanan dari pengertian kurikulum tersebut, yaitu: 2
a.
Isi kurikulum adalah terdiri dari mata pelajaran (subject
matter) yang diberikan oleh pihak sekolah
dan harus ditempuh oleh setiap siswa
b.
Tujuan utama pendidikan atau
kurikulum yait adalah agar siswa menguasai setiap mata pelajaran yang diberikan
dan akhirnya siswa tersebut berhak untuk mendapatkan sertifikat atau ijazah sebagai bukti telah menyelesaikan
program pendidikan.
Oemar
Hamalik dalam bukunya
Kurikulum dan Pembelajaran menyatakan bahwa kata kurikulum menjadi suatu istilah yang
digunakan untuk menunjukkan sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh untuk mencapai gelar atau ijazah. Hal
tersebut sejalan dengan pendapat Crow and Crow yang menyatakan bahwa
kurikulum adalah rancangan pengajaran yang disusun secara sistematis yang diperlukan sebagai syarat untuk
menyelesaikan suatu program pendidikan tertentu. 3
Pengertian kurikulum sebagaimana diuraikan
diatas dapat kita lihat bahwa lebih menekankan pada isi pelajaran
atau mata pelajaran, dalam arti sejumlah
mata pelajaran yang harus
ditempuh oleh peserta didik untuk memperoleh ijazah atau kenaikan kelas.
Berbeda dengan definisi yang disampaikan Hilda Taba yang lebih menekankan pada metodologi untuk mempersiapkan manusia
agar dapat berpartisipasi aktif sebagai anggota
masyarakat yang prodoktif dari suatu budaya.Tawaran
tersebut dapat dilakukan di sekolah, madrasah, di rumah, ataupun di masyarakat.
Menurut David Part yang memandang bahwa kurikulum adalah
seperangkat organisasi (sistem) yang formal pada lembaga pendidikan atau pelatihan yang mempunyai suatu perencanaan yang akan dilakukan
dengan maksud untuk
mendorong peserta didik untuk
1 Sarinah, Pengantar Kurikulum, ( Yogyakarta : Deepublish, 2015 ), hal. 2
2 Ibid,. hal. 5
3 Crow and Crow, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: Rakesarasin, 1990), Edisi
III, hlm. 75
berkembang secara menyeluruh dalam segala segi dan mengubah
tingkah laku mereka sesuai dengan
tujuan pendidikan yang ditetapkan. Definisi yang senada disampaikan oleh
Winarno dan Burhan, yang memandang bahwa kurikulum merupakan
perencanaan pendidikan yang dilaksanakan
dalam pembelajaran untuk mencapai tujuan tertentu, baik dalam situasi sekolah/ madrasah
maupun diluar sekolah/ madrasah,
yang tentunya masih dibawah pengarahan guru. 4
Berdasarkan uraian di atas kami
menganalisa mengenai kurikulum yang dapat ditarik kesimpulan bahwa kurikulum tersebut bukanlah hanya sekedar
memuat sejumlah mata pelajaran akan
tetapi bisa juga meliputi seperangkat proses atau segala usaha sekolah untuk
mencapai suatu tujuan yang diinginkan
seperti pengalaman pendidikan, kebudayaan sekolah, sumber pengajaran baik yang berada di dalam maupun di luar
sekolah seperti perpustakaan, museum, majalah, surat kabar, televisi, radio atau perangkat bahan pengajaran, baik
keras (hardware) maupun lunak (software) yang digunakan
dalam proses pembelajaran untuk mencapai
tujuan yang diinginkan.
2.
Hakikat Pendidikan
Pendidikan berasal dari kata dasar
didik, mendapatkan awalan pe- dan sisipan huruf –n- dan ditambah akhiran–an. Jadi pendidikan merupakan suatu proses
untuk menyiapan generasi muda agar
dapat menjalankan kehidupannya dan memenuhi tujuan hidupnya secara lebih baik. Menurut
Ali Murtopo dalam bukunya yang berjudul Filsafat Pendidikan Islam, pendidikan merupakan
rangkaian usaha dan cara-cara yang dipersiapkan oleh pelaku pendidikan(pendidik/guru) dengan
persiapan yang matang dan penekanan- penekanan menuju kearah proses transformasi nilai dan pembentukan kepribadian. 5 6
Menurut Hasan Basri Pendidikan adalah
usaha sistematik yang disengajakan, yang dibuat oleh sesuatu masyarakat untuk menyampaikan pengetahuan, nilai,
sikap dan kemahiran kepada ahlinya,
usaha memperkembangkan potensi individu dan perubahan yang berlaku dalam diri manusia.
Menurut
Zais pendidikan adalah proses memperluas kepedulian serta keberadaan seseorang untuk menjadi dirinya sendiri atau proses dalam
mendefinisikan keberadaan diri sendiri di tengah-tengah lingkungannya. 7
Kalau kita perhatikan pengertian yang
luas dari pendidikan sebagaimana dikemukakan
oleh Lodge, yaitu
bahwa seluruh proses
hidup dan kehidupan manusia itu adalah
suatu proses
4 Nurgiyantoro, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah, (Yogyakarta: IKIP,2012), hal. 6
5 Nurgiyantoro, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah, (Yogyakarta: IKIP,2012), hal. 6
6 Ali Murtopo, Filsafat Pendidikan Islam, (Palembang: NoerFikri Offset,
2016), hal. 7
7 Hasan Basri,
Manajemen Pendidikan dan Pelatihan, (Bandung: Pustaka Setia, 2015) Hal. 56
pendidikan. Saat kita melihat segala sesuatu yang berbau pengalaman sepanjang hidupnya merupakan
dan memberikan pengaruh pendidikan baginya. 8
3.
Hakikat Kurikulum dalam Pendidikan
Hakikat kurikulum dalam pendidikan tentu tidak bisa terpisahkan karena kurikulum
tanpa pendidikan akan apa jadinya suatu kurikulum
tersebut, begitu juga halnya suatu pendidikan yang tanpa ada kurikulum dalam
proses-proses transfer pendidikannya akan kacau tanpa di sertai kurikulum di dalamnya. Itulah hakikatnya kurikulum
dalam pendidikan itu sangatlah
penting karena dapat mempengarui setiap proses- proses pendidikan disuatu
lembaga sekolah. kurikulum sebagai
suatu program atau rencana tertulis yang harus dijadikan suatu dasar, patokan, atau standar bagi pengelolaan
sistem pendidikan secaranasional. Setiap batasan suatu kurikulum yang dianut,
tentu saja harus memiliki implikasi
yang berbeda pada penekanan penyelenggaraan sistem pendidikan dan pembelajaran pada setiap lembaga pendidikan.
Jadi dari hakikat
kurikulum dan pendidikan diatas Dadang Sukirman
dapat menyimpulkan hakikat
kurikulum dalam pendidikan itu adalah terkait dengan kurikulum sebagai suatu program, dalam Undang-undang No. 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
dijelaskan bahwa “Kurikulum adalah
suatu seperangkat rencana dan pengaturan mengenai dengan tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”(Bab I Pasal 1).
Batasan yang terkandung dalam
undang-undang tersebut mengartikan kurikulum sebagai suatu program atau rencana tertulis yang harus dijadikan suatu
dasar, patokan, atau standar bagi pengelolaan
sistem pendidikan secara nasional. Setiap batasan suatu kurikulum yang dianut,
tentu saja harus memiliki implikasi
yang berbeda pada penekanan penyelenggaraan sistem pendidikan dan pembelajaran pada setiap lembaga
pendidikan. Bagi yang menggunakan pendekatan kurikulum dilihat dari segi isi, maka penekanan penyelenggaraan pembelajaran akan bertumpu
pada bagaimana materi
pelajaran dikuasai oleh siswa. Sementara itu, lembaga yang melihat kurikulum sebagai semua bentuk pengalaman belajar,
akan mengoptimalkan semua potensi lingkungan belajar untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan siswa ke arah tujuan pendidikan. Adapun lembaga
pendidikan yang melihat kurikulum sebagai suatu program akan berusaha melakukan berbagai upaya agar hasil belajar atau intended learning out comes dapat
dicapai sesuai dengan rencana yang diprogramkan. 9
Kita
ketahui bahwa secara filosofis menyatakan bahwa hakikat suatu kurikulum itu adalah suatu model atau bentuk yang diacu oleh suatu pendidikan yang dalam upayanya
membentuk citra suatu sekolah dengan mewujudkan tujuan pendidikan yang
disepakati. Suatu kurikulum dengan
melihat pengertian diatas dapat memberikan suatu indikasi bahwa pedoman rencana
pembelajaran tidak bersifat
kaku. Kurikulum bisa dikatakan yang baik adalah jika kurikulum tersebut yang bersifat dinamis,
aktual, teoretis, serta aplikatif. Sebagaimana tujuan yang hendak dicapai dalam pendidikan, misalnya
pendidikan bertujuan meningkatkan penguasaan
8 Zuhairini, Filsafat
Pendidikan Islam, ( Jakarta: Bumi Aksara, 2012 ), hal. 10
9
Dadang Sukirman,
Hakikat Kurikulum, ( Modul 1/ Kurikulum
dan Bahan Ajar TK ; 2013)
hal. 5
pengetahuan siswa, pengembangan pribadi siswa, kemampuan
sosial, dan atau kemampuan keterampilan. Dari tujuan tersebut kita
sudah dapat melihat tentu kurikulum itu haruslah diarahkan untuk mencapai suatu tujuan yang kita inginkan.10
Kurikulum pendidikan itu merupakan sesuatu yang termasuk
dalam pendidikan Islam, yang harus
mengandung beberapa unsur- unsur utama seperti tujuan serta isi dari suatu mata pelajaran, metode dalam mengajar dan
metode penilaian. Kesemuanya harus tersusun dan mengacu pada asas-asas pembentuk kurikulum pendidikan. Menurut Mohammad
al-Thoumy al- Syaibany, menyatakan bahwa asas asas umum
yang menjadi landasan untuk pembentukan dari kurikulum dalam pendidikan Islam itu adalah:11
1.
Asas Agama
Sistem
pendidikannya harus meletakkan dasar falsafah, tujuan, dan kurikulumnya pada ajaran Islam yang meliputi aqidah,
ibadah, muamalat dan hubungan-hubungan yang berlaku di dalam masyarakat.
2.
Asas Falsafah
Susunan kurikulum
pendidikan Islam harus mengandung suatu kebenaran, terutama
dari sisi nilai-nilai sebagai pandangan hidup yang diyakini
kebenarannya.
3. Asas Psikologis
Asas ini memberi
arti bahwa kurikulum pendidikan Islam hendaknya disusun dengan mempertimbangKan tahapan-
tahapan pertumbuhan dan perkembangan yang dilalui anak didik
4. Asas Sosial
Dalam
pembentukan suatu kurikulum pendidikan Islam itu harus mengacu ke arah yang realisasi individu dalam/ oleh
masyarakat. Pola dalam pembentukan kurikulum Islam yang demikian itu berarti bahwa semua yang dikaikan dengan kecenderungan dan perubahan
yang telah dan bakal terjadi dalam perkembangan masyarakat manusia sebagai makhluk
sosial harus mendapat
tempat dalam kurikulum
pendidikan Islam. Hal ini dimaksudkan agar out put yang dihasilkan pendidikan Islam adalah manusia-manusia yang mampu mengambil peran dalam masyarakat dan kebudayaan dalam konteks kehidupan
zamannya.
B. Fungsi Kurikulum dalam Pendidikan
Bagi guru, kurikulum berfungsi sebagai
pedoman dalam melaksanakan proses belajar- mengajar.
Bagi kepala sekolah dan pengawas, kurikulum berfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan supervisi atau pengawasan. Bagi orang tua, kurikulum berfungsi
sebagai pedoman dalam membimbing anaknya
belajar di rumah. Bagi masyarakat, kurikulum berfungsi sebagai
pedoman untuk memberikan bantuan bagi terselenggaranya proses pendidikan di sekolah. Bagi siswa sendiri, kurikulum berfungsi sebagai pedoman belajar.
Berkaitan dengan fungsi
kurikulum bagi siswa, dalam literatur lain, Alexander Inglis (dalam Hamalik,
1990) mengemukakan enam fungsi
kurikulum sebagai berikut.
1. Fungsi penyesuaian (the adjustive or adaptive function).
2.
Fungsi integrasi (the integrating function).
10 Hasan Basri,
Filsafat
Pendidikan Islam,
(Bandung,: Pustaka Setia, 2009), hal. 129
11 Al-Rasyidin, Filsafat
Pendidikan Islam, (Ciputat:
Ciputat Press, 2005), hal. 57-58
3. Fungsi diferensiasi (the differentiating function).
4. Fungsi persiapan (the propaedeutic function).
5. Fungsi pemilihan (the selective function).
6. Fungsi diagnostik (the diagnostic function).
Ø Fungsi penyesuaian mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat
pendidikan harus mampu mengarahkan
siswa agar memiliki sifat well adjusted,
yaitu mampu menyesuaikan dirinya
dengan lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Lingkungan itu sendiri senantiasa
mengalami perubahan dan bersifat dinamis. Oleh
karena itu, siswa harus memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan
yang terjadi di lingkungannya.
Ø Fungsi integrasi mengandung makna bahwa kurikulum
sebagai alat pendidikan harus mampu menghasilkan pribadi-pribadi yang utuh. Siswa pada dasarnya merupakan
anggota dan bagian integral dari masyarakat. Oleh karena itu, siswa harus memiliki kepribadian yang dibutuhkan untuk dapat hidup
dan berintegrasi dengan masyarakatnya.
Ø Fungsi diferensiasi mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat
pendidikan harus mampu memberikan pelayanan terhadap perbedaan individu
siswa. Setiap siswa memiliki
perbedaan, baik dari aspek fisik maupun psikis, yang harus dihargai dan dilayani dengan
baik.
Ø Fungsi persiapan mengandung makna bahwa kurikulum
sebagai alat pendidikan harus mampu
mempersiapkan siswa untuk melanjutkan studi ke jenjang pendidikan berikutnya. Selain itu, kurikulum juga
diharapkan dapat mempersiapkan siswa untuk dapat hidup dalam masyarakat seandainya ia karena sesuatu hal, tidak dapat melanjutkan pendidikannya.
Ø Fungsi pemilihan mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat
pendidikan harus mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk memilih program-
program belajar yang sesuai dengan kemampuan dan minatnya. Fungsi
pemilihan ini sangat erat
hubungannya dengan fungsi diferensiasi karena pengakuan atas adanya perbedaan individual siswa berarti pula
diberinya kesempatan bagi siswa tersebut untuk memilih
apa yang sesuai dengan minat dan kemampuannya. Untuk mewujudkan
kedua fungsi tersebut, kurikulum perlu disusun secara lebih luas dan bersifat
fleksibel (luwes/lentur).
Ø Fungsi diagnostik mengandung makna bahwa kurikulum
sebagai alat pendidikan harus mampu membantu dan
mengarahkan siswa untuk dapat memahami dan menerima kekuatan
(potensi) dan kelemahan
yang dimilikinya. Apabila
siswa sudah mampu memahami kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan yang ada pada dirinya maka diharapkan siswa
dapat mengembangkan sendiri
potensi/kekuatan yang dimilikinya atau memperbaiki kelemahan-kelemahannya.
Keenam
fungsi yang sudah dikemukakan harus dimiliki oleh suatu kurikulum
lembaga pendidikan secara menyeluruh (komprehensif). Dengan demikian
kurikulum dapat memberikan pengaruh
bagi pertumbuhan dan perkembangan siswa dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan.12
12 Undang-undang No. 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
C. Peran Kurikulum dalam
Pendidikan
Kurikulum memiliki kedudukan
dan posisi yang sangat sentral
dalam keseluruhan proses pendidikan,
bahkan kurikulum merupakan syarat mutlak dan bagian yang tak terpisahkan dari pendidikan itu sendiri. Apabila dirinci
secara lebih mendetail peranan kurikulum sangat penting dalam mencapai tujuan-tujuan pendidikan, paling tidak terdapat
tiga peranan yang dinilai sangat penting,
yaitu peranan konservatif, peranan
kritis atau evaluatif, dan peranan kreatif. 13
1.
Peranan Konservatif
Peranan konservatif menekankan bahwa
kurikulum dapat dijadikan sebagai sarana untuk
mentransmisikan nilai-nilai warisan budaya masa lalu yang dianggap masih
relevan dengan masa kini kepada generasi
muda, dalam hal ini para siswa. Dengan demikian, peranan
konservatif ini pada hakikatnya menempatkan kurikulum yang berorientasi
ke masa lampau. Peranan ini sifatnya
menjadi sangat mendasar, disesuaikan dengan kenyataan bahwa pendidikan pada hakikatnya merupakan proses sosial. Salah satu tugas pendidikan, yaitu mempengaruhi dan membina perilaku
siswa sesuai dengan nilai-nilai sosial yang hidup di lingkungan masyarakatnya
2.
Peranan Kreatif
Perkembangan ilmu pengetahuan dan
aspek-aspek lainnya senantiasa terjadi setiap
saat. Peranan kreatif menekankan bahwa kurikulum harus mampu
mengembangkan sesuatu yang baru
sesuai dengan perkembangan yang terjadi dan kebutuhan-kebutuhan masyarakat pada masa sekarang dan masa
mendatang. Kurikulum harus mengandung hal-hal
yang dapat membantu setiap siswa mengembangkan semua potensi yang ada pada dirinya untuk memperoleh pengetahuan-pengetahuan baru, kemampuan- kemampuan
baru, serta cara berpikir
baru yang dibutuhkan dalam kehidupannya.
3.
Peranan Kritis dan Evaluatif
Peranan ini dilatarbelakangi oleh adanya kenyataan
bahwa nilai-nilai dan budaya yang
hidup dalam masyarakat senantiasa mengalami perubahan sehingga pewarisan nilai-nilai dan budaya masa lalu kepada
siswa perlu disesuaikan dengan kondisi yang terjadi
pada masa sekarang. Selain itu, perkembangan yang terjadi pada masa sekarang dan masa mendatang belum tentu sesuai
dengan apa yang dibutuhkan. Oleh karena itu,
peranan kurikulum tidak hanya mewariskan nilai dan budaya yang ada atau menerapkan hasil perkembangan baru yang
terjadi, melainkan juga memiliki peranan untuk menilai
dan memilih nilai dan budaya serta pengetahuan baru yang akan diwariskan
tersebut. Dalam hal ini, kurikulum harus turut aktif berpartisipasi dalam kontrol atau filter sosial. Nilai-nilai
sosial yang tidak sesuai lagi dengan keadaan dan tuntutan masa kini dihilangkan dan diadakan modifikasi atau penyempurnaan- penyempurnaan.
13 Rahmat Raharjo, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, (Yogyakarta: Baituna Puslibang, 2012), hal.
23
D. Komponen dan kedudukan Kurikulum dalam Pendidikan
1.
Komponen Kurikulum dalam
Pendidikan
Mengingat bahwa fungsi kurikulum dalam proses pendidikan
adalah sebagai alat untuk mencapai
tujuan pendidikan maka ini berarti ada bagian- bagian terpenting dalam kurikulum agar tujuan pendidikan dapat tercapai. Bagian terpenting ini disebut
komponen. Dari berbagai literatur dikatakan kurikulum sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan memiliki
komponen pokok dan komponen penunjang yang saling
berkaitan dan berinteraksi ke arah tercapainya tujuan pendidikan.
Komponen pokok dari kurikulum
meliputi: Tujuan,materi/isi,strategi pembelajaran, dan evaluasi.
Sedangkan
yang termasuk komponen penunjang kurikulum adalah sistem administrasi dan supervisi, sistem bimbingan dan
penyuluhan, dan sistem evaluasi.
A)
Tujuan
Ivor K. Davies (Hasan, 1990) mengemukakan bahwa tujuan
dalam suatu kurikulum akan menggambarkan
kualitas manusia yang diharapkan terbina dari suatu proses pembelajaran. Dengan demikian, suatu tujuan memberikan
petunjuk mengenai arah perubahan perilaku yang
dicita-citakan dari suatu kurikulum yang sifatnya harus merupakan sesuatu
yang final. Perhatikan juga pendapat berikut:
a.
Tujuan memberikan pegangan mengenai
apa yang harus dilakukan, bagaimana
cara melakukannya, dan
merupakan patokan untuk mengetahui hingga mana tujuan itu telah dicapai
(Nasution, 1987).
b.
Tujuan memegang peranan sangat
penting, akan mewarnai komponen- komponen lainnya dan akan mengarahkan
semua kegiatan mengajar (Syaodih, 1988).
c.
Tujuan kurikulum yang dirumuskan menggambarkan pandangan para pengembang kurikulum mengenai pengetahuan, kemampuan, serta sikap yang ingin dikembangkan (Hasan, 1990).
Tujuan yang jelas akan memberi petunjuk
yang jelas pula terhadap pemilihan isi/bahan
ajar, strategi, media pembelajaran, dan evaluasi. Bahkan,
dalam berbagai model pengembangan kurikulum, tujuan ini dianggap
sebagai dasar, arah, dan patokan
dalam menentukan komponen-komponen lainnya.
Ada ahli kurikulum yang memandang tujuan
sebagai proses (process), seperti
Bruner dan Fenton (Hasan,
1990). Namun, kebanyakan para ahli memandang
tujuan sebagai hasil (product). Gagne dan Briggs
(1974) menyatakan bahwa tujuan merupakan
suatu kapasitas yang dapat dilakukan dalam waktu tidak
lama setelah suatu kegiatan pendidikan berlangsung, bukan merupakan apa yang dialami siswa selama proses pendidikan.
R.F. Mager dan K.M. Beach Jr. (1967)
mengemukakan bahwa tujuan itu harus menggambarkan produk atau hasil, bukan prosesnya.
Terlepas dari masalah apakah sebagai
proses ataupun hasil, tujuan kurikulum tidak dapat melepaskan diri dari tuntutan dan kebutuhan masyarakat, serta
didasari oleh falsafah dan ideologi
suatu negara. Hal ini dapat dimengerti sebab upaya pendidikan itu sendiri
merupakan subsistem dalam sistem
masyarakat dan negara sehingga kekuatan-kekuatan sosial, politik, budaya, ekonomi sangat berperan dalam
menentukan tujuan kurikulum atau tujuan pendidikan, terutama tujuan yang sifatnya umum (nasional).
B)
Materi/isi
Komponen kedua setelah tujuan adalah isi atau materi kurikulum.
Pengkajian masalah isi kurikulum ini
menempati posisi yang penting dan turut menentukan kualitas suatu kurikulum lembaga pendidikan. Isi kurikulum harus
disusun sedemikian rupa sehingga dapat menunjang tercapainya tujuan kurikulum. Saylor dan Alexander (Zais, 1976)
mengemukakan bahwa isi kurikulum
meliputi fakta-fakta, observasi, data, persepsi, penginderaan, pemecahan
masalah, yang berasal dari pikiran
manusia dan pengalamannya yang diatur dan diorganisasikan dalam bentuk gagasan (ideas), konsep (concept), generalisasi (generalization), prinsip- prinsip (principles), dan pemecahan masalah
(solution). Sementara
itu, Hyman (Zais, 1976) mendefinisikan isi/konten kurikulum ke dalam tiga elemen, yaitu pengetahuan/knowledge
(misalnya fakta-fakta, eksplanasi, prinsip-prinsip, definisi),
keterampilan dan proses (misalnya membaca,
menulis, menghitung, berpikir kritis, pengambilan keputusan, berkomunikasi),
dan nilai/values (misalnya keyakinan
tentang baik-buruk, benar-salah, indah-jelek). Sudjana (1988) mengungkapkan secara umum sifat
bahan/isi ke dalam beberapa kategori, yaitu: fakta, konsep, prinsip, dan keterampilan. Fakta adalah sifat dari suatu
gejala, peristiwa, benda, yang wujudnya
dapat ditangkap oleh pancaindra manusia dan dapat dipelajari melalui informasi dalam bentuk lambang,
kata-kata, istilah-istilah, dan sebagainya. Konsep atau pengertian adalah serangkaian perangsang yang mempunyai sifat-sifat yang
sama. Suatu konsep dibentuk melalui
pola unsur bersama di antara anggota kumpulan atau rangkaian. Dengan demikian, hakikat
konsep adalah klasifikasi dari pola yang bersamaan. Prinsip
adalah pola antarhubungan fungsional di antara konsep.
Dengan kata lain, prinsip merupakan hubungan
fungsional dari beberapa konsep. Keterampilan adalah pola kegiatan yang
bertujuan, yang memerlukan manipulasi dan koordinasi informasi
yang dipelajari. Keterampilan dapat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu keterampilan fisik dan
keterampilan intelektual.
Sebenarnya, sangat banyak hal (pengetahuan, keterampilan, dan nilai) yang perlu diberikan kepada siswa, namun tidak
mungkin semuanya dijadikan sebagai isi kurikulum. Oleh karena itu perlu diadakan pilihan- pilihan (choices). Karena banyaknya pilihan
materi kurikulum tersebut maka
kurikulum pada hakikatnya adalah a matter
of choices (Nasution, 1987).
Untuk menentukan isi/bahan mana yang sangat esensial dijadikan sebagai isi
kurikulum tersebut, diperlukan berbagai kriteria.
Berikut beberapa
kriteria menurut tiga orang ahli kurikulum:
Zais (1976) menentukan empat kriteria
dalam melakukan pemilihan isi/materi kurikulum, yaitu sebagai berikut:
a.
Isi kurikulum memiliki tingkat
kebermaknaan yang tinggi
(significance).
b.
Isi kurikulum bernilai guna bagi kehidupan (utility).
c.
Isi kurikulum sesuai dengan
minat siswa (interest).
d.
Isi kurikulum harus
sesuai dengan perkembangan individu (human development).
Hilda Taba menetapkan kriteria
sebagai berikut:
a.
Isi kurikulum harus valid (sahih) dan signifikan.
b.
Isi kurikulum berpegang
kepada kenyataan-kenyataan sosial.
c.
Kedalaman dan keluasan isi
kurikulum harus seimbang.
d.
Isi kurikulum menjangkau tujuan
yang luas, meliputi pengetahuan, keterampilan, dan sikap.
e.
Isi kurikulum harus dapat
dipelajari dan disesuaikan dengan
pengalaman siswa.
f.
Isi kurikulum harus
dapat memenuhi kebutuhan dan menarik minat siswa.
Ronald C. Doll (1974) juga mengemukakan beberapa kriteria
pemilihan isi kurikulum sebagai
berikut:14
a.
Validitas dan signifikansi bahan (subject matter) sebagai disiplin ilmu.
b.
Keseimbangan ruang
lingkup bahan (scope) dan kedalamannya (depth).
c.
Kesesuaian dengan kebutuhan dan minat siswa.
d.
Daya tahan (durability) bahan.
e.
Hubungan logis bahan antara ide pokok (main ideas) dan konsep dasar (basic concept).
f.
Kemampuan siswa mempelajari
bahan tersebut.
g.
Kemungkinan menjelaskan bahan itu dengan data dari
disiplin ilmu lain.
Dalam mengkaji isi atau materi
kurikulum ini, kita sering dihadapkan pada masalah scope dan
sequence. Scope atau
ruang lingkup isi kurikulum dimaksudkan untuk menyatakan keluasan
dan kedalaman bahan, sedangkan sequence menyangkut urutan (order) isi kurikulum. Menurut S.
Nasution (1987), pengurutan bahan kurikulum tersebut dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut.
a.
Urutan secara kronologis, yaitu menurut terjadinya suatu peristiwa.
b.
Urutan secara logis yang dilakukan menurut
logika.
c.
Urutan bahan dari sederhana menuju yang lebih
kompleks.
d.
Urutan bahan dari mudah menuju
yang lebih sulit.
e.
Urutan bahan dari spesifik
menuju yang lebih
umum.
f.
Urutan bahan berdasarkan psikologi
unsur, yaitu dari bagian-bagian kepada keseluruhan.
g.
Urutan bahan berdasarkan Psikologi
Gestalt, yaitu dari keseluruhan
menuju bagian-bagian.
Sejalan
dengan pendapat tersebut
Sukmadinata (1988), berdasarkan beberapa sumber, mengungkapkan beberapa cara menyusun sekuen bahan kurikulum sebagai berikut.
a.
Urutan kronologis, yaitu untuk mengurutkan bahan ajar yang mengandung urutan waktu, seperti
peristiwa-peristiwa sejarah, penemuan-penemuan, dan sebagainya.
b.
Urutan kausal, yaitu urutan
bahan ajar yang mengandung sebab-akibat.
c.
Urutan struktural, yaitu urutan bahan ajar yang disesuaikan dengan strukturnya.
d.
Urutan logis dan psikologis, yaitu
urutan bahan ajar yang disusun dari yang sederhana
kepada yang rumit/kompleks (logis) dan dari yang rumit/kompleks kepada
yang sederhana (psikologis).
e.
Urutan spiral, yaitu urutan bahan ajar yang dipusatkan pada topik-topik tertentu,
kemudian diperluas dan diperdalam.
f.
Urutan rangkaian ke belakang,
yaitu urutan bahan ajar yang dimulai dari langkah terakhir, kemudian mundur ke belakang.
14 Doll, Ronald C. (1974).
Curriculum Improvement: Decision Making and Process, (Third Edition). Boston-London-Sidney: Allyn and
Bacon.
g.
Urutan berdasarkan hierarki belajar,
yaitu urutan bahan yang menggambarkan urutan perilaku yang mula-mula harus dikuasai siswa,
berturut-turut sampai perilaku
terakhir.
Penetapan sekuen atau urutan mana yang
akan dipilih tampaknya sangat tergantung pada sifat- sifat materi/isi kurikulum
sebagaimana telah diungkapkan pada bagian terdahulu, juga harus memiliki konsistensi dengan tujuan yang telah
dirumuskan.
C)
Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran sangat penting
dikaji dalam studi tentang kurikulum, baik secara makro maupun mikro. Strategi pembelajaran ini berkaitan dengan
masalah cara atau sistem penyampaian isi kurikulum
(delivery system) dalam
rangka pencapaian tujuan yang telah dirumuskan.
Pengertian strategi pembelajaran dalam hal ini meliputi pendekatan, prosedur, metode, model, dan teknik yang digunakan
dalam menyajikan bahan/isi kurikulum. Sudjana
(1988) mengemukakan bahwa strategi pembelajaran pada hakikatnya adalah
tindakan nyata dari guru dalam
melaksanakan pembelajaran melalui cara tertentu yang dinilai lebih efektif dan lebih efisien. Dengan kata lain, strategi berhubungan dengan siasat atau taktik
yang digunakan guru dalam melaksanakan kurikulum secara sistemik
dan sistematik. Sistemik
mengandung arti adanya saling keterkaitan di antara komponen
kurikulum sehingga terorganisasikan secara terpadu dalam
mencapai tujuan, sedangkan sistematik mengandung pengertian bahwa langkah-langkah yang dilakukan guru harus
berurutan sehingga mendukung tercapainya
tujuan. Tinggi rendahnya kadar aktivitas belajar siswa banyak dipengaruhi oleh strategi
atau pendekatan mengajar
yang digunakan. Banyak pendapat mengenai
berbagai pendekatan yang dapat digunakan
dalam penyampaian bahan/isi
kurikulum ini. Richard
Anderson (Sudjana, 1990) mengajukan dua pendekatan, yaitu pendekatan
yang berorientasi pada guru, di mana aktivitas guru dalam suatu proses pembelajaran lebih dominan dibandingkan siswa. Pendekatan ini bersifat teacher centered. Pendekatan kedua lebih berorientasi
pada siswa. Pendekatan ini bersifat student
centered yang merupakan kebalikan dari
pendekatan pertama, di mana aktivitas siswa dalam proses pembelajaran lebih
dominan dibandingkan guru. Pendekatan
pertama disebut pula tipe otokratis dan pendekatan kedua disebut tipe demokratis. Massialas (Sudjana, 1990) mengajukan dua pendekatan, yaitu pendekatan ekspositori dan pendekatan inkuiri.
Sementara itu, studi yang dilakukan
oleh Sudjana (1990) menghasilkan lima macam model berkadar CBSA, yaitu model delikan (dengar-lihat-kerjakan), model pemecahan masalah,
model induktif, model deduktif, dan model
deduktif-induktif. Bruce Joyce dan Marsha Weil (1980) dalam bukunya yang
terkenal (Models of Teaching), mengemukakan empat kelompok
atau rumpun model, yaitu model pemrosesan informasi (information
processing models), model personal, model interaksi sosial,
dan model tingkah
laku (behavioral models). Setiap rumpun model tersebut mengandung enam komponen umum, yaitu
orientasi, sintaks, sistem sosial, prinsip reaksi, sistem bantuan (support system),
dan efek instruksional.
Apabila
ditelaah lebih jauh, hakikat dan isi dari setiap strategi/pendekatan/model yang dikemukakan oleh para ahli tersebut dapat dikelompokkan ke dalam dua kutub strategi
yang ekstrim, yaitu strategi yang berorientasi
kepada guru dan strategi yang berorientasi kepada siswa. Strategi pertama maksudnya
bahwa titik berat kegiatan banyak berpusat pada guru (biasa disebut model ekspositori atau model informasi). Sedangkan pada strategi
kedua, titik berat aktivitas
pembelajaran ada pada para siswa sehingga mereka lebih
aktif melakukan kegiatan belajar (biasa disebut model inkuiri atau problem solving). Strategi
mana yang digunakan
atau dipilih biasanya
diserahkan sepenuhnya kepada guru dengan mempertimbangkan hakikat
tujuan, sifat bahan/isi, dan kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa.
D)
Evaluasi
Komponen evaluasi ditujukan untuk menilai pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditentukan,
serta menilai proses implementasi kurikulum secara keseluruhan, termasuk juga menilai kegiatan evaluasi itu sendiri.
Hasil dari kegiatan evaluasi dapat dijadikan sebagai umpan balik (feedback) untuk mengadakan perbaikan dan penyempurnaan
pengembangan komponen- komponen
kurikulum. Pada akhirnya hasil evaluasi ini dapat berperan sebagai masukan
bagi penentuan kebijakan-kebijakan dalam pengambilan keputusan
kurikulum khususnya, dan
pendidikan pada umumnya, baik bagi para pengembang kurikulum dan para pemegang kebijakan pendidikan, maupun bagi
para pelaksana kurikulum pada tingkat lembaga
pendidikan (seperti guru dan kepala sekolah).
Pada awal perkembangannya, konsep
evaluasi banyak sekali dipengaruhi secara dominan oleh konsep pengukuran (measurement).
Salah satunya adalah konsep yang dikemukakan oleh Ralph W. Tyler (1975). Ia mengungkapkan bahwa proses evaluasi
merupakan proses yang sangat esensial
guna mengetahui apakah tujuan (objectives)
secara nyata telah terealisasikan. Sementara
itu, Hilda Taba (1962) juga berpendapat bahwa secara prinsipil yang menjadi
fokus dari evaluasi adalah tingkatan
di mana siswa mencapai tujuan. Pengertian-pengertian evaluasi tersebut lebih diarahkan atau berorientasi
kepada perubahan perilaku, dan lebih mementingkan hasil atau produk belajar, kurang memperhatikan proses dan
kondisi-kondisi belajar yang mempengaruhi
hasil belajar. Menurut Hasan (1988), pengertian evaluasi seperti itu sudah dianggap tidak lagi memenuhi makna
evaluasi yang sesungguhnya. Apa yang dikemukakan Tyler mengenai perubahan tingkah laku siswa hanyalah merupakan
salah satu aspek kajian evaluasi, baik evaluasi pendidikan maupun evaluasi kurikulum.
Perkembangan selanjutnya dari konsep
evaluasi ini, menurut Hasan (1988), berpegang
pada satu konsep dasar, yaitu adanya pertimbangan (judgement). Dengan pertimbangan inilah ditentukan nilai (worth/merit)
dari sesuatu yang sedang dievaluasi. Tanpa pemberian pertimbangan bukanlah suatu kegiatan
evaluasi. Dengan demikian, pengertian evaluasi harus diarahkan pada suatu proses pemberian
pertimbangan mengenai nilai
dan arti dari sesuatu yang dipertimbangkan. Sesuatu
yang dipertimbangkan tersebut
bisa berupa orang, benda, kegiatan, keadaan, atau suatu kesatuan
tertentu. Pemberian pertimbangan tersebut haruslah berdasarkan kriteria tertentu,
baik dari penilai
itu sendiri maupun dari luar penilai. Dari pengertian tersebut, evaluasi lebih dianggap sebagai suatu proses, bukan suatu
hasil (produk).
Apabila
diperhatikan, tampaknya konsep evaluasi sebagai
suatu proses pemberian
pertimbangan tentang nilai dan arti ini dalam
pelaksanaannya masih belum terealisasikan sebagaimana mestinya. Kegiatan evaluasi
yang dilaksanakan, terutama di Indonesia, masih menekankan pada evaluasi terhadap hasil (produk). Hal ini
sejalan dengan pendapat Zais (1976)
bahwa dewasa ini penekanan evaluasi selalu dipusatkan pada evaluasi hasil (product evaluation)
yang dicapai oleh siswa. Menurutnya, hal tersebut didasarkan pada model teknik (technical model) dalam pengembangan kurikulum, di mana siswa dianggap sebagai
raw material.
Konsep
evaluasi kurikulum dapat dipandang secara luas, yaitu mencakup evaluasi terhadap seluruh komponen dan
kegiatan pendidikan, tetapi dapat pula dibatasi secara sempit yang hanya ditekankan pada hasil-hasil atau
perilaku yang dicapai siswa. Luas
atau sempitnya suatu evaluasi kurikulum sebenarnya ditentukan oleh tujuannya. Jadi, dalam hal ini yang menjadi penentu
adalah faktor tujuan yang diharapkan. Hal ini
sejalan dengan pendapat Ronald
C. Doll (1974) yang menyatakan bahwa orientasi
terhadap tujuan merupakan
salah satu syarat atau karakteristik dari evaluasi. Karakteristik lainnya, yaitu: dinyatakan
dalam bentuk nilai-nilai (values and
valuing), mencakup keseluruhan (comprehensiveness), berkelanjutan (continuity), memiliki nilai diagnostik dan kesahihan (diagnostic worth and validity) dan
evaluasi tersebut harus terintegrasi
atau utuh, bukan sesuatu yang lepas-lepas (integration).
Pada bagian lainnya, Doll mengemukakan
dua dimensi yang harus ada dalam evaluasi
kurikulum, yaitu dimensi kuantitas (the
dimension of quantity) dan dimensi kualitas (the dimension
of quality). Dimensi
pertama berhubungan dengan berapa banyak program-program yang dievaluasi, sedangkan
dimensi kedua berhubungan dengan tujuan-tujuan apa saja yang disoroti dalam evaluasi dan
bagaimana kualitas dari pencapaian tujuan-tujuan tersebut. Kemudian, di dalam proses evaluasinya Doll mengungkapkan
tiga variabel, yaitu variabel input (karakteristik siswa), variabel output (apa yang diperoleh siswa setelah mengikuti
proses pembelajaran), dan variabel treatment
(metode mengajar, materi pelajaran, ukuran kelas, karakteristik siswa, dan karakteristik guru). Ketiga kelompok
variabel tersebut saling berinteraksi satu dengan lainnya.
Untuk
memperoleh gambaran yang komprehensif mengenai
kualitas suatu kurikulum
yang dievaluasi, terdapat
beberapa komponen atau dimensi yang perlu dijadikan sasaran atau lingkup evaluasi.
Sudjana dan Ibrahim (1989) dalam hal ini mengemukakan tiga komponen, yaitu komponen program
pendidikan, komponen proses pelaksanaan, dan komponen hasil- hasil
yang dicapai. Suatu program pendidikan dinilai
dari tujuan yang ingin dicapai, isi program yang disajikan, strategi
pembelajaran yang diterapkan, serta bahan-bahan ajar yang digunakan. Proses pelaksanaan yang dijadikan
sasaran penilaian/evaluasi terutama proses pembelajaran yang berlangsung di lapangan. Sedangkan hasil-hasil yang
dicapai mengacu pada pencapaian tujuan jangka
pendek maupun jangka panjang.15
2. Kedudukan Kurikulum dalam Pendidikan
Nazhary mengatakan bahwa kedudukan kurikulum
dalam pendidikan itu dapat kita ketahui sebagai berikut ini:16
1.
Kurikulum berkedudukan sebagai pedoman
dalam penyelenggaraan pendidikan pada suatu tingkat
dan lembaga pendidikan tertentu untuk mencapai tujuan
15 Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Ekonomi dan Koperasi
16 Ibid,. hal.25
2.
Kurikulum berkedudukan sebagai
bahan dari progam pendidikan seperti bahan pengajaran, yang dilaksanakan dalam batasan waktu tertentu
seperti caturwulan, semester, kelas, maupun level atau tingkat tertentu
3.
Kurikulum berfungsi sebagai pedoman
guru dalam melaksanakan kegiatan penbelajarannya, dilaksanakan di ruang kelas ataupun
di luar kelas.
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
1)
Kurikulum merupakan segala usaha sekolah untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan
seperti pengalaman pendidikan, kebudayaan sekolah, sumber pengajaran baik yang berada di dalam maupun di luar
sekolah seperti perpustakaan, museum, majalah,
surat kabar dan lain-lain yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk mencapai
tujuan yang diinginkan.
2)
Kurikulum sebagai alat pendidikan
dapat dikelompokkan ke dalam beberapa fungsi,
yaitu sebagai berikut: Fungsi Kurikulum sebagai Proses Kognitif, Fungsi
Kurikulum sebagai Proses Aktualisasi Diri, Fungsi Kurikulum
sebagai Proses Rekonstruksi Sosial, Fungsi
Kurikulum sebagai Program Akademik.
3)
Pendidikan yaitu berpikir untuk
masa depan kita, sedangkan masa depan bangsa kita itu direncanakan melalui kurikulum yang akan digunakan dalam
pendidikan saat ini karena kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan
dan masa depan
bangsa yang bisa dilakukan
melalui pendidikan.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna,maka dari itu diperlukan adanya kritik
dan saran yang membangun dari para pembaca khususnya dosen pembimbing.
DAFTAR PUSTAKA
Sarinah, Pengantar Kurikulum, ( Yogyakarta : Deepublish, 2015 ),
hal. 2
Ibid,. hal. 5
Crow and Crow, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: Rakesarasin, 1990), Edisi III, hlm. 75
Nurgiyantoro, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah, (Yogyakarta: IKIP,2012), hal. 6
Ali Murtopo, Filsafat Pendidikan Islam, (Palembang: NoerFikri Offset, 2016),
hal. 7 Hasan Basri, Manajemen
Pendidikan dan Pelatihan, (Bandung: Pustaka
Setia, 2015) Hal. 56
Zuhairini,
Filsafat Pendidikan Islam,
( Jakarta: Bumi Aksara, 2012 ), hal. 10
Dadang Sukirman,
Hakikat Kurikulum, ( Modul
1/ Kurikulum dan Bahan Ajar TK ; 2013) hal. 5
Hasan Basri, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung,: Pustaka Setia, 2009), hal. 129 Al-Rasyidin, Filsafat
Pendidikan Islam, (Ciputat: Ciputat Press, 2005), hal. 57-58 Undang-undang No. 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Rahmat Raharjo, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, (Yogyakarta: Baituna Puslibang, 2012), hal. 23
Doll, Ronald C. (1974). Curriculum Improvement: Decision Making and Process, (Third
Edition). Boston-London-Sidney: Allyn and Bacon.
Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran
Ekonomi dan Koperasi
Ibid,. hal.25