Sunday, May 29, 2016

MAKALAH EPISTIMOLOGI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM



EPISTIMOLOGI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah:
Ilmu Pendidikan Islam
Dosen Pengampu: Sutrisno, M. Pd. I.

Logo_IAIN_Salatiga.JPG


Oleh :
Rahmat                                    111-14-088
Agus Rohman                         111-14-160
Muhammad Fatchul Ahcsan   111-14-314



JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Sebagai seorang peserta didik perlulah kita mempunya gagasan tetanng pemikiran sesuatu. Salah satu kajian dalam filsafat yang dapat diterapkan ilmu pendidikan salah satunya adalah epistimologi dimana epistimologi itu adalah teori pengetahuan yaitu membahas tentang bagaimana cara mendapatkan ilmu pengetahuan dari objek yang dipikirkan. Setiap ilmu seharusnya diinspirasi dari haril kerja epistemologinya, oleh karena pendidikan Islam haruslah dikembangan dengan epistimologinya agar menciptakan pendidikan Islam yang bermutu dan berkualitas.
B.     Rumusan Masalah
1.            Bagaimana gambaran epistemologi Ilmu Pendidikan Islam?
2.            Bagaimana penjelasan mengenahi dikostomi pendidikan Islam?
3.            Bagaimana konsep epistimologi menurut berbagai sumber?
C.    Tujuan Penulisan
1.             Untuk mengetahui gambaran epistemologi Ilmu Pendidikan Islam?
2.             Untuk mengetahui penjelasan mengenahi dikostomi pendidikan Islam?
3.             Untuk mengetahui konsep epistimologi menurut berbagai sumber?










BAB II
PEMBAHASAN
A.    Epistimologi dalam Pendidikan islam
            Sebagai sebuah ilmu pendidikan islam juga memerlukan pemikiran yang filosofis guna memenuhi pengembangan ilmu itu sendiri dan membentuk berbagai sudut pandang dalam pengajarannya. Salah satu kajian dalam filsafat yang dapat diterapkan ilmu pendidikan salah satunya adalah epistimologi dimana epistimologi itu adalah Epistemologi adalah teori pengetahuan yaitu membahas tentang bagaimana cara mendapatkan ilmu pengetahuan dari objek yang dipikirkan.[1] Jadi secara sederhana  epistimologi adalah bagaimanacara kita kita mengetahui sebuah ilmu.
   Secara epistemologi, pengembangan pendidikan Islam memang sangat diperlukan. Pengembangan ini baik secara tekstual maupun pengembangan secara kontekstual. Karena secara global pendidikan Barat sudah mempengaruhi pendidikan Islam dari berbagai lini, melalui berbagai sistem, teori maupun teknologi pembelajaran. Realitas pendidikan yang ada, ternyata produk-produk pendidikan kita menghasilkan orang-orang yang korup, suka bertengkar dan mata duitan. Dengan melihat betapa besarnya peran pendidikan Islam dalam membentuk kepribadian peserta didik. Oleh karena itu, keberadan dan pengembangan pendidikan islam sangat diharapkan. Perbaikan akan hal itu pertama-tama dimulsi dari sistem filsafat pendidikan agama islam dimana kita bisa menelaah dan menolok kembali pendidikan kita dari norma-norma yang ada.
            Pada hakikatnya, pendidikan Islam adalah suatu proses yang berlangsung kontiniu/berkesinambungan, berdasarkan hal ini, maka tugas dan fungsi yang diemban oleh pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya dan berlangsung sepanjang hayat.


            Dasar dan tujuan filsafat Pendidikan Islam pada hakikatnya identik dengan dasar dan tujuan ajaran Islam atau tepatnya tujuan Islam itu sendiri. Dari kedua sumber ini kemudian timbul pemikiran-pemikiran mengenai masalah-masalah ke-Islaman dalam berbagai aspek, termasuk filsafat pendidikan.[2]
    Dalam kehidupan sekarang ini dirasakan adanya keprihatinan terhadap dunia pendidikan. Usaha untuk mencari paradigma baru pendidikan Islam tidak pernah berhenti sesuai dengan tantangan zaman yang terus berubah dan berkembang. Meskipun demikian, tidak berarti bahwa pemikiran mencari paradigma baru, selain harus mampu membuat konsep yang mengandung nilai-nilai dasar dan strategis yang progresif dan antisipatif, mendahuui perkembangan masalah yang aan hadir di masa datang, juga harus mampu mempertahankan nilai-nilai dasar yang benar dan diyakini untuk terus dipelihara dan dikembangkan, apalagi dalam kehidupan modern dan dunia globalisasi sekarang ini.
            Sejalan dengan persoalan di atas, sesungguhnya tantangan yang bersifat mendasar dalam pendidikan Islam antara lain: pertama, mampukah sistem pendidikan Islam menjadi centre of exelence bagi pengembangan iptek yang tidak bebas nilai, kedua, mampukah sistem pendidikan Islam menjadi pusat pembaharuan pemikiran Islam yang benar-benar mampu merespons tantangan zaman tanpa mengabaikan aspek dogmatis yang wajib ditakuti, dan ketiga, mampukah pendidikan Islam menumbuhkembangkan kepribadian yang benar-benar bernalar-ilmiah yang tidak mengenal batas akhir.[3]
B.     Dikotomi Pendidikan Islam
            Aktivitas kependidikan Islam di Indonesia pada dasarnya sudah berlangsung dan berkembang sejak Indonesia merdeka. Dalam konteks ini, Mahmud Yunus mengatakan bahwa sejarah pendidikan Islam sama tuanya dengan masuknya Islam ke Indonesia. Hal ini disebabakan karena pemeluk agama baru tersebut ingin mempelajari dan mengetahui secara lebih dalam ajaran-ajaran Islam, ingin pandai mealaksanakan salat, berdoa, dan membaca Alquran yang menyebabkan timbulnya proses belajar, meskipun dengan pengertian yang amat sederhana. Dari sinilah mulai timbul pendidikan Islam, di mana pada mulanya umat Islam belajar di rumah-rumah, langgar/surau, dan masjid. Hal ini dapat dilihat dari fenomena tumbuhkembangnya program dan praktik pendididkan Islam yang dilaksanakan di nusantara, baik yang berupa pendidikan pondok pesantren, pendidikan madrasah, pendididkan umum yang bernafaskan Islam, pelajaran pendidikan agama Islam yang diselenggarakan di lembaga-lembaga pendididkan umum sebagai suatu mata pelajaran atau mata kuliah saja, maupun pendidikan agama Islam yang diselenggarakan oleh kelompok-kelompok tertentu di masyarakat, serta di tempat ibadah dan media massa.
            Fenomena saat ini menunjukkan adanya pemikiran tentang pengembangan pendididkan Islam di Indonesia dalam berbagai bentuk jenisnya. Dalam konteks wacana di atas, penulis melihat meskipun pendidikan Islam di mulai sejak pertama Islam itu sendiri menancapkan dirinya di kepulauan Nusantara, namun realitas saat ini sistem pendidikan Islam masih termajinalisasi oleh sistem pendidikan umum. Hal ini di sebabkan pengaruh dikotomomi ilmu pengetahuan. yang selalu di perdebatkan di dunia Islam, mulai sejak zaman kemunduran Islam sampai sekarang. Tulisan ini mencoba memaparkan kapan terjadinya perbedaan (dikotomi) ilmu pengetahuan, dampak dikotomi pendidikan barat terhadap pendidikan Islam di Indonesia, serta apa upaya yang dilakukan untuk mengantisipasi dikotomi ilmu pendidikan tersebut. [4]
Sejarah Timbulnya Dikotomi Ilmu Pengetahuan dan Pendidikan
            Dikotomi ilmu pengetahuan merupakan sebuah paradigma yang selalu marak diperbincangakan dan tidak berkesudahan. Munculnya dikotomi keilmuan ini akan berimplikasi terhadap model pemikiran. Di satu pihak ada pendidikan yang hanya memperdalam ilmu pengetahuan modern yang kering dari nilai-nilai keagamaan, dan di sisi lain ada pendidikan yang hanya memperdalam masalah agama yang terpisah dari perkembanagn ilmu pengetahuan. Secara teoritis makna dikotomi adalah pemisahan secara teliti dan jelas dari suatu jenis menjadi dua yang terpisah satu sama lain di mana yang satu sama sekali tidak dapat dimasukan kedalam yang satunya lagi dan sebaliknya.
            Definisi di atas dapat diartikan bahwa makna dari dikotomi adalah pemisahan suatu ilmu pengetahuan menjadi dua bagian yang satu sama lainya saling memberikan arah dan makna yang berbeda dan tidak ada titik temu antara kedua jenis ilmu tersebut.
            Dilihat dari kaca mata Islam, jelas sangat jauh berbeda dengan konsep Islam tentang ilmu pengetahuan itu sendiri, karena dalam Islan ilmu dipandang secara utuh dan universal, tidak ada istilah pemisahan atau dikotomi. Alquran juga menekankan agar umat Islam mencari ilmu pengetahuan dengan meneliti alam semesta ini, dan bagi orang yang menuntut ilmu ditinggikan derajatnya di sisi Allah, bahkan tidak sama orang yang mengetahui dan dengan orang yang tidak mengetahui. Sebagai mana firman Allah swt.:
يَرۡفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مِنكُمۡ وَٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡعِلۡمَ دَرَجَٰتٖۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعۡمَلُونَ خَبِيرٞ ١١

Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu Dan orang – orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat (QS. al-Mujadilah [58]: 11).
قُلۡ هَلۡ يَسۡتَوِي ٱلَّذِينَ يَعۡلَمُونَ وَٱلَّذِينَ لَا يَعۡلَمُونَۗ ٩
Terjemahnya:
Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui. (Qs. az-Zumar [39] ayat: 9.)


            Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa dalam Islam tidak pernah menganggap adanya dikotomi ilmu pengetahuan dan agama. Ilmu pengetahuan dan agama merupakan satu totalitas yang integral yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Sesungguhnya Allahlah yang menciptakan akal bagi manusia untuk mengkaji dan menganalisis apa yang ada dalam alam ini sebagai pelajaran dan bimbingan bagi manusia dalam menjalankan kehidupannya di dunia. Uraian di atas menggambarkan kepada kita bahwa dalam ilmu pengetahuan agama dan ilmu pengetahuan umum merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahakan antara satu dengan yang lainnya dalam menjalankan aktivitas kehidupan sehari-hari.
C.    Epistimologi Pendidikan Islam 
            Pesantren dalam Era Modern
            Sebagaimana yang dapat dilihat dari fenomena sekarang, apa yang akan terjadi di masa mendatang, masih akan didominasi oleh kecenderungan globalisasi sebagai akibat dari era reformasi, yang memang akan melahirkan perubahan kebudayaan yang mendalam, yang secara umum disebabkan oleh loncatan perkembangan Iptek, proses ledakan informasi, dan proses perubahan gaya hidup yang mencerminkan imperalisme kultural.
            Keseluruhannya memperkuat tumbuhnya masyarakat modern sebagai gambaran dari keberhasilan iptek, yang akan menghantarkan masyarakat pada suasana kehidupan yang betul-betul baru. Dalam kondisi yang demikian, semua lembaga atau institiusi merasa tertantang untuk dapat menyesuaikan dengan perkembangan baru tersebut, termasuk salah satunya adalah lembaga pendidikan pondok pesantren.
            Seiring laju perkembangan masyarakat, pesantren juga mengalami dinamika dan selalu berbenah diri agar tetap sesuai dengan tuntutan perubahan. Pesantren sedikit demi sedikit secara berangsur-angsur terus mengadakan pembaruan-pembaruan pada sistem pendidikannya. Setidak-tidaknya ada tiga hal utama yang telah dilakukan pesantren dalam meraih konstruksi sistem pendidikan.          Pertama, pembaruan dari segi metode belajar mengajar dalam pesantren. Pada mulanya pesantren hanya menerapkan sistem menghafal, dan menempatkan kyai sebagai satu-satunya sumber dalam proses belajar mengajar. Tapi sekarang, sistem modern telah juga dipraktikkan dalam berbagai pesantren.
            Kedua, pembaruan dari segi muatan isi kurikulumnya. Pesantren tidak lagi mengajarkan sebatas pengetahuan keagamaan, melainkan telah juga diajarkan pendidikan sosial dan teknologi. Ketiga, pembaruan dari segi mengoptimalkan pesantren sebagai pusat pengembangan masyarakat (center of society development). Pengembangan yang dimaksud di sini adalah penyesuaiannya dengan dunia modern dengan tetap memelihara identitas keIslaman, yaitu membekali para santri dengan berbagai disiplin keilmuan dan keterampilan dalam memasuki dunia modern dengan tetap berpegang pada tuntutan-tuntutan spiritual, syariat dan akhlak Islam.
            Hingga saat sekarang, lembaga pendidikan Pesantren masih tetap diminati oleh sebagian umat Islam di Indonesia, bahkan semakin popular setelah memberikan perhatiab khusus dalam pengembangan dan pembinaannya. Pengembangan pesantren yang selama ini nyaris terbatas di pedesaan, sekarang tidak sedikit pesantren yang telahg tumbuh dan berkembang di kota-kota besar. Pada umunya pesantren pada saat sekarang telah menyesuaikan dengan tuntutan pendidikan modern, yaitu dengan menyeimbangkan antara pengetahuan umum dan agama, dan hal ini memungkinkan bagi mereka untuk melanjutkan studi ke perguruan tinggi agama dan perguruan tinggi umum.[5]
            Oleh sebab itu, ada beberapa hal yang perlu di perhatikan dan dipikirkan oleh pengelola pesantren, juga masyarakat pada umumnya yang memiliki kepedulian terehadap keberlangsungan nasib pesantren. Pertama, pesantren harus bisa memberikan pelayanan jasa pendidikan yang lebih berkualitas sesuai dengan perkembangan zamandan permintaan masyarakat. Kedua, pesantren harus bisa meningkatkan kesejahteraan para pengasuh, pengurus, tenega pengajar dan administrasinya. Ketiga, pesantren harus bisa senantiasa merenovasi dirinya, dengan sarana dan prasarana yang lebih memadai dan canggih, dan mengembangkan sistem kelembagaan sesuai dengan tuntutan manajemen modern. Keempat, dewasa ini pesantren tidak cukup hanya berpikir sekedar survive.[6]
            Oleh karena itu, untuk bisa tumbuh dan berkembang, pesantren perlu memikirkan surplus dari anggaran penerimaan dan pengeluaran, karena pada umumnya pesantren harus membiayai anggarannya sendiri, maka suka atau tidak suka Pesantren harus dikelola dengan manajemen yang mendasarkan diri pada prinsip-prinsip badan usaha, sekalipun pesantren itu sendiri harus dipertahankan sebagai lembaga nir-laba. Artinya sudah menjadi tuntutan bagi Pesantren pada saat sekarang untuk memikirkan lembaganya sebagai badan ekonomi dan industri pada tingkat terttentu, dengan tidak mengabaikan tujuan utamanya sebagai lembaga pendidikan keagamaan. [7]
            Sesungguhnya di dalam pendidikan Islam terdapat beberapa konsep utama yang merupakan unsur-unsur esensial dalam sistem pendidikan Islam, yaitu konsep agama (din), konsep manusia (insan), konsep ilmu (ilm dan ma’rifah), konsep kebijakan (hikmah), konsep keadilan (‘adl), konsep amal (‘amal sebagai adab), dan konsep universitas (kuliah jama’ah) (Al-Nuqaib al-Attas, 1994: 8). Dalam hubungan ini dipertegas bahwa tugas kita yang paling penting merumuskan dan menyusun (formulasi dan integrasi) unsur-unsur Islam yang baku dan konsep-konsep kunci yang melahirkan dan konsep pokok yang dimasukkan dalam konsep pendidikan Islam. Semua itu harus mengacu pada konsep Tuhan, esensi dan sifat-sifat-Nya (tauhid); wahyu (Kitab suci al-Qur’an); hukum yang diwahyukan (syari’at); Nabi dan kehidupannya (Sunnah); dan sejarah serta pesan-pesan Nabi sebelum Muhammad saw. Pengetahuan harus mengacu pada prinsip-prinsip dan praktik Islam, ilmu-ilmu keagamaan termasuk tasawuf dan filsafat Islam, doktrin-doktrin kosmologi mengenai heararki ada (being) dan pengetahuan tentang etika, prinsip-prinsip moral serta adab. Pengetahuan dalam Islam harus memasukkan sejarah, kebudayaan, peradaban Islam, pemikiran Islam dan perkembangan ilmu-ilmu dalam Islam.[8]

            Epistemologi Pendidikan Islam dalam Perspektif al-Ghazali
            Ilmu
            ilmu adalah salinan (yang terhasilkan dalam mental subjek) yang sesuai dengan objek ilmu”.  Dalam kitabnya yang lain, ia mengatakan bahwa ilmu adaslah rumusan tentang sampainya hakikat ke dalam hati. Maka, ‘alim (yang mengetahui) adalah rumusan tentang qalbi yang padanya salinan hakikat segala sesuatu bertempat. Sedangkan ma’lum (yang diketahui) adalah rumusan tentang hakikat segala sesuatu.

            Metode Pencapaian Ilmu
            Menurut al-Ghazali, ilmu yang muncul dalam qalbu manusia diperoleh dengan dua cara, yaitu: daruri (apriori) dan bukan daruri. Jenis yang pertama ini merupakan copy paste dari potensi manusia, namun baru muncul ketika akal telah sempurna. Kedua jenis tadi muncul dengan dua cara, yaitu hujumi (tanpa diusahakan/spontanitas) dan iktisab (usaha langsung)
            Epistemologi Pendidikan Islam dalam Perspektif Fazlur Rahman
            Pengetahuan
            Dalam buku yang berjudul Islamic Methodologi in History, Fazlur Rahman (dalam syafuddin: 2013) menjelaskan konsep pengetahuan kaum muslimin (the muslim’s concept of knowledge). Di dalamnya, Fazlur Rahman menjelaskan konsep pengetahuan kaum muslimin dan perkembangannya. Menurutnya al-Qur’an berkali-kali menggunakan istilah ”ilm” yang secara umum bermakna pengetahuan.
            Klasifikasi Pengetahuan
            Kata ”klasifikasi” berasal dari bahasa Inggris classification yang berarti penggolongan (menurut jenis), klasifikasi, atau pembagian. Dengan mendasarkan pada al-Qur’an, Fazlur Rahman cenderung mengklasifikasikan pengetahuan manusia kepada tiga jenis, yaitu pengetahuan tentang alam, pengetahuan tentang sejarah, dan pengetahuan tentang manusia. Pertama, pengetahuan tentang alam yang dimaksud adalah semua yang telah diciptakan untuk manusia, seperti pengetahuan fisik. Kedua, jenis yang krusial, yaitu pengetahuan tentang sejarah (dan geografi). Al-Qur’an mendorong manusia untuk mengadakan perjalanan di muka bumi dan menelaah apa yang telah terjadi pada peradaban masa lalu dan mengapa mereka bangkit kemudian jatuh. Ketiga, adalah pengetahuan tentang manusia sendiri.
            Sumber dan Proses Memperoleh Pengetahuan
            Semua pengetahuan didasarkan pada tiga sumber, yaitu pertama adalah physical universe. Fenomena-fenomena alam harus dipelajari dan penginvestigasian ini secara alami tidak pernah berhenti. Kedua, dijelaskan sebagai manusia (constitution of the human mind) harus diteliti dengan intensitas yang memadai Ketiga, Fazlur Rahman menjelaskan bahwa al-Qur’an memberikan penekanan yang sama pada historical study of societies
            Kebenaran Pengetahuan
Kebenaran yang dimaksud di sini adalah sesuatu yang sesuai dengan sesuatu yang sebenarnya. Dan yang dimaksud sesuatu di sini adalah pengetahuan. Jadi maksudnya adalah pengetahuan yang sesuai dengan pengetahuan yang sebenarnya. Dalam diskursus epistemologi pemikiran Islam, pembahasan kebenaran biasanya terkait dengan kebenaran wahyu dan kebenaran akal[9]













BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
            Dalam dunia pendidikan filsafat memegang peranan yang penting karena filsafat mendasari pendidikan itu. Dalam menghadapi filsafa sangat diperlukan terutama kajian epistimologi. Epistimologi adalah cara bagaimana kita bisa memperoleh sebuah kebenaran. Dalam hal pendidikan epistimologi berarti dimana kita bisa mencari barbagai cara untuk meningkatkan pendidikan islam dalam menghadapi tantangan globailisasi.






















DAFTAR PUSTAKA
Amin, Nurul. 2013. Pendidikan Islam dan Transformasi Kesadaran. Edukasi. Vol, 01, No, 01.
Naim, Ngainun. 2012. Mengembalikan misi pendidikan. Iip. Vol, XVII. No, 3.
Suwarji. 2013. Aktualisasi Pendidikan Islam (Suatu Upaya Membangun Paradigma Integral). Edukasi. Vol 01, No.  01.
Syaifuddin, Roziq. 2013. epistimologi pendidikan ilam dalam kacamata Al Ghazali dan Fazlur Rahman. Epistemé. Vol. 8, No. 2.
Taufik. 2010. peta pemikiran pendidikan islam di Indonesia telaah dikotomi pendidikan. Hunafa. Vol. 7, No. 2.
Zainuddin, Moh. Riza. 2013. Pembelajaran Organisasi pada Pondok Pesantren dalam Memasuki Era. Edukasi. Vol. 01, No. 01.






                [1]Roziq syaifuddin, 2013, epistimologi pendidikan ilam dalam kacamata Al Ghazali dan Fazlur Rahman, Epistemé, Vol. 8, No. 2, hlm. 324.
                [2]Nurul Amin, 2013, Pendidikan Islam dan Transformasi Kesadaran, Edukasi, Vol, 01, No, 01, hlm. 59.
                [3]Suwarji, 2013, Aktualisasi Pendidikan Islam (Suatu Upaya Membangun Paradigma Integral), Edukasi, Vol 01, No.  01, lm. 120.

                [4]Taufik, 2010, peta pemikiran pendidikan islam di Indonesia telaah dikotomi pendidikan. Hunafa, Vol. 7, No.2, hlm. 145-156.
                [5] Moh. Riza Zainuddin, 2013, Pembelajaran Organisasi pada Pondok Pesantren dalam Memasuki Era,  Edukasi, Vol. 01, No. 01, hlm. 24.
                [6]Ibid., hlm. 26.
                [7]Ibid., 27.
                [8]Suwardji, op.cit., hlm. 111-112.
                [9]Roziq Syaifudin, op.cit., hlm. 334-341.

No comments:

Post a Comment

MAKALAH HAKIKAT KURIKULUM DALAM PENDIDIKAN

MAKALAH HAKIKAT KURIKULUM DALAM PENDIDIKAN Disusun guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengembangan Kurikulum Dosen Pengampu : Hesti...